Rencana pemerintah Taiwan izinkan pekerja migran perhotelan tuai respons beragam

31/10/2025 18:50(Diperbaharui 31/10/2025 18:50)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Foto untuk ilustrasi semata. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
Foto untuk ilustrasi semata. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)

Taipei, 31 Okt. (CNA) Rencana pemerintah Taiwan untuk membuka izin pekerja migran di sektor perhotelan, yang diumumkan hari Kamis (31/10), telah mendapatkan reaksi yang beragam, termasuk kelompok buruh yang menentang, pihak usaha yang optimistis, hingga pakar yang mendukung.

Chen Yu-hsiu (陳玉秀), Direktur Jenderal Pariwisata, pada Kamis mengatakan kepada para legislator bahwa industri perhotelan dapat mulai mempekerjakan pekerja migran terampil tingkat menengah pada kuartal pertama tahun depan untuk melakukan tugas-tugas tata graha, kebersihan, resepsionis, dan layanan makanan.

Baca juga: Taiwan akan rekrut pekerja migran untuk sektor perhotelan

Menanggapi ini, Taiwan Labor Front (TLF) dalam pertanyaannya mengatakan bahwa pekerja migran di Taiwan telah mencapai 858.939 orang per September, namun jumlah kuota yang jelas masih belum diumumkan Kementerian Kementerian Ketenagakerjaan (MOL) meski MOL telah menetapkan indikator.

TLF juga mengatakan bahwa kasus pemblokiran Giant Manufacturing Co. di Taiwan oleh Amerika Serikat atas dugaan kerja paksa baru-baru ini, termasuk terhadap pekerja migran, menunjukkan sistem perekrutan tenaga kerja asing saat ini berpotensi melanggar indikator kerja paksa Organisasi Perburuhan Internasional.

Jika pemerintah terus memperluas perekrutan tanpa memperbaiki kondisi kerja pekerja migran, semakin banyak dari mereka akan terjebak dalam eksploitasi dan pelanggaran hak asasi manusia, sehingga Taiwan berisiko menghadapi sanksi dan krisis reputasi internasional, kata TLF.

Lebih lanjut, TLF menjelaskan menurut hukum Taiwan, pekerja migran seharusnya hanya menjadi pelengkap tenaga kerja lokal, dan diperbolehkan untuk proyek-proyek besar nasional, kebutuhan pembangunan ekonomi dan sosial, atau pekerjaan dengan keahlian khusus yang sulit ditemukan di dalam negeri.

Namun, kementerian terkait hingga kini belum menetapkan standar yang jelas, kata TLF, seraya mempertanyakan apakah pembukaan sektor perhotelan termasuk dalam kategori yang dimaksud dan menilai perlu ada kajian ulang.

Menurut hukum, pemberi kerja hanya boleh mengajukan permohonan pekerja migran setelah gagal merekrut tenaga kerja lokal dengan kondisi kerja yang wajar, namun kekurangan sumber daya manusia yang sering dikemukakan pengusaha berakar pada rendahnya gaji dan buruknya kondisi kerja, kata TLF.

Selain itu, setelah mempekerjakan pekerja migran, banyak pengusaha hanya membayar upah minimum, dan menggunakan sistem bonus atau tunjangan berbeda untuk membedakan mereka dengan tenaga kerja lokal, kata TLF.

Pola ini, menurut TLF, menekan tingkat upah secara sistematis, memperburuk kondisi pekerja migran, dan mempertahankan industri dengan gaji rendah, sehingga semakin sedikit warga lokal yang mau mendaftar bekerja.

TLF menegaskan bahwa pemerintah harus mengevaluasi total sistem perekrutan migran yang berorientasi pada penekanan biaya tenaga kerja, seiring masalah kekurangan tenaga kerja hanya bisa diatasi dengan memperbaiki kondisi kerja dan memberikan upah yang layak.

