Taipei, 11 Juni (CNA) Sebuah kelompok hak buruh hari Rabu (11/6) mendesak pemerintah Taiwan untuk mengambil langkah yang lebih proaktif dalam membantu perusahaan mencegah kerja paksa, menyusul dirilisnya survei yang mengungkapkan adanya kesenjangan signifikan dalam kesadaran dan tindakan korporasi.
Sekretaris Jenderal Taiwan Labor Front, Son Yu-liam (孫友聯), mengatakan bahwa meskipun Taiwan memainkan peran kunci dalam rantai pasok global, terutama di bidang elektronik, kesadaran akan risiko kerja paksa dalam rantai pasok masih belum memadai.
Mengutip survei terbaru kelompoknya terhadap 500 perusahaan terbesar di Taiwan berdasarkan modal disetor (tidak termasuk perusahaan keuangan dan investasi), hanya 18 persen yang memiliki departemen khusus untuk menangani isu kerja paksa, Son mengatakan.
Survei tersebut juga menemukan bahwa hampir 80 persen perusahaan berharap pemerintah dapat memberikan panduan kebijakan yang lebih jelas dan pelatihan tentang pencegahan kerja paksa, kata Son dalam konferensi pers.
Sementara 70 persen perusahaan memasukkan klausul anti-kerja paksa dalam kontrak pengadaan, banyak yang masih kekurangan mekanisme pengaduan dan upaya pemulihan yang efektif bagi pekerja, tambahnya.
Hanya 38,6 persen perusahaan yang menyediakan bentuk pemulihan apa pun, dan lebih dari 90 persen mengatakan mereka belum pernah menerima bantuan pemerintah terkait isu ini.
Son menekankan bahwa ekonomi Taiwan yang berorientasi ekspor harus selaras dengan standar hak asasi manusia internasional, sambil mendesak pemerintah untuk membuat undang-undang tentang tanggung jawab korporasi, memberikan pelatihan dan dukungan, serta mengeluarkan kerangka kebijakan yang jelas.
Selesai/ML