Taipei, 23 Des. (CNA) Sempat ramai di beranda media sosial, akun king_uyakuya mengunggah ucapan terima kasih kepada berbagai pihak atas bantuan penggalangan dana untuk jenazah Eka Fitri, Pekerja Migran Indonesia Overstay (PMIO) dari Taiwan yang baru dipulangkan ke Banyuwangi, Indonesia hari Sabtu (14/12) lalu.
Melalui media sosial resminya, Surya Utama alias Uya Kuya menyampaikan bahwa biaya pemulangan jenazah PMIO tersebut menghabiskan dana sekitar Rp173 juta, di mana biaya tersebut didapat dari penggalangan dana yang dikoordinir oleh Miss Yuni Hong Kong dan kekurangan dana beberapa puluh juta rupiah, dibayarkan oleh Uya Kuya secara pribadi.
Uya Kuya juga menyebutkan bahwa Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei turut membantu dengan membayarkan biaya penitipan jenazah selama di rumah sakit. Selain itu, anggota komisi IX DPR RI tersebut juga menyebutkan Balai Pelayanan Pelindungan PMI (BP3MI) Jawa Timur yang telah mengurus jenazah dari Bandara Juanda ke Banyuwangi.
Dalam pernyataan tersebut, Uya Kuya juga mengatakan jika ada pihak yang menyatakan bahwa pemulangan jenazah PMIO bisa meminta dana dari pemerintah itu bohong besar. Pernyataan Uya Kuya tersebut disanggah oleh Fajar, Ketua Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas (GANAS).
Melalui rilis pres yang dituliskan GANAS Community kepada CNA, Fajar mengatakan bahwa ia tergelitik dengan pernyataan Uya Kuya yang mengatakan bahwa pemulangan jenazah PMIO dengan bantuan dana pemerintah itu "Bohong besar". Menurutnya, GANAS Community sudah beberapa kali mengawal pemulangan jenazah PMIO juga dari Taiwan.
Fajar menuliskan bahwa awalnya memang Bidang Perlindungan warga Negara Indonesia (PWNI) meminta biaya tersebut ke keluarga, kemudian, keluarga mendiang lapor melalui organisasi kedaerahan atau informasi dari PMI perseorangan dan GANAS lanjutkan pelaporan ke pemerintah RI Jakarta dalam hal ini Kemenlu melalui jaringan organisasinya, ujar Fajar.
“Akhirnya dipulangkan hingga ke kampung halaman dan keluarga tidak terbebani biaya Rp1 pun. Pastinya kami juga tidak menggalang donasi atau juga tidak melibatkan partai manapun dalam hal ini,” tulis Fajar.
“Seperti apapun PMIO adalah pekerja migran yang masih berstatus sebagai WNI dan kami juga mengerti terlepas PMIO tersebut meninggal dunia dengan status overstay tentu sedikit banyak juga memberikan sumbangsih pada negara tercinta berupa devisa. Nah, dari hal ini lah kami punya harapan besar pada wakil rakyat yang duduk dalam DPR termasuk Bang Uya Kuya untuk memperjuangkan hak WNI yang meninggal dunia,” sambungnya.
“Tidak ada siapapun yang ingin ke Taiwan untuk meninggal dunia apalagi dengan status kaburan. Harusnya sebagai anggota DPR terus mempelajari bagaimana situasi dan kondisi PMI dalam hal ini di Taiwan. Kenapa angka kaburan makin tinggi dan persoalan migran makin rumit terjadi. Bukan sekedar himbauan agar tidak kabur, tetapi harus perbaiki tata kelola pelindungan dan penempatan,” ungkap Ketua Ganas sekaligus Serikat Buruh Industri Perawatan Taiwan (SBIPT) tersebut.
“Apalagi dengan melanggengkan donasi yang justru membuat citra pemerintah benar-benar tidak berguna untuk melindungi warga negaranya biarpun dalam keadaan jenazah. Saya yakin Bang Uya Kuya mampu melakukan hal ini sebab perolehan suara di Taiwan yang juga penentu beliau diangkat jadi DPR juga tinggi. Salam Solidaritas dari kami, GANAS Community, organisasi PMI yang tidak berada dibawah kendali partai,” tulis rilis persnya yang disampaikan pada CNA.
CNA juga menghubungi Arif Sulistiyo, Kepala KDEI menanyakan upaya terkait pemulangan jenazah tersebut.
Arif menyampaikan, pada tahun 2024 periode 1 januari sampai dengan tanggal 19 Desember, jumlah PMI yang meninggal dunia di Taiwan sebanyak 104 jenazah (terdiri dari 73 PMI resmi dan 31 PMIO).
Semua jenazah tersebut telah ditangani dengan baik oleh KDEI, mulai dari proses administrasi jenazah, penanganan fisik jenazah, pemulasaran menurut agama masing-masing sampai dengan koordinasi pemulangan ke daerah asal di Indonesia, ujar Arif melalui wawancaranya bersama CNA.
“Dalam proses pemulangan Jenazah ke Indonesia, KDEI Taipei menggunakan perusahaan jasa pemulangan jenazah yang ada di Taiwan, Biaya pemulangan jenazah memerlukan anggaran rata-rata sebesar Rp150 juta hingga Rp170 juta per jenazah. Adapun biaya freezer jenazah rata-rata sebesar NT$1500 (setara Rp750.000) per hari,” ujar Arif.
PMIO yang dikenal dengan PMI kaburan, meninggal dunia di Taiwan sampai dengan tanggal 19 Desember 2024 berjumlah 31 jenazah. Jumlah ini meningkat tajam dibandingkan tahun 2023 (19 jenazah). Penanganan jenazah PMIO memiliki tantangan tersendiri karena statusnya yang ilegal, maka asuransi kesehatan dan asurani ketenagakerjaan hangus dan tidak dapat di klaim, sambung Arif menjelaskan.
Arif menyampaikan juga bahwa pihaknya kesulitan mencari dan meminta pertanggungjawaban majikan tempat bekerja karena statusnya ilegal.
Pernyataan tersebut juga menjelaskan bahwa KDEI melakukan koordinasi dengan berbagai otoritas terkait, termasuk rumah sakit di Taiwan serta kementerian dan lembaga di Indonesia untuk memastikan jenazah ditangani dengan baik hingga tiba di tanah air.
Dalam wawancaranya bersama CNA, Arif juga menambahkan jika lamanya proses pemulangan jenazah juga bervariasi karena terdapat ketentuan dan prosedur di Taiwan yang harus dilalui, sehingga KDEI tidak turut campur tangan terkait hal tersebut.
“Setiap kasus berbeda sumber pembiayaanya. Ada pembiayaan jenazah PMIO yang diminta dari majikan ilegal, donatur, cost sharing antara pihak terkait, dan keluarga. Dalam beberapa kasus, KDEI membiayai local cost penanganan jenazah selama berada di Taiwan.” Ujarnya.
Arif juga menyampaikan imbauan kepada PMI di Taiwan agar tidak menjadi PMIO atau yang disebut pekerja kaburan karena melanggar hukum dan banyak kerugian serta resikonya.
Baca juga: KDEI Taipei: Jangan jadi PMI kaburan, banyak ruginya
Selesai/JA