Taipei, 30 Okt. (CNA) Seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Taiwan berusaha bertahan bekerja selama 17 bulan meskipun menghadapi potongan gaji tinggi dan beban tanggungan keluarga di tanah air. Ia bekerja sebagai penjaga seorang lansia, dengan kondisi demensia yang membuat hari-harinya penuh tekanan fisik dan emosional, tulis rilis pers Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas (GANAS) pada Rabu (22/10). 
Ketika kondisi kerja semakin berat, ia memutuskan untuk meminta pindah majikan melalui agensi. Namun, agensi justru menuntut denda sebesar NT$20.000 (Rp10.800.000). Setelah dilakukan mediasi di Departemen Tenaga Kerja (Depnaker), jumlah denda berhasil dinegosiasikan menjadi NT$6.000. Sayangnya, sebelum proses perpindahan selesai, ia malah diusir secara tiba-tiba dari tempat kerjanya, menurut keterangan tersebut.
Dalam situasi darurat tersebut, ia meminta bantuan GANAS Community, sehingga dapat ditampung sementara di sekretariat sambil menunggu rujukan resmi ke shelter di bawah pengawasan Depnaker.
Dalam pernyataan GANAS, Rabu (29/10), ancaman "membayar denda atau dipulangkan" juga dilayangkan oleh majikan kepada PMI lain yang berani bersuara. Dalam kasus tersebut, PMI yang juga perawat ini mengadu ke agensi karena beban kerja yang melampaui batas yakni bukan hanya merawat pasien, tapi juga harus membersihkan rumah dari lantai satu hingga lantai empat, tanpa libur, dan tanpa istirahat cukup.
Namun bukannya mendapat solusi, ia justru diancam: "Bayar denda NT$20.000 atau pulang!," tulis GANAS. Dengan keberanian, PMI ini melapor ke 1955 atas masalah yang dialaminya. Tak lama kemudian, agensi menjemputnya, kata GANAS.
Namun penderitaannya belum usai. Dengan alasan tidak ada tempat tinggal, ia dipaksa tinggal di hotel dengan biaya sendiri. GANAS Community kemudian menampung PMI ini sementara waktu, memastikan ia aman sambil menunggu keputusan dari Depnaker, tulis keterangan tersebut.
Fajar, ketua GANAS saat dihubungi CNA membenarkan adanya dua kasus tersebut. Secara aturan, Fajar mengatakan PMI memang dapat didenda oleh pemberi kerja saat berpindah majikan jika ia memutuskan kontrak kerja sebelum waktunya.
Baca berita sebelumnya https://indonesia.focustaiwan.tw/society/202504225003
Menurut Fajar, pindah majikan tidak akan dituntut denda atau pembayaran akomodasi tempat tinggal jika pemberi kerja melakukan pelanggaran atau jika pabrik bangkrut dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak.
"Namun, kasusnya berbeda jika PMI itu sendiri ingin pindah majikan dikarenakan urusan pribadi. Misalnya, mau mengikuti suami pindah ke satu kota di mana suaminya bekerja. Majikan punya hak untuk mendenda PMI, dan PMI juga harus mengeluarkan uang sendiri untuk akomodasi selama kepindahan menunggu majikan baru,"  tambah Fajar.
Saat ditanya CNA, bagaimana jika PMI tersebut pindah majikan dengan alasan tidak nyaman, atau karena pasien dan majikannya cerewet, Fajar mengatakan kasus tersebut adalah dua hal yang berbeda. 
"Jika pekerja sudah tidak nyaman bekerja, pasti ada alasan di baliknya. Misalkan, pasien yang dijaga suka memegang bagian tubuh sensitif perawatnya yang membuat PMI tersebut merasa risih. Kasus tersebut tergolong alasan pindah majikan karena pelanggaran. Jadi, PMI tidak dikenakan denda dan harus difasilitasi secara gratis mengenai akomodasinya hingga mendapat majikan baru,” jelas Fajar.
Sebaliknya, Fajar tidak membenarkan alasan PMI yang ingin pindah majikan karena pasien atau pemberi kerja cerewet. Dalam kasus ini, majikan berhak mendenda PMI, dan pekerja tersebut harus mengeluarkan uang sendiri untuk akomodasi tinggal di luar selama menunggu pemberi kerja baru, tuturnya.
Saat diwawancarai CNA pada bulan Agustus 2024, Kadir, analis bidang ketenagakerjaan KDEI menyatakan bahwa kasus yang paling banyak diterima hotline mereka adalah persoalan pindah majikan, dan ketidakharmonisan dengan pemberi kerja.
Baca berita sebelumnya https://indonesia.focustaiwan.tw/society/202408265010
Saat ditanya oleh CNA, apa yang harus ditindaklanjuti ketika bidang ketenagakerjaan KDEI mendapat aduan tersebut, Kadir menyampaikan bahwa hal pertama yang dilakukan adalah memberi penjelasan terlebih dahulu pada PMI tersebut.
“Biasanya kami berikan nasihat terlebih dahulu. Kita klarifikasi dulu permasalahannya ada dimana, apakah permasalahannya ada di PMI atau pemberi kerja. Kami juga menghubungi majikan, jika majikan mengalami kebuntuan, kami akan menghubungi agensinya. Jika agensinya tidak dapat memberi solusi, kami akan membawa permasalahan ini kepada MOL Kementerian Ketenagakerjaan Taiwan. Intinya, kami hanya menjadi penengah,” ujarnya.
“Jika ada PMI yang meminta pindah majikan, kita tidak akan dengan mudah menjawab “iya". Kita melihat akar permasalahannya dulu dimana, memang butuh waktu untuk menyelesaikannya, tetapi tidak bisa begitu saja pindah majikan. Pindah majikan memerlukan beberapa alasan yang dapat diterima dan harus disetujui oleh kedua belah pihak,” tambah Kadir.
Melalui laman facebook grup “Save PMI”, Kadir juga pernah memberikan informasi bagaimana prosedur pergantian majikan. Setelah terjadi kesepakatan antara majikan awal dengan PMI, majikan harus membantu PMI memulai proses pergantian dalam kurun waktu 30 hari. Kemudian majikan atau agensi mengajukan permohonan pergantian majikan kepada Kementerian Ketenagakerjaan (MOL) Taiwan, terangnya.
Selesai/IF