Taipei, 5 Mei (CNA) Tidak ada ruang bagi dolar Taiwan untuk naik ke NT$28 (Rp15.468) terhadap dolar Amerika Serikat (AS), meskipun indeks dolar AS (DXY) baru-baru ini turun di bawah angka 100, yang memicu kekhawatiran akan potensi perang mata uang, kata seorang analis valuta asing.
Dolar Taiwan telah melonjak tajam baru-baru ini, di tengah perkiraan tekanan AS untuk apresiasi mata uang tersebut.
Pada satu titik pada Senin pagi (5/5), dolar Taiwan diperdagangkan pada NT$29,675 terhadap dolar AS di Bursa Valuta Asing Taipei, naik NT$1,389 dari penutupan sebelumnya.
Pada hari yang sama, dolar Taiwan sempat bernilai NT$558 terhadap rupiah, naik 8,14 persen dari NT$516 pada 1 Mei.
Jumat lalu, dolar Taiwan naik NT$0,953, atau 3,07 persen, menjadi NT$31,064, level tertinggi sejak 9 Januari 2024, ketika ditutup pada NT$31,023.
Setelah Presiden AS Donald Trump pada 2 April mengumumkan "Tarif resiprokal" terhadap banyak negara yang memiliki surplus perdagangan besar dengan AS, termasuk Taiwan, DXY turun hampir 3 persen hanya dalam 24 jam menjadi 101,27, dan sejak itu telah turun di bawah angka 100 seiring pasar dunia bereaksi terhadap tarif AS.
Di Asia, hingga akhir April, yen Jepang telah menguat hampir 10 persen terhadap dolar AS, sementara won Korea melonjak 3,61 persen, dan dolar Taiwan naik 2,39 persen.
Seorang analis valuta asing yang tidak ingin disebutkan namanya, baru-baru ini berbicara kepada CNA, mencatat bahwa bank sentral Taiwan mengatakan pada 1 Mei bahwa mereka belum menerima permintaan apa pun dari Departemen Keuangan AS untuk mendorong apresiasi dolar Taiwan.
Selain itu, kata analis tersebut, pasar tampaknya tidak bersiap untuk kenaikan seperti itu.
Intervensi bank sentral Taiwan dalam nilai tukar mata uang selalu menjadi sesuatu yang bisa dilakukan tetapi tidak dapat diakui secara terbuka, mengingat Taiwan pada November lalu kembali dimasukkan dalam "Daftar pantauan" mata uang Departemen Keuangan AS untuk keenam kalinya secara berturut-turut, menurut analis tersebut.
Analis tersebut mengatakan bahwa hingga laporan setengah tahunan berikutnya dari Departemen Keuangan dirilis, bank sentral Taiwan akan tetap berhati-hati terhadap intervensi apa pun untuk menstabilkan nilai tukar mata uang lokal.
Meskipun Trump kemungkinan akan mendorong Taiwan untuk apresiasi lebih lanjut atas mata uangnya, tidak ada konsensus di pasar valuta asing tentang seberapa tinggi nilainya bisa naik terhadap dolar AS, mengingat sifat Trump yang tidak dapat diprediksi, kata analis tersebut.
Namun, analis tersebut menyatakan pandangan bahwa "Tidak ada ruang untuk apresiasi ke NT$28,00" terhadap mata uang AS.
Sementara itu, Chen Yu-chung (陳有忠), analis valuta asing di Taishin International Bank, mengatakan Taiwan sebelumnya mengalami arus keluar dana panas karena ketidakpastian seputar kebijakan tarif agresif Trump.
Chen mencatat bahwa ketegangan perdagangan agak mereda sejak Trump mengumumkan pada 9 April jeda 90 hari atas "Tarif resiprokal"-nya, sambil mempertahankan tarif universal dasar sebesar 10 persen untuk sebagian besar negara, kecuali Tiongkok.
Akibatnya, dolar AS terus melemah, sementara saham Taiwan memantul naik, dan investor asing beralih ke posisi beli bersih, kata Chen, seraya menambahkan bahwa semua faktor ini telah membantu mendorong dolar Taiwan.
Namun, kekhawatiran pasar tetap ada terkait perang tarif yang sedang berlangsung dan potensi perang mata uang, ujarnya.
Selesai/JA