Rombongan musisi eksperimental Indonesia siap tampil di festival Taiwan, Sonic Shaman

21/11/2024 19:50(Diperbaharui 21/11/2024 19:50)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Sonic Shaman: TheCube Forum Music Festival (Sumber Foto: TheCube Project Space)
Sonic Shaman: TheCube Forum Music Festival (Sumber Foto: TheCube Project Space)

Taipei, 21 Nov. (CNA) Rombongan musisi eksperimental Indonesia dijadwalkan mengisi festival musik berbasis seni, Sonic Shaman yang digelar pada 23 November serta 30 November dan 1 Desember, mereka adalah Senyawa dan Wok the Rock dari Yogyakarta; Kadapat dari Bali; dan Asep Nayak dari Papua Barat.

Berdasarkan jadwal yang diunggah oleh Sonic Shaman, Asep Nayak akan tampil lebih dulu pada 23 November di Auspic Paper, New Taipei. Sementara Kadapat, Senyawa, dan Wok the Rock tampil di tanggal 30 November dan 1 Desember di Jut RS289 di Dazhi, Taipei.

Festival yang punya nama komplet Sonic Shaman: TheCube Forum Music Festival merupakan praktik kreatif oleh TheCube Project Space, sebuah galeri alternatif di Taipei, yang menggunakan konsep "Festival musik berbasis seni" untuk menyelenggarakan acara pertunjukan lintas disiplin.

"Ini menandai pameran musik lintas disiplin pertama di Taiwan," kata TheCube.

Acara tahun ini tidak hanya melanjutkan semangat lintas disiplin yang mereka mulai pada tahun 2022, yakni menggabungkan band independen, suara eksperimental, musik elektronik, seni pertunjukan, dan ceramah performatif, tetapi juga memperkenalkan teater, pemutaran film pendek, dan karya seni instalasi, yang selanjutnya memperluas jangkauan ekspresi artistic, kata TheCube.

Selain empat penampil dari Indonesia, bentuk inovatif festival musik ini akan menampilkan lebih dari 30 grup penampil dari seniman domestik dan internasional seperti Luksemburg, Amerika Serikat, Islandia, Singapura, Malaysia, Thailand, Italia, dan Jepang, kata TheCube.

Acara tiga hari ini akan berlangsung di dua tempat unik di Taipei, yang bertujuan untuk menciptakan pengalaman mendengarkan yang benar-benar baru bagi para penonton. Tempat penyelenggaraannya adalah: Auspic Paper Warehouse, yang terletak di sudut kota yang tersembunyi dengan suasana ala industri Berlin, dan RS289, yang dirancang oleh arsitek ternama Jepang Jun Aoki dan diprakarsai oