Taipei, 7 Agu. (CNA) Sepuluh Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal penangkapan ikan laut jauh berbendera Taiwan, "You Fu", mengajukan gugatan ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Perikanan karena tidak mendapat hak gaji mereka selama 15 bulan, piutang mencapai berkisar Rp1 miliar.
Dulmanan (59), salah seorang ABK asal Indramayu, Jawa Barat yang telah 10 bulan bekerja di kapal "You Fu" mengaku tidak pernah mendapat sepeser pun gaji yang dijanjikan pemilik kapal sejak ia bergabung di kapal tersebut.
Padahal, kata Dulmanan, di kontrak seharusnya ia mendapat gaji sebesar US$700 (Rp11,2 juta) per bulan yang dibayarkan ketika kapal sandar.
"Ini kapal sudah sandar dari tanggal 13 Juli 2024, tapi sampai sekarang belum ada gaji yang dibayarkan," kata Dulmanan kepada CNA.
Pria yang menjabat sebagai teknisi di kapal itu mengaku keterlambatan gaji membuatnya frustasi, apalagi keluarganya di Indonesia sangat bergantung kepadanya.
Untuk menutupi kebutuhan hidup, kata Dulmanan, kini keluarganya harus berhutang ke sana ke mari.
"Ini buat istri saya di Indonesia marah sama saya karena dia juga dimarahi oleh yang menghutangi. Sementara saya di sini tidak tahu kok bisa seperti ini," kata Dulmanan.
Makan umpan ikan
Permasalahan kapal You Fu juga tidak berhenti di masalah keterlambatan gaji. Masduki, ABK asal Cilacap, Jawa Tengah yang telah bekerja 15 bulan di kapal tersebut mengaku sering kali kiriman logistik ke kapal pun terlambat.
Masduki yang bertugas sebagai koki menyebut normalnya kiriman logistik seperti bahan pangan dan air minum akan dikirim selambat-lambatnya dua bulan sekali.
Namun, kata Masduki, kedatangan logistik tersebut sering kali tertunda lebih dari sebulan lamanya.
"Kalau begitu kami akan makan umpan yang sebetulnya bukan makanan manusia dan terpaksa minum dari air yang disuling," kata Masduki seraya menambahkan menyiasati kebutuhan logistik yang kurang para ABK hanya akan makan satu kali sehari.
Adapun tuntutan Masduki saat ini adalah agar perusahaan segera melunasi piutang gaji yang sama sekali tidak dibayar dan memulangkan para ABK ke Indonesia sesegera mungkin.
Sama seperti Dulmatin, Masduki kini juga menghadapi beban utang ke keluarga di Indonesia karena tak mampu mengirim sepeser uang pun untuk istri dan dua anaknya yang ada di sana. Padahal, di kontrak, Masduki harusnya menerima gaji US$550 per bulan.
"Belum saya pikirkan apakah setelah ini saya akan kembali melaut ke luar negeri atau tidak," kata Masduki.
Memenuhi unsur kerja paksa
Peneliti dari Global Labor Justice, Jonathan Parhusip yang mendampingi para ABK menyatakan mangkirnya perusahaan dari membayar gaji sudah bisa dianggap sebagai kerja paksa. Hal ini tentunya tidak boleh dilakukan.
"Ketika kita berbicara kerja paksa ada sejumlah unsur seperti penahanan gaji, penahanan dokumen, pembatasan pergerakan, penipuan, dan sejumlah indikator lain yang sangat terdeteksi di kasus ini," kata Jonathan.
Jonathan menambahkan kapal "You Fu" berangkat dari pelabuhan di Tangkang pada 16 April 2023 dan tiga bulan kemudian mereka masuk ke Samoa untuk bongkar ikan.
Jonathan mengungkapkan bahwa perjanjian di kontrak mereka mengatakan gaji mereka akan dibayar ketika mereka tiba di pelabuhan, tanpa menyebut secara spesifik pelabuhan mana yang dimaksud. Namun di Pelabuhan Samoa, mereka tak juga digaji, padahal sebagian ABK saat itu betul-betul butuh uang.
"Contohnya ada yang istrinya keguguran saat dia di laut lepas, ada juga yang keluarganya sakit. Mereka minta gaji paling tidak satu bulan saja padahal, tapi tetap dari agen tidak ada solusi," kata Jonathan.
Bulan Februari dan Mei 2024 para ABK sempat protes ke kapten agar kapal segera merapat ke pelabuhan seiring gaji mereka yang tak kunjung dibayarkan. Kapal baru masuk ke pelabuhan di bulan Juli lalu namun pemilik kapal tetap tidak membayarkan gaji yang dijanjikan, kata Jonathan.
Menurut Jonathan, pemilik kapal berdalih akan menggaji ABK setelah ikan terjual dan menjanjikan akan membayar US$2.000 pertama sebelum mereka kembali berlayar. Namun, para ABK tidak percaya janji manis pemilik kapal dan memilih melaporkan hal ini ke Ditjen Perikanan Taiwan.
Selesai/JC