Peringati Hari Migran, PMA sektor domestik tuntut Asuransi Ketenagakerjaan

15/06/2025 14:59(Diperbaharui 15/06/2025 14:59)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Sejumlah PMA sektor domestik menggelar aksi di depan MOL, Minggu (15/6) menuntut agar PMA sektor domestik didaftarkan ke sistem asuransi ketenagakerjaan. (Sumber Foto : CNA, 15 Juni 2025)
Sejumlah PMA sektor domestik menggelar aksi di depan MOL, Minggu (15/6) menuntut agar PMA sektor domestik didaftarkan ke sistem asuransi ketenagakerjaan. (Sumber Foto : CNA, 15 Juni 2025)

Taipei, 15 Juni (CNA) Puluhan pekerja migran asing (PMA) sektor domestik memperingati Hari Migran Internasional yang jatuh hari Senin (16/6) dengan menggelar aksi unjuk rasa di depan Kementerian Ketenagakerjaan (MOL) Taiwan di Taipei, menuntut agar PMA sektor domestik diberikan asuransi ketenagakerjaan.

Dalam aksi yang digelar oleh Domestic Caretaker Union (DCU) ini, sejumlah pekerja migran Indonesia juga ambil bagian. Serikat Buruh Industri Perawatan Taiwan (SBIPT) dan Serikat Pekerja Perumahan Nasional Taiwan (SPPNT) di antaranya.

Dalam orasinya, perwakilan SBIPT menyatakan bahwa meskipun pekerja migran domestik saat ini telah memiliki asuransi kecelakaan kerja, perlindungan tersebut hanya mencakup insiden kecelakaan, dan belum menjawab risiko serta kebutuhan yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari.

SBIPT mencontohkan pengalaman seorang PMI sektor domestik yang harus menjalani operasi akibat miom. Selama proses penyembuhan dan pemulihan, banyak kebutuhan medis yang tidak ditanggung oleh asuransi kecelakaan kerja yang dimiliki.

“Yang paling berat adalah selama masa sakit dan pemulihan itu. Kami tidak punya penghasilan sama sekali karena kami PRT (Pembantu Rumah Tangga) tidak punya Lao Bao (Asuransi ketenagakerjaan). Kami tidak punya hak atas cuti sakit atau tunjangan sakit. Saat kami tidak bisa bekerja, kami tidak punya uang untuk hidup,” kata perwakilan SBIPT tersebut.

Menurutnya hal ini adalah bentuk pengabaian dalam sistem. Di satu sisi, PRT bekerja 24 jam merawat orang sakit, tapi di sisi lain jenis pekerjaan ini dikecualikan dalam sistem perlindungan yang seharusnya adil.

Bertepatan dengan Hari Migran Internasional, pihaknya mendesak Kementerian Tenaga Kerja (MOL) segera mengusulkan revisi undang-undang agar pekerja rumah tangga (PRT) masuk ke dalam skema asuransi ketenagakerjaan.

"Ini sangat mendesak, apalagi jumlah PRT di Taiwan telah melebihi 200 ribu orang," ujarnya. "Hari ini yang kami tuntut bukanlah hak istimewa, melainkan hak paling dasar: kesetaraan," tegasnya dalam orasi.

SBIPT berorasi pada aksi di depan MOL, Minggu (15/6) menuntut dimasukkannya PMA sektor domestik ke sistem asuransi ketenagakerjaan. (Sumber Foto : CNA, 15 Juni 2025)
SBIPT berorasi pada aksi di depan MOL, Minggu (15/6) menuntut dimasukkannya PMA sektor domestik ke sistem asuransi ketenagakerjaan. (Sumber Foto : CNA, 15 Juni 2025)

Kepada CNA, Ketua SBIPT Fajar menegaskan bahwa pekerja migran sektor domestik seharusnya bisa diikutsertakan dalam asuransi ketenagakerjaan, meskipun belum tercakup dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Menurutnya, skema asuransi ketenagakerjaan tidak mensyaratkan pekerja berada di bawah satu badan hukum, dan keikutsertaan dapat ditentukan oleh masing-masing majikan.

