Taipei, 25 Sep. (CNA) Pebulu tangkis Taiwan Chou Tien-chen (周天成) bekerja sama dengan Harmony Home Foundation untuk menggelar sebuah pameran tentang anak-anak tanpa identitas dari pekerja migran pada Kamis (25/9) hingga Minggu, dengan harapan publik menaruh perhatian pada isu ini.
Pendiri Harmony Home, Nicole Yang (楊婕妤) menjelaskan bahwa sebagian pekerja migran perempuan yang hamil saat bekerja di Taiwan memilih melarikan diri dari tempat kerja karena takut dideportasi. Hal ini membuat mereka mendapat status hilang kontak, ujarnya.
Anak-anak tanpa identitas biasanya lahir dari orang tua pekerja migran hilang kontak, kata Yang. Karena tidak memiliki status hukum, mereka tidak tercatat pemerintah, tidak memiliki kewarganegaraan maupun jaminan kesehatan, tambahnya.
Akibatnya, mereka kesulitan mendapatkan hak dasar seperti perawatan hidup, pendidikan, bahkan sering menghadapi hambatan serius dalam akses layanan kesehatan, kata Yang.
Chou, yang di sepanjang karier bulu tangkisnya memiliki hubungan mendalam dengan Indonesia -- negara asal pekerja migran terbanyak di Taiwan -- juga memutuskan untuk ikut terlibat dalam isu ini.
Ia merupakan satu-satunya atlet Taiwan yang pernah menjuarai tunggal putra Indonesia Open Super 1000, dan pelatih yang sangat berjasa baginya, Victo Wibowo, juga berasal dari Indonesia.
Dalam wawancara dengan media, Chou, yang kini sedang berlaga di Korea, mengatakan bahwa semangat luar biasa para penggemar bulu tangkis Indonesia meninggalkan kesan mendalam baginya.
"Selain interaksi di lapangan, saya juga terus mengikuti isu sosial di Indonesia, sehingga terjalin ikatan emosional yang kuat dengan masyarakat di sana," ujarnya.
Chou menambahkan, melihat Harmony Home terus menjaga anak-anak ini dengan memberikan bantuan medis, kebutuhan hidup, serta pendidikan, membuatnya sangat tersentuh.
"Saya berharap masyarakat luas dapat bersama-sama melindungi anak-anak ini lewat aksi nyata dan kepedulian, agar setiap kehidupan bisa tumbuh dengan aman dan sehat," ucapnya.
Ia menekankan bahwa olahraga dan kepedulian kemanusiaan tidak seharusnya dibatasi oleh batas negara. "Di mana pun seorang anak dilahirkan, ia berhak atas pendidikan dan jaminan hidup dasar."
Dengan pengaruh yang dimilikinya, kata Chou, ia berharap dapat menyalurkan cinta dan aksi nyata, sekaligus membangkitkan kepedulian lebih banyak orang terhadap isu anak-anak tanpa identitas.
Pameran ini digelar di pujasera lantai empat pusat perbelanjaan FEDS Xinyi A13, Kota Taipei dan akan diisi berbagai pertunjukan ramah anak, menurut situs web yayasan.
(Oleh Liu Chien-chung dan Jason Cahyadi)
Selesai/ja