Oleh Miralux
Dua pekerja migran Indonesia, Azril dan Ulin, melaporkan harus membayar biaya pekerjaan (job) hingga mencapai Rp65 juta. Selain itu, mereka tetap dibebani potongan bank sebesar NT$9.380 (Rp5,121 juta) selama 10 bulan.
Ulin menyatakan bahwa dirinya menjadi korban pembayaran biaya ganda, tetapi justru dipecat setelah 20 bulan bekerja. CNA mewawancarai mereka pada Minggu (28/9) untuk mendalami pengalaman yang mereka alami.
Bayar biaya job ganda, malah dipecat
Azril tiba di Taiwan pada Desember 2024 dan diminta oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) untuk membayar biaya pekerjaan sebesar Rp65 juta. Jika tidak membayar, Azril tidak dapat berangkat ke Taiwan. Ia akhirnya ditempatkan di sebuah pabrik budidaya jamur di Changhua.
Namun, Azril hanya bekerja selama 20 hari sebelum dipecat. Ia melaporkan kasus ini ke serikat Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas (GANAS) Community. Aktivis GANAS kemudian membawanya untuk tinggal di shelter Taiwan International Workers Association (TIWA). Selama lima bulan di shelter, Azril menganggur. Setelah mediasi, tiga bulan terakhir ia mulai bekerja kembali di Yilan.
Sementara itu, Ulin menyampaikan bahwa sebelum berangkat ke Taiwan, ia diminta membayar biaya agensi, seperti biaya visa panggilan yang diajukan oleh pemberi kerja di negara tujuan untuk merekrutnya secara langsung sebesar Rp5 juta. P3MI kemudian menjanjikan adanya pekerjaan. Lima bulan kemudian, P3MI menawarkan pekerjaan di sebuah pabrik di Guishan, Taoyuan, dengan biaya tambahan sebesar Rp35 juta, sehingga total biaya yang dibayarkan mencapai Rp40 juta.
“Saya membayar saja, karena saya tidak tahu kalau biaya job itu ilegal. Agensi bilang harus bayar karena saya inginnya segera terbang ya saya bayar saja. Eh ternyata saat saya datang Desember 2023, setelah saya bekerja 1 bulan, saya malah harus dibebani membayar cicilan bank sebanyak NT$9380 per bulan selama 10 bulan, kalau di total menjadi NT$93,800,” ujar Ulin.
Namun baru saja 20 bulan bekerja, Ulin diharuskan mengundurkan diri karena majikan tidak mau mempekerjakannya lagi. Ia pun menolak untuk menandatangani pengunduran diri tersebut.
“Saya bekerja di sini baru 20 bulan, sudah bayar Rp40 juta untuk biaya job, terus tiap bulan dipotong bank belum balik modal dan sekarang kena dipecat bahkan agensi bilang harus mengundurkan diri bukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Seharusnya kalo PHK ada pesangon. Saya tidak mau kalau diminta mengundurkan diri.” Ungkapnya.
Setelah 20 bulan bekerja, Ulin diminta mengundurkan diri karena majikan tidak mau mempekerjakannya lagi. Ia menolak menandatangani surat pengunduran diri karena seharusnya jika dipecat melalui Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), ia berhak atas pesangon.
Demi bayar biaya job, harus utang di Indonesia
Azril memberitahu pada CNA bahwa uang biaya job yang harus ia bayarkan sebelum terbang ke Taiwan, itu mencarinya susah, bahkan harus berutang terlebih dahulu.
“Uang seperti itu kalau di Indonesia susah mencarinya, saya harus gadaikan sawah. Saya tidak tahu aturan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) seperti apa tentang biaya job, apakah sama dengan biaya penempatan. Saya tahunya dari P3MI harus bayar sekian juta kalau mau terbang ke Taiwan segera. Saya sih mau saja disuruh bayar karena saya ingin kerja, itu saja,” ujar Azril dengan penuh kesedihan.
Azril pun menambahkan bahwa sudah menjadi rahasia umum tentang biaya job sebesar Rp65-Rp100 juta yang mengharuskan PMI untuk membayar, kalau mau mendapat job dari pabrik, sehingga bisa terbang segera di Taiwan.
“Selain biaya job, kita juga harus bayar potongan bank lagi. Banyak P3MI yang melakukan penagihan di luar biaya penempatan. Kalau tidak bayar job, tidak dapat pekerjaan,” tambahnya.
Sedangkan Ulin mengatakan, menurut informasi yang ia ketahui dari teman-temannya. Praktik biaya job itu sebenarnya permainan antara P3MI dan agensi.
“Ini kalau orang Jawa bilangnya ada 'kongkalikong' gitu yah seperti uang pembayaran jabat tangan di bawah meja,” katanya.
Ia pun awalnya tidak tahu jika biaya job itu sebenarnya ilegal dan tidak ada di aturan pemerintah biaya penempatan.
Meminta KP2MI dan KDEI tindak tegas oknum yang meminta biaya job
Azril menyatakan sedikit kecewa dengan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) karena laporan sebelumnya belum mendapat penyelesaian.
Ia pernah melapor ke KDEI saat menghadiri acara diskusi bersama bersama GANAS pada Januari lalu. Sebanyak 30 kasus masih belum ada kepastian jalan keluar.
“Tolong segera diselesaikan agar P3MI segera mengembalikan hak saya. Harapan saya untuk pemerintah KP2MI menindak tegas oknum yang memberlakukan biaya job CPMI. Saya ingin uang saya dikembalikan lagi, hampir semua PMI berangkat dengan utang untuk biaya job,” harap Azril.
Sementara itu, Ulin mengatakan bahwa pihak SEBIMA dan GANAS sudah mendorong pemerintah Indonesia melalui KDEI agar hal ini jangan sampai terjadi lagi.
“Untuk biaya saya ingin dikembalikan juga karena itu sifatnya ilegal. Tidak ada biaya job. Seharusnya kita menyelesaikan dengan aturan yang ada. Kalau biaya job tidak sesuai aturan, harusnya uang kami dikembalikan. Ini harus kita lawan, tetapi kalau dua orang saja tidak bisa, kita butuh pejabat berwenang, relasi, dan organisasi untuk bersatu melawan ketidakadilan ini,” ungkap Ulin.
Selesai/JA