“Sejauh sayangnya ini belum ada kesadaran dari majikan untuk mengikutsertakan PRT-nya ke program asuransi ketenagakerjaan. Jangankan untuk asuransi ketenagakerjaan yang haknya masih dituntut, yang asuransi kecelakaan kerja saja masih banyak majikan yang enggak mau mendaftarkan dan membebankan asuransi itu kepada pekerjanya. Inilah sebabnya kalau ada PMI yang kecelakaan kerja tidak bisa mengklaim asuransi karena memang belum didaftarkan oleh majikannya,” ucap Fajar.

Fajar menyebut tuntutan PMI sektor domestik pada asuransi ketenagakerjaan berbeda dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK) yang diikuti oleh sebagian PMI. Menurut Fajar, BPJS TK dibayar sendiri oleh PMI, sementara asuransi ketenagakerjaan yang kini jadi tuntutan diupayakan bisa ditanggung oleh majikan dan pemerintah, seperti skema yang dilakukan pada PMA sektor formal.

“Di hari migran ini mari kita sadar bahwa ada hak-hak pekerja rumah tangga yang belum sama sekali setara dengan pekerja migran yang lain. Banyak hal yang harus kita perjuangkan di sini, mari kita bersama-sama untuk terus memperjuangkan agar PRT setara dengan pekerja yang lainnya,” ucap Fajar.

Aksi teatrikal di depan MOL, Minggu (15/6) menuntut dimasukkannya PMA sektor domestik ke sistem asuransi ketenagakerjaan. (Sumber foto: CNA)
Aksi teatrikal di depan MOL, Minggu (15/6) menuntut dimasukkannya PMA sektor domestik ke sistem asuransi ketenagakerjaan. (Sumber foto: CNA)

Sementara itu, Yao Yi-Tsai, Direktur Serve the People Association (SPA) yang mendampingi SPPNT, menyoroti ketimpangan perlindungan antara pekerja migran sektor domestik seperti PRT dan pekerja migran sektor formal di pabrik. Ia mengatakan bahwa banyak pekerja migran perempuan yang sedang hamil atau sudah melahirkan sering bertanya mengapa mereka tidak bisa mengakses tunjangan melahirkan seperti rekan-rekannya di sektor formal.

Menurut Yao, ketimpangan ini sangat merugikan, terutama karena sebagian pekerja migran domestik terpaksa berhenti bekerja akibat kehamilan dan kehilangan sumber penghasilan mereka.

"Beberapa dari mereka bahkan ditinggalkan oleh pasangan yang tidak bertanggung jawab. Kehamilan membuat kondisi ekonomi dan kehidupan mereka sangat sulit. Namun, dengan berat hati, kami hanya bisa menjawab bahwa aturan memang seperti itu," kata Hsiao.

Ia menegaskan bahwa kondisi ini mencerminkan bentuk diskriminasi sistemik. "Pengasuh rumah tangga juga adalah pekerja, juga buruh. Lalu mengapa mereka tidak termasuk dalam cakupan asuransi tenaga kerja? Mengapa mereka tidak bisa menikmati hak yang sama seperti buruh di sektor lain?"

Hsiao tak memungkiri saat ini ada beberapa perubahan kebijakan yang mengarah ke arah yang lebih baik. Contohnya, sejak 1 Mei 2022, Undang-Undang Perlindungan dan Asuransi Kecelakaan Kerja telah mulai mencakup PMA sektor domestik. Namun, pengasuh rumah tangga juga membutuhkan dukungan berupa tunjangan melahirkan saat mereka melahirkan.

"Jika mereka meninggal di Taiwan karena kecelakaan atau penyakit yang tidak tergolong kecelakaan kerja, mereka tetap tidak berhak menerima santunan dari asuransi tenaga kerja. Padahal, keluarga mereka tetap harus menanggung biaya pemakaman dan pengurusan lainnya," ujarnya.

"Semua ini tidak seharusnya dibedakan hanya karena jenis pekerjaan mereka. Karena itu, kami menyerukan kepada Kementerian Ketenagakerjaan untuk segera memasukkan pekerja pengasuh rumah tangga ke dalam cakupan perlindungan asuransi tenaga kerja," tegasnya.

(Oleh Muhammad Irfan)

Selesai/JA

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.