Hari Batik, IDN Taiwan hadirkan kekuatan warisan budaya Indonesia

06/10/2025 17:19(Diperbaharui 06/10/2025 17:19)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

(Sumber foto: CNA)
(Sumber foto: CNA)

Taipei, 6 Okt. (CNA) Festival Batik dan Kebaya 2025 yang digelar pada 4-5 Oktober oleh Indonesian Diaspora Network (IDN) di National Taiwan Museum Nanmen Branch menghadirkan rangkaian kegiatan yang menampilkan kekayaan warisan Indonesia kepada masyarakat internasional di Taiwan.

Hari pertama, sebanyak 57 peserta baik warga negara Indonesia maupun Taiwan, mengikuti lokakarya batik dan angklung pada 4 Oktober. Antusiasme mereka mencerminkan minat masyarakat Taiwan yang besar untuk lebih mengenal kekayaan budaya Indonesia, ujar Wakil Kepala Panitia Kylie Victoria. 

Kegiatan berlanjut pada 5 Oktober dengan pagelaran busana dan bazar, yang menampilkan koleksi kebaya serta busana batik. Acara ini turut dihadiri Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei, Arif Sulistiyo, serta sejumlah perwakilan dari Brunei Darussalam dan Malaysia.

Dalam sambutannya, Tatag Yufitra Rus, Ketua IDN Taiwan, menyampaikan harapannya agar festival ini tidak hanya meninggalkan kesan indah, tetapi juga membawa pesan tentang kekayaan dan keragaman Indonesia.

Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei Arif Sulistiyo yang hadir dalam acara ini menyatakan pihaknya sangat mengapresiasi kegiatan ini yang merupakan program rutin IDN Taiwan untuk mempromosikan batik tradisional Indonesia, yang sering kita sebut sebagai wastra nusantara.

Menurut Arif, IDN Taiwan menghadirkan tema batik yang berbeda-beda setiap tahunnya seperti pada tahun 2021 dengan konsep Batik Ikat; tahun 2022 dengan konsep Batik Eco-Print; tahun 2023 membawa nama Batik Songket; tahun 2024 dengan Batik Sasirangan; dan tahun ini, 2025 dengan konsep Batik dan Kebaya.

"Saya mengapresiasi konsistensi IDN Taiwan dalam mempromosikan batik di Taiwan. Meskipun kita semua tinggal jauh dari Indonesia, semangat teman-teman diaspora sangat luar biasa. Komunitas diaspora terus berkontribusi untuk memperkenalkan dan melestarikan budaya Indonesia," kata Arif.

Yang lebih membanggakan lagi, banyak profesional muda dan mahasiswa Indonesia yang menjadi panitia pada acara hari ini. Arif pun yakin, upaya pelestarian budaya akan semakin efektif dan berkelanjutan apabila generasi muda menjadi penggerak utama dalam promosi budaya Indonesia.

"Melalui kegiatan ini, kita juga dapat memperkenalkan batik dan kebaya kepada masyarakat internasional di Taiwan. Saya berharap kegiatan ini dapat menumbuhkan ketertarikan terhadap kain tradisional Indonesia, mendorong pemahaman yang lebih dalam, dan bahkan minat untuk membeli serta mengoleksi," ucap dia.

Disiapkan saat pasien sudah tidur

Siti Handayani, pekerja Indonesia asal Kalimantan yang telah bekerja 12 tahun di Taiwan mengaku hampir setiap tahun ambil bagian dalam acara Festival Batik ini. Kali ini, ia tampil dengan busana hijau sambil membawa pernak pernik serupa padi. 

"Ini adalah tahun kesuburan, konsep saya adalah Dewi Padi atau Dewi Sri," kata Siti menjelaskan konsep busananya.

Kendati busana yang ia pakai terbilang meriah, Siti yang sehari-hari bekerja menjaga pasien yang sudah lanjut usia, mengaku hanya menyiapkan baju yang ia pakai dua hari sebelum acara.

Menurut Siti ini tidak mudah karena ia harus mengambil waktu istirahatnya. Kendati begitu ia senang bisa berpartisipasi dan ikut berkarya dalam ajang tahunan tersebut.

"Jadi ketika pasien sudah tidur, baru saya buat pakaian ini. Ini semuanya jahit sendiri. Misalnya dari jam 9 malam sampai jam 3 pagi. Nanti pasien bangun, baru kita juga bangun dan mulai aktivitas kerja seperti biasa," kata Siti.

Siti menyebut busana yang ia pakai ini hampir semuanya buatan sendiri. Dasarnya adalah kain kebaya dan kemudian ia kreasikan dengan jahitan sendiri dan itu adalah jahitan tangan.

Ia juga membentuk bagian aksesorinya secara mandiri. Dimulai dari aksesori pundak dan kemudian mahkota yang ia gunakan. Ia membeli kawat sendiri, cetakan pola, dan juga manik-manik, kata Siti. Beberapa bahan juga ia buat melalui barang rumah sehari-hari. 

"Padinya juga kita tadinya mau pakai yang asli tetapi tidak bagus. Jadi kita gunakan yang plastik. Sementara untuk pundak ini pakai kain kasa yang untuk jendela. Semuanya pokoknya enggak sampai NT$2000 (Rp1.087.000)," kata Siti.

Dalam festival ini, Siti menyabet gelar Juara Harapan III. Ia pun merasa senang hal yang ia cipta dan kreasikan mendapat respons positif dari dewan juri.

(Oleh Jennifer Aurelia dan Muhammad Irfan)

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.