Oleh Muhammad Irfan, staf penulis CNA
Asap mengepul dari penanak nasi yang dibiarkan menyala di Taoyuan Zhung Yuan Creative Park, Minggu (22/6). Wanginya lekat dengan aroma nasi kuning yang sudah matang, siap disantap. Bersama penanak nasi itu, ada sebuah rak dengan bumbu khas Indonesia dan kemasan makanan kotak ala Taiwan yang biarkan beserakan.
“Saya ingin menyajikan kesibukan dapur toko Indonesia di Taiwan dalam karya saya ini,” kata Lawrence Hsieh (謝發群), seniman muda Taiwan menjelaskan karyanya “Memori yang Penting 01” yang dipamerkan dalam pameran bersama “Enter: Unzip” di Taoyuan Zhung Yuan Creative Park sejak 10 Juni sampai 22 Juni kemarin.
Bagi Hsieh, rumah makan Nusantara punya kesan personal. Lahir dari pasangan Indonesia yang bermigrasi ke Taiwan sejak awal dekade 2000, Hsieh tumbuh di lingkungan restoran Indonesia yang didirikan keluarganya di Distrik Zhongli, Taoyuan. Restoran yang dikenal dengan nama Toko Indo Cen Cen ini bisa dibilang menjadi salah satu restoran yang cukup populer di sana.
Menurut Hsieh, karyanya “Memori yang Penting 01” merekam memori yang ia kecap di restoran tersebut melalui aroma. “Ini adalah memori jangka panjang yang saya ingat dari keseharian yang terjadi di dapur restoran kami,” kata Hsieh, kepada CNA.
Oleh karena itu, ia membiarkan bumbu masak berserakan di rak yang menyertai penanak nasi, sebagai obyek utama dari karyanya tersebut. Bumbu masak yang diimpor dari Indonesia, sengaja diset berserakan di rak bercampur dengan produk kemasan Taiwan seperti kantong plastik dan wadah untuk nasi kotak ia gambarkan sebagai pertemuan antara kedua negara di dapur.
Menurut Hsieh, di dapur restoran orang seringkali sangat sibuk sampai tak menyadari bahwa keseharian yang mereka lakukan amat berarti. Karya ini ia dedikasikan untuk merekam keseharian itu.
Dalam pameran yang digagas sebagai pameran tugas akhir ini, Hsieh yang merupakan lulusan dari Jurusan Seni dan Desain Yuan Ze University itu menyajikan satu karya lain bertajuk “Menu”.
Pada “Menu”, Hsieh menampilkan karya seri fotografi berupa menu makanan yang dijual di restoran milik orang tuanya. Rangkaian foto tersebut secara sepintas tak ubahnya seperti menu yang biasa kita temukan di restoran Indonesia di Taiwan. Didominasi latar belakan batik dengan pigura dan masakan di tengahnya lengkap dengan nama masakan dan harga.
Namun jika dilihat lebih dekat, yang Hsieh tampilkan bukan foto makanan yang sudah jadi melainkan uraian dari bahan-bahan yang nantinya akan membentuk sebuah makanan utuh yang sudah matang. Pada foto menu pecel lele misalnya, Hsieh menampilkan lele mentah dengan bawang putih, cabai, jeruk nipis, tempe, yang diatur sedemikian rupa seperti bahan-bahan siap masak.
“Lewat karya yang ini saya mengajak pengunjung untuk melihat lebih dekat bahan-bahan masakan khas Indonesia. Mungkin kalau dilihat sepintas ini seperti menu biasa, makanan yang sudah jadi. Tetapi dari dekat orang mulai menyadari kalau foto ini terdiri dari bahan mentah,” ucap Hsieh.
Identitas Indonesia
Hsieh lahir di Jakarta pada 2001 dan ikut orang tuanya pindah ke Taiwan di usia tiga tahun. Orang tua Hsieh mendirikan restoran tersebut sekitar tahun 2004 atau 2005, tak lama setelah mereka sekeluarga pindah ke Taiwan. Alhasil, Hsieh sudah jadi bagian dari restoran tersebut
Meski tak aktif di dapur, Hsieh sering membantu orang tuanya di restoran terutama untuk menyajikan makanan, melayani tamu, dan bertanggung jawab di kasir. Pengalaman ini membentuk identitas dirinya.
Hsieh yang masih fasih bahasa Indonesia menyebut di lingkungannya mungkin ia tak merasakan perbedaan dengan kawan Taiwan-nya yang lain karena sudah besar di lingkungan Taiwan dan berbicara dengan bahasa Mandarin. Namun, di restoran, ia merasa bahwa dirinya punya pertalian dengan Indonesia. Konsep inilah yang kemudian ia bawa pada karyanya.
“Jadi konsep ini sudah aku kembangkan setahun terakhir,” kata Hsieh.
Menurutnya, karya ini dimulai dengan karya fotografi di mana ia memotret kesibukan di dapur dengan shutter speed yang sangat lambat. “Hasilnya lalu lalang orang di dapur jadi terlihat seperti asap,” kata Hsieh yang juga menekuni bidang fotografi. Kadang, ia juga menyediakan jasa foto bagi pekerja migran Indonesia di Taiwan yang datang ke tokonya untuk menggelar syukuran.
Ia juga melakukan wawancara dengan sang ayah untuk riset karya ini untuk memahami keluarga dan restoran yang didirikan orang tuanya itu.
Ke depan, ia berencana mengabadikan menu-menu Indonesia dan nuansa dari restoran keluarganya dalam sebuah buku foto. Menurutnya, sangat penting mengabadikan setiap momen yang pernah ada. “Restorannya mungkin suatu saat menghilang, tetapi bisa diabadikan lewat karya ini ke depan,” kata Hsieh.
Selesai/JC