Taipei, 23 Sep. (CNA) Tiga kandidat yang bersaing untuk memimpin Kuomintang (KMT), partai oposisi terbesar di Taiwan, telah menguraikan pandangan mereka tentang kebijakan terhadap Tiongkok dalam sebuah debat yang disiarkan di televisi baru-baru ini, semuanya menginginkan hubungan yang lebih baik dengan Beijing melalui pendekatan yang berbeda.
Chang Ya-chung (張亞中), mantan profesor ilmu politik di National Taiwan University, mengatakan bahwa jika terpilih, ia akan mendorong pengembalian Pedoman Unifikasi Negara, yang menetapkan proses unifikasi Tiongkok dengan Taiwan sebagai bagiannya.
Pedoman tersebut, yang dihapus pada 2006 oleh mantan Presiden Chen Shui-bian (陳水扁), menurut Chang, akan membuka jalan bagi unifikasi damai antara Taiwan dan Tiongkok Daratan.
Selama Kuomintang (KMT) teguh mematuhi pendiriannya, yang menurut Chang berarti mengikuti Konstitusi Republik Tiongkok (Taiwan), kedua belah pihak dapat menandatangani memorandum perdamaian, sesuatu yang telah lama diadvokasikan oleh dirinya.
Memorandum semacam itu, katanya, akan merinci hubungan lintas Selat Taiwan, ruang internasional Taiwan, dan apakah Tiongkok Daratan akan melepaskan penggunaan kekuatan terhadap Taiwan, serta akan berlandaskan pada Konstitusi, yang didasarkan pada gagasan bahwa hanya ada "satu Tiongkok."
Legislator KMT Lo Chih-chiang (羅智強) merangkum posisinya tentang hubungan lintas selat sebagai, "Saya orang Taiwan dan Tiongkok. Tiongkok saya adalah Republik Tiongkok (ROC)."
Lo mengatakan jika ia membahas makna politik di balik nama "Tiongkok", itu adalah ROC.
Legislator tersebut mengatakan ia akan berpegang pada "Konsensus 1992" yang diusung mantan Presiden Ma Yung-jeou (馬英九), yang menurutnya merupakan fondasi stabilitas dan kemakmuran selama masa kepresidenan Ma dari 2008 hingga 2016.
Legislator KMT Cheng Li-wun (鄭麗文) juga berjanji untuk membela ROC di bawah Konstitusi sambil menghancurkan setiap seruan untuk kemerdekaan Taiwan.
Ia juga berjanji untuk mematuhi "Konsensus 1992", menyebutnya sebagai fondasi 100 tahun perdamaian lintas Selat Taiwan.
Namun, Chang berpendapat bahwa status quo tidak dapat dipertahankan selamanya dan bahwa konsensus tersebut hanya akan menghambat kemajuan dalam menciptakan perdamaian antara kedua sisi Selat Taiwan.
"Konsensus 1992" adalah pemahaman diam-diam yang dicapai pada 1992 antara pemerintah KMT saat itu dan pemerintah Tiongkok.
Konsensus ini diartikan KMT sebagai pengakuan diam-diam oleh kedua pihak bahwa hanya ada satu Tiongkok, dengan masing-masing pihak bebas menafsirkan apa arti "Tiongkok".
Partai Progresif Demokratik (DPP) yang kini berkuasa di Taiwan tidak pernah mengakui "Konsensus 1992", dengan alasan bahwa Beijing tidak memberikan ruang untuk penafsiran "Tiongkok" sebagai ROC.
Selain itu, berbeda dengan KMT yang bersikeras bahwa "Tiongkok" adalah "ROC", DPP menganggap penerimaan konsensus tersebut sebagai persetujuan atas klaim Beijing terhadap Taiwan.
Menurut survei yang dirilis pada Mei 2025 oleh Dewan Urusan Tiongkok Daratan (MAC) Taiwan, 73,1 persen responden menolak "Konsensus 1992" yang didasarkan pada "Prinsip Satu Tiongkok" Beijing, dan 79,4 persen menolak klaim Beijing bahwa masa depan Taiwan terletak pada "unifikasi negara".
Kerja sama dengan TPP
Menanggapi pertanyaan tentang kemungkinan aliansi antara KMT dan Partai Rakyat Taiwan (TPP) yang lebih kecil dalam pemilihan lokal 2026 dan pemilihan presiden 2028 untuk memastikan kemenangan, Lo mengatakan ia berada dalam posisi yang baik untuk merampingkan upaya tersebut.
Ia menunjuk pada apa yang ia gambarkan sebagai dasar kepercayaan timbal balik yang kuat dengan TPP, yang terbentuk dari interaksi seringnya dengan rekan-rekan TPP di Yuan Legislatif.
Cheng mengatakan kedua partai harus terlebih dahulu mencapai kesepakatan tentang aturan utama pemilihan presiden dan aturan tersebut harus diumumkan oleh komite tetap pusat masing-masing partai, seraya menambahkan bahwa kepercayaan dan rasa hormat timbal balik harus menjadi dasar dari setiap kolaborasi.
Kedua partai oposisi tersebut mencoba membentuk tiket bersama untuk pemilihan presiden 2024 antara pendiri TPP Ko Wen-je (柯文哲) dan Wali Kota New Taipei Hou Yu-ih (侯友宜).
Namun, upaya mereka akhirnya gagal, sebagian karena kedua belah pihak tidak setuju agar calon presiden partai mereka maju sebagai calon wakil presiden dalam tiket bersama dan karena perbedaan pandangan politik di antara para pendukung mereka.
Debat KMT pada Sabtu (20/9), yang merupakan yang pertama dari tiga yang direncanakan, diselenggarakan operator televisi CtiTV.
Kandidat lain untuk posisi ketua partai, mantan Bupati Changhua Cho Po-yuan (卓伯源), yang tidak diundang, melakukan protes di luar lokasi dan mengecam CTiTV karena sengaja mencoba menyingkirkannya.
Mantan Wali Kota Taipei Hau Lung-bin (郝龍斌), yang juga bersaing untuk posisi ketua partai, diundang namun tidak hadir, dengan alasan bentrok jadwal.
Selesai/JC