Taipei, 2 Nov. (CNA) Li Chia-chen (李嘉珍), pemilik perusahaan Shu Long Flowers, mengaku bahwa usaha peternakan babi keluarganya yang pernah menjadi korban wabah penyakit mulut dan kuku kini telah berhasil beralih budidaya anggrek hingga mengelola salah satu dari tiga kebun anggrek terbesar di Taiwan.
Dalam sesi berbagi di program Kementerian Pertanian Taiwan yang telah megirim petani muda berprestasi ke Filipina, Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan India, Li hari Selasa (28/10) membagikan strategi dalam menghadapi tantangan perdagangan internasional.
Li menceritakan bahwa keluarganya telah beternak babi selama lebih dari 30 tahun dan mengekspor ke Jepang. Namun, pada 1997, wabah penyakit mulut dan kuku babi memaksa mereka memusnahkan 20.000 ekor babi.
Dua tahun kemudian, ia meninggalkan pekerjaannya di Taipei dan kembali ke Taiwan selatan untuk mencari jalan baru. Karena kecintaannya pada tanaman, ia memutuskan mengubah lahan peternakan menjadi kebun anggrek setelah melakukan riset pasar, ujar Li.
Meski menyukai taman dan bunga, Li mengaku awalnya tidak tahu banyak tentang budidaya anggrek. Ia lalu mengikuti berbagai pelatihan di lembaga pertanian dan mempelajari publikasi dalam dan luar negeri.
Dengan semangat belajar tinggi, kata Li, ia memutuskan sejak awal untuk fokus pada pasar ekspor penuh, menargetkan Jepang dengan varietas anggrek putih besar yang populer.
Kini, kebun anggreknya berkembang dari 20.000 meter persegi menjadi hampir 80.000 meter persegi, menempati posisi tiga besar eksportir anggrek di Taiwan. Perusahaannya memproduksi bibit hingga tanaman dewasa dan mengekspor ke 41 negara, termasuk Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan Brasil, ujarnya.
Li menekankan pentingnya memiliki nilai inti dalam bekerja. Sejak awal, ia bertekad untuk menjadikan bisnisnya berskala internasional dan fokus pada rantai pasok serta manajemen mutu. Ia mendorong petani muda agar terus berinovasi dan berani beradaptasi dengan teknologi.
Sebagai contoh, untuk mengatasi pesanan besar hingga 100 kontainer anggrek (sekitar 800 kotak per kontainer), kata Li, ia berinvestasi dalam teknologi otomatisasi dan mengembangkan mesin pengepakan otomatis yang mampu menyegel satu kontainer 40 kaki dalam waktu 2,5 jam.
Li mengaku awalnya memang peralatan sangat sederhana, namun kini telah berstandar internasional dengan sistem pengatur suhu otomatis, pemanas, pendingin, dan penyiraman digital, sehingga mendapat kepercayaan pelanggan luar negeri.
Selain inovasi, Li juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dan transformasi digital. Ia mengingatkan agar petani muda tidak sembarangan melakukan pemutusan tenaga kerja atau investasi berlebihan, serta selalu menjaga daya saing inti untuk bertahan di pasar global.
(Oleh Wang Shu-fen dan Agoeng Sunarto)
Selesai/JC