Komnas HAM RI: Tantangan yang dihadapi PMI, bukti perlindungan negara belum efektif

23/12/2024 16:58(Diperbaharui 23/12/2024 16:58)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Foto hanya untuk ilustrasi semata. (Sumber foto : Dokumentasi CNA)
Foto hanya untuk ilustrasi semata. (Sumber foto : Dokumentasi CNA)

Jakarta, 23 Des. (CNA) Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Anis Hidayah menyatakan sejumlah tantangan yang terjadi pada pekerja migran seperti kelebihan biaya penempatan adalah tanda kalau kebijakan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) belum efektif.

Disampaikan dalam diskusi daring yang diinisiasi oleh sejumlah asosiasi PMI di Asia, Minggu (22/12), Anies menyebut tahun lalu Indonesia mendapat 151 rekomedasi dalam Universial Periodic Review sebuah mekanisme penilaian hak asasi manusia tingkat global. Dari jumlah rekomendasi tersebut, 90 rekomendasi di antaranya berhubungan dengan hak masyarakat atas pekerjaan dan tentang penghentian perbudakan modern, 

Menurut Anis, ada catatan serius di tingkat global, terkait hak pada pekerjaan layak dan pekerja migran yang terjadi pada masyarakat Indonesia. Ia menyebut ada tolok ukur yang mesti dicapai di antaranya menjamin akses pada pekerjaan khususnya oleh individu dan kelompok marginal.

Sayangnya, pada konteks PMI hal ini belum bisa dikatakan tercapai karena akses ini belum sepenuhnya disediakan oleh negara dan mayoritas masih berdasarkan infromasi kultural antar pekerja migran sendiri serta mekanisme hubungan sosial.

Yang kedua adalah mencegah segala tindakan yang berakibat pada kebijakan yang tidak setara dan yang ketiga mengadopsi rencana aksi ketenagakerjaan nasional yang partisipatif. 

Komnas HAM dalam penelitiannya juga menemukan beberapa situasi seperti ketiadaan jaminan sosial, upah, kekerasan, data yang sulit diakses, dan prosedur mekanisme pengaduan yang efektif dalam isu ketenagakerjaan. 

"Ini juga berpangkal dari adanya masalah struktural. Ada konflik tumpang tindih antara kemenaker dan dulu di BP2MI," kata dia.

Sementara itu Direktur penempatan non-pemerintah Asia Afrika Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Mucharom Ashadi menyebut pihaknya tak menutup mata kalau masih ada praktik calo dan juga Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang mebandel. Untuk menekan hal ini pihaknya juga melakukan penindakan di antaranya pada kurun akhir 2023 lalu ada sebanyak 14 P3MI yang sudah dikenakan sanksi di antaranya tidak boleh melayani. Namun untuk hal tersebut pihaknya harus bekerja sesuai regulasi yang ada dan tidak bisa terburu-buru.

Ke depan ada beberapa hal yang akan dikembangkan seiring dengan berubahnya BP2MI menjadi Kementerian PPMI. Hal tersebut mulai dari memperkuat akses perlindungan pra-keberangkatan lewat infomasi yang tepat, pendayagunaan anggaran desa untuk fasilitasi penempatan dan perlindungan, dan bahkan penguatan kompetensi bahasa, hingga penguatan mental.

"Karena banyak juga yang berangkat, maaf, meninggalkan masalah di tanah air," ucap dia.

Pada Januari 2025 pihaknya juga mengupayakan agar Rancangan Undang-Undang (UU) PPMI segera dibahas dan sangat terbuka akan adanya masukan dari para pemangku kebijakan termasuk para PMI.

Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat RI, Nihayatul Wafiroh menyampaikan bahwa PMI bukan hanya memiliki peran ekonomi tetapi juga budaya. Politisi Partai Kebangkitan Bangsa yang akrab disapa Ninik ini menyebut, saat ia mengenyam pendidikan di Hawaii, ia juga bertemu seorang lokal yang paham akan makanan dan sedikit Bahasa Indonesia karena pernah diasuh oleh seorang PMI. Untuk itu, Ninik menilai besarnya peran PMI pada Indonesia.

Sebagai komisi yang bergerak di bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan, Ninik membenarkan kalau saat ini UU PPMI sudah masuk ke DPR RI dan akan siap dibahas di tahun depan. Ia pun meminta masukan dari para pemangku kebijakan agar UU yang ada nanti benar-benar bisa memfasilitasi PMI.

(Oleh Muhammad Irfan)

Selesai/JA

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.