Taipei, 17 Des. (CNA) Sebanyak 20 pekerja migran Indonesia (PMI) diminta untuk membayar perpanjangan kontrak dan pindah majikan pada agensi, dipungut biaya sebesar NT$50.000 (Rp 26,5 juta) hingga NT$80.000 per orang, menurut informasi dari Serikat Buruh Industri Manufaktur (SEBIMA) yang diterima oleh CNA.
Hadi (nama samaran), perwakilan dari 20 PMI yang mengajukan laporan ke SEBIMA mengatakan, agensi tersebut terbukti memungut biaya NT$50.000–80.000 untuk perpanjangan kontrak padahal seharusnya gratis. Setelah desakan, dan semangat korban yang luar biasa, serta pendampingan serikat dan LSM yang mengawal kasus ini sejak awal, Depnaker Taoyuan memanggil seluruh pihak untuk pemeriksaan, ungkap SEBIMA.
Hasilnya, sebelum mediasi yang dijadwalkan pada 19 Oktober lalu, seluruh uang pungli sudah dikembalikan ke pekerja, dan pabrik tempat mereka bekerja mengganti agensi lama dengan yang baru, tulis SEBIMA.
CNA pun menghubungi Hadi, untuk meminta penjelasan lebih akurat mengenai pelaporan kasus ini. Menurut Hadi, pada tanggal 4 Oktober 2025, ia bersama teman-temannya dikawal oleh SEBIMA melaporkan kasusnya ke Depnaker Taoyuan.
Hadi menjelaskan, masing-masing pekerja sebanyak lima orang dikenakan pungutan NT$50.000 untuk perpanjangan kontrak. Sedangkan untuk pindah majikan baru atau pindah pabrik sebesar NT$65.000 – NT$ 80.000 per orang.
Saat ditanya apa alasan agensi meminta biaya tersebut, Hadi menuturkan bahwa alasannya untuk pengurusan dokumen perpanjangan atau pindah majikan. Ia pun sempat mengajukan keberatan pada agensinya, hingga akhirnya agensi hanya mengenakan biaya sebesar NT$5.000 per orang.
Belum sempat mediasi dengan Depnaker, uang sudah dikembalikan terlebih dahulu secara tunai sesuai yang mereka minta. Saat ditanya oleh CNA apakah setelah pelaporan agensi tersebut mengancam pekerja, Hadi mengatakan tidak. Namun hingga kini ia dan teman-temannya tidak berkomunikasi lagi dengan agensi tersebut. Majikannya telah berpindah pada agensi yang baru.
“Satu bulan sebelum dilaporkan ke 1955, sampai saat ini tidak ada komunikasi dengan mereka,” ujar Hadi.
Hadi dan kawan-kawannya mengharapkan agar agensi yang memungut pungli diberikan tindakan tegas sesuai dengan peraturan pemerintah. Ia pun juga meminta pemerintah agar melakukan kontrol dan pengawasan yang ketat terhadap semua agensi agar tidak terjadi praktek jual beli job maupun pungutan liar perpanjangan kontrak.
“Jika praktik ini terus dilakukan, maka yang ada hanya akan menambah PMA ilegal atau kaburan karena mereka tidak sanggup untuk melakukan pembayaran uang job yang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah,” pungkasnya.
Pungutan liar bisa ditindak
Saat dihubungi CNA, Ignatius Purwanto ketua SEBIMA mengatakan bahwa pihaknya menerima laporan dari Hadi dan kawan-kawan pada 17 September, sebelum mediasi dengan Depnaker Taoyuan.
Ternyata ada 20 orang yang menjadi korban dan berani melaporkan kasus tersebut. Pelapor tersebut, rata-rata bekerja sebagai tenaga operator di sebuah pabrik di Taoyuan.
“Saya mendapat kabar dari Depnaker bahwa kini pihak agensi mendapat sanksi dan akan naik banding, lebih jelasnya perlu konfirmasi Depnaker. Meski agensi nakal itu tak hadir dalam sidang, hukum tetap berjalan. Depnaker menjatuhkan denda 10 kali lipat dari total pungli yang dilakukan,” ujar Ignas.
Ignas pun juga memberikan ilustrasi anggap saja jika 19 pekerja masing-masing dipungut rata-rata NT$65.000, berarti agensi harus membayar denda sekitar NT$1,235,000. Jumlah tersebut adalah hal yang fantastis. Ini bukti bahwa pemungutan liar (pungli) bisa ditindak.
“Pesan saya untuk kawan-kawan pekerja migran untuk tetap berani melawan pungli. Saya tidak bisa menjabarkan cara, metode atau triknya ke publik. Jika ingin tahu dan mau lapor, hubungi kami,” ungkap Ignas.
Arif Sulistiyo, kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei pernah mengatakan pada CNA bahwa mengenai perpanjangan kontrak PMI, agensi harus mendaftarkan ke KDEI Taipei melalui SIPKON untuk perlindungan PMI dan diharapkan tidak meminta uang pengurusan dokumen secara berlebih dan tidak wajar.
“Apabila itu dilanggar oleh para oknum agensi dan oknum penerjemah, KDEI Taipei akan secara tegas membekukan akses sehingga tidak bisa mendatangkan PMI dari Indonesia lagi,” tegas Arif.