Komnas HAM Taiwan serukan hak pekerja migran pasca blokir AS

05/10/2025 14:08(Diperbaharui 05/10/2025 14:08)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

(Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
(Sumber Foto : Dokumentasi CNA)

Taipei, 5 Okt. (CNA) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (NHRC) hari Jumat (3/10) meminta pemerintah mempertimbangkan perubahan dan menyerukan pengusaha melakukan peninjauan untuk memastikan hak-hak pekerja migran, setelah Amerika Serikat (AS) memblokir produk salah satu pabrik sepeda di Taiwan baru-baru ini.

Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) AS pada 24 September mengeluarkan perintah penahanan pelepasan (WRO) untuk sepeda yang dibuat Giant Bicycles di Taiwan berdasarkan undang-undang yang melarang barang yang dibuat dengan kerja paksa masuk ke AS.

Sebelumnya, sebuah laporan dari Departemen Tenaga Kerja AS berdasarkan wawancara tahun 2024 dengan pekerja migran Vietnam dan Thailand di pabrik Giant di Distrik Dajia, Taichung, sempat mengidentifikasi beberapa risiko kerja paksa.

Baca juga: Otoritas Taiwan bergerak pasca Giant Bicycles diblokir AS atas tudingan kerja paksa

Menanggapi ini, NHRC dalam pernyataannya menegaskan kasus ini menunjukkan bahwa hak asasi manusia (HAM) adalah indikator penting dalam rantai pasokan internasional.

Pemerintah dan pelaku industri, kata komisi tersebut, harus melakukan pemeriksaan menyeluruh, demi memastikan bahwa dalam persaingan rantai pasokan internasional, "Buatan Taiwan" juga berarti "Jaminan HAM".

NHRC menyatakan bahwa di sejumlah industri padat karya di Taiwan, seperti manufaktur dan konstruksi, sering muncul persoalan kerja paksa, misalnya biaya perekrutan dari agensi tenaga kerja yang tinggi, penahanan dokumen, jam kerja berlebihan, serta upah rendah.

Selain itu, juga terjadi eksploitasi tenaga kerja, eksploitasi seksual, hingga perdagangan manusia, yang bertentangan dengan semangat Konvensi No. 29 Organisasi Perburuhan Internasional tentang Kerja Paksa atau Wajib Kerja, kata NHRC.

Oleh karena itu, kata NHRC, Kementerian Ketenagakerjaan harus mempertimbangkan untuk mengkaji pelonggaran pembatasan kebebasan pekerja migran dalam berpindah majikan, menghapus beban biaya perekrutan, serta memperkuat sistem perekrutan langsung guna menekan risiko eksploitasi oleh agensi.

Selain itu, NHRC menuntut diperbaruinya Rencana Aksi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia, yang disusun Yuan Eksekutif (Kabinet) pada 2020, untuk mencegah terjadinya praktik kerja paksa di Taiwan, serta penyusunan segera pedoman uji tuntas HAM bagi perusahaan.

NHRC juga meminta Kabinet menetapkan langkah-langkah konkret untuk mencapai tujuan kebijakan menurut Prinsip-Prinsip Panduan tentang Bisnis dan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pemerintah harus merancang program pendidikan HAM yang sistematis untuk dunia usaha, agar para pengusaha dan departemen terkait dapat meningkatkan kemampuan identifikasi dan pencegahan risiko pelanggaran HAM, tambah NHRC.

Sementara itu, pihak perusahaan harus melaksanakan tanggung jawabnya terhadap HAM dengan mematuhi prinsip "melindungi, menghormati, dan memulihkan", kata komisi tersebut.

Perusahaan juga mesti meninjau kondisi rantai pasokan dan lingkungan kerja, memastikan hak-hak pekerja migran maupun lokal tidak dilanggar, kata NHRC.

Ke depannya, perusahaan harus secara proaktif mengumumkan langkah perbaikan dan laporan, sehingga dapat memperoleh kepercayaan pasar internasional, kata mereka.

(Oleh Lai Yu-chen dan Jason Cahyadi)

Selesai/IF

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.