Jika perusahaan terus mengeluh kekurangan tenaga kerja namun enggan menaikkan gaji, Taiwan akan terus terjebak dalam lingkungan upah rendah dan citra buruk eksploitasi, kata TLF, sehingga mereka menolak solusi yang berfokus pada pelonggaran kebijakan pekerja migran tanpa perbaikan struktural yang menyeluruh.

Di sisi lain, Wakil Manajer Umum Pemasaran dan Humas Silks Hotel Group, Chang Yun (張筠), mengatakan kepada CNA bahwa pihaknya menyambut baik langkah pertama kebijakan ini, karena menurutnya akan menambah tenaga kerja di industri perhotelan dan memperluas kolam sumber daya manusia.

Namun, ia juga mengakui rincian pelaksanaannya masih perlu dikaji lebih lanjut oleh departemen sumber daya manusia. Pihaknya harus mempertimbangkan secara menyeluruh sumber tenaga kerja baru dan struktur gajinya sebelum mulai merekrut atau mempromosikan, ujarnya.

Ia menambahkan saat ini posisi yang paling kekurangan adalah pekerja level dasar, sehingga perlu dilihat lebih lanjut jenis pekerjaan apa yang dapat dilakukan tenaga kerja baru ini, posisi baru apa yang mungkin perlu dikembangkan, serta pelatihan prakerja apa yang harus disiapkan.

Sekretaris Jenderal Taiwan Tourist Hotel Association, Cho Chien-hui (卓倩慧) mengatakan pemerintah telah menunjukkan itikad baik dan akhirnya ada titik terang setelah bertahun-tahun pembahasan. Namun, ia menekankan yang dibutuhkan industri perhotelan adalah pekerja dasar yang stabil.

Karena pekerja migran tingkat menengah memiliki pelatihan profesional hotel yang berbeda dari Taiwan dan cenderung menempati posisi manajerial menengah, ia khawatir kebijakan ini justru akan memicu penolakan dari tenaga kerja level dasar dan menimbulkan gelombang pengunduran diri.

Seorang pelaku industri perhotelan yang enggan disebut namanya mengatakan ia secara umum menyambut baik kebijakan ini. Menurutnya, mendatangkan pekerja migran secara tepat dapat membantu menstabilkan kualitas operasional dan standar pelayanan.

Sementara itu, Hsin Ping-lung (辛炳隆), lektor kepala tambahan di Institut Pembangunan Negara National Taiwan University, mengatakan kepada CNA bahwa selama ini kekhawatiran terhadap peningkatan jumlah pekerja migran terutama terkait dengan potensi berkurangnya kesempatan kerja bagi warga lokal.

Namun, di tengah penurunan angka kelahiran, menurutnya, cara berpikir tersebut harus diubah, dan kebijakan mendatangkan pekerja migran seharusnya justru dimanfaatkan untuk menciptakan peluang kerja yang lebih baik bagi tenaga kerja lokal, ujarnya.

Hsin menjelaskan, saat ini persoalan utama bukan lagi pengangguran, melainkan rendahnya upah dan kondisi kerja, sehingga arah kebijakan ini layak didukung jika dapat mendorong peningkatan kondisi kerja bagi tenaga lokal.

Sektor perhotelan selama ini sering mengeluhkan kekurangan tenaga kerja dan berharap dapat mempekerjakan pekerja migran.

Hsin juga menegaskan bahwa para pelaku industri kerap berharap dapat mempekerjakan pekerja migran sambil berdalih itu bukan karena tidak sanggup membayar gaji yang layak, melainkan karena sulit mencari tenaga kerja.

Kini, dengan adanya opsi pekerja migran tingkat menengah yang diizinkan rencana ini, bila mereka masih enggan mengikuti aturan tersebut, berarti niat sebenar mereka hanyalah ingin menekan biaya sumber daya manusia, ujar Hsin.

(Oleh Yu Hsiao-han, Chiang Ming-yen, Elly Wu, dan Jason Cahyadi)

Selesai/ML

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.