Taipei, 22 Apr. (CNA) Ketua Garda Buruh Migran Indonesia (BMI), Wanti mengatakan seorang pekerja migran Indonesia (PMI) mengadu kepada komunitasnya bahwa ia harus membayar denda kepada pemberi kerjanya karena ingin pindah majikan, padahal ia menerima informasi dari seorang pemengaruh di media sosial TikTok bahwa itu tidak perlu.
Wanti menambahkan, banyaknya ketidaktahuan PMI mengenai informasi akan pindah majikan membuat mereka terjebak dalam informasi yang kurang lengkap bahkan tidak benar.
Fajar, ketua Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas (GANAS) dalam sebuah wawancara yang dilakukan CNA mengatakan, PMI dapat didenda pemberi kerja saat berpindah majikan jika ia memutuskan kontrak kerja sebelum waktunya.
Fajar menjelaskan bahwa pindah majikan tidak akan dituntut denda atau pembayaran akomodasi tempat tinggal jika pemberi kerja melakukan pelanggaran atau jika pabrik bangkrut dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak.
“PMI tidak perlu keluarkan biaya pindah majikan seperti tempat tinggal akomodasi sementara sebelum pindah ke majikan yang baru, dan juga tidak perlu membayar denda pada majikan jika ditemukan pelanggaran pada majikan atau pabrik bangkrut. Bahkan pihak majikan harus menanggung juga masalah akomodasinya,” tutur Fajar.
“Namun, kasusnya berbeda jika PMI itu sendiri ingin pindah majikan dikarenakan urusan pribadi, misalnya, mau mengikuti suami pindah ke satu kota di mana suaminya bekerja. Majikan punya hak untuk mendenda PMI, dan PMI juga harus mengeluarkan uang sendiri untuk akomodasi selama kepindahan menunggu majikan baru,” tambah Fajar.
Saat ditanya CNA, bagaimana jika PMI tersebut pindah majikan dengan alasan tidak nyaman, atau karena pasien dan majikannya cerewet, Fajar mengatakan kasus tersebut adalah dua hal yang berbeda.
“Jika pekerja sudah tidak nyaman bekerja, pasti ada alasan dibaliknya, misalkan, pasien yang dijaga suka memegang bagian tubuh sensitif perawatnya yang membuat PMI tersebut merasa risih. Kasus tersebut tergolong alasan pindah majikan karena pelanggaran. Jadi, PMI tidak dikenakan denda dan harus difasilitasi secara gratis mengenai akomodasinya hingga mendapat majikan baru,” jelas Fajar.
Sebaliknya, Fajar tidak membenarkan alasan PMI yang ingin pindah majikan karena pasien atau pemberi kerja cerewet. Dalam kasus ini, majikan berhak mendenda PMI, dan pekerja tersebut harus mengeluarkan uang sendiri untuk akomodasi tinggal di luar selama menunggu pemberi kerja baru, tuturnya.
Fajar pun menambahkan informasi yang ia dapat dari laman resmi Kementerian Ketenagakerjaan
mengenai UU Layanan Ketenagakerjaan serta Peraturan tentang Perizinan dan Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Fajar menjelaskan, apabila pasien meninggal atau penyebab ada pemutusan kontrak karena unsur pelanggaran majikan, pihak pemberi kerja berkewajiban memberikan tempat tinggal dan kebutuhan makan selama masa pergantian ke majikan baru.
Jika tanggung jawab tersebut dialihkan pada agensi, perantara tenaga kerja itu tidak diperbolehkan memungut biaya tersebut kepada pekerja, tambahnya.
Pelanggaran seperti yang tertera dalam undang-undang tersebut dapat menghasilkan denda NT$60.000-NT$300.000 (Rp31,083 juta – Rp155,417 juta), kata Fajar.
Fajar menegaskan bahwa pekerja migran bisa meminta pindah majikan tanpa persetujuan pemberi kerja jika pasiennya meninggal dunia, pabriknya bangkrut, dipaksa bekerja di luar job (pekerjaan dalam kontrak), atau majikannya melakukan kekerasan fisik/seksual atau pelanggaran kontrak kerja.
Namun, kata Fajar, apabila hal itu dilakukan dengan alasan pabrik tidak ada memberikan lembur atau pasien cerewet dan pelit, pekerja dapat dikenakan denda dan bisa saja majikan meminta ganti biaya agensi kepadanya.
Terutama apabila pekerja dan majikan pernah bertanda tangan perjanjian tentang ganti rugi atau denda ini, ungkapnya.
“Dikarenakan alasan yang rumit ini, untuk itulah GANAS giat menyuarakan 'Permudah pindah majikan' karena pekerja sulit pindah -- terutama pekerja rumah tangga -- sedangkan majikan dengan mudah 'Membuang' pekerjanya tanpa ada kompensasi,” tulis Fajar melalui pesan singkatnya kepada CNA.