Jakarta, 20 Juni (CNA) Pemerintah Indonesia sedang mengawasi dengan cermat apakah Temu, anak perusahaan dari platform perdagangan elektronik (e-commerce) Tiongkok "Pinduoduo" akan masuk ke pasar Indonesia.
Pihak Indonesia khawatir bahwa masuknya Temu dapat mengancam usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta mengganggu rantai pasok domestik. Seorang pejabat Kementerian Perdagangan Indonesia hari Kamis (20/6) mengatakan bahwa model bisnis Temu tampaknya melanggar aturan.
Harian berbahasa Inggris "Jakarta Post" melaporkan bahwa pemerintah sangat waspada terhadap kemungkinan masuknya platform e-commerce Tiongkok Temu ke pasar Indonesia dan menganggap bahwa hal ini dapat merugikan UMKM lokal serta mengganggu rantai pasok domestik.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI, Isy Karim menyatakan bahwa model bisnis Temu yang menjual produk langsung dari pabrik kepada konsumen tampaknya melanggar peraturan perdagangan pemerintah.
"Modelnya, Temu F to C (pabrik ke konsumen), di kita tidak bisa. Hal tersebut akan terganjar dengan peraturan pemerintah. Produsen tersebut tidak bisa langsung masuk ke konsumen. Jadi kalau setiap kegiatan dari factory ke consumer harus ada perantaranya, harus ada distributor."
Temu adalah platform lintas batas milik raksasa e-commerce Tiongkok "Pinduoduo." Sejak diluncurkan pada September 2022, Temu telah melakukan ekspansi besar-besaran ke seluruh dunia dengan harga murah dan beragam produknya.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Indonesia, Teten Masduki adalah pejabat pertama yang menyuarakan kekhawatiran tentang kemungkinan masuknya Temu ke pasar Indonesia. Ia pernah menyatakan bahwa hal ini dapat mengganggu aktivitas bisnis UMKM dan mengurangi lapangan kerja di bidang distribusi.
"Tempo" Indonesia hari ini melaporkan bahwa Menteri Perdagangan RI, Zulkifli Hasan menyatakan bahwa ia baru mengetahui keberadaan platform e-commerce Temu dan akan mempelajarinya terlebih dahulu. Ia menekankan bahwa setiap platform e-commerce harus mematuhi peraturan, dan jika tidak memiliki izin, mereka tidak diizinkan berjualan.
Seorang pejabat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Musdhalifah Machmud menunjukkan bahwa pemerintah menyadari bahwa munculnya aplikasi perdagangan digital lintas batas dapat memutus jalur distribusi, yang pada akhirnya dapat merugikan UMKM.
"Belajar dari kasus TikTok Shop, tidak semua bisnis model digital atau platform digital sesuai dengan kebutuhan Indonesia," ia mengatakan.
Musdhalifah menunjukkan bahwa tanpa pengawasan yang tepat, platform e-commerce semacam itu dapat merusak ekosistem pasar, menciptakan kompetisi yang tidak adil, menurunkan permintaan terhadap produk lokal, dan menghilangkan pekerjaan.
(Oleh Zachary Lee dan Jason Cahyadi)
Selesai/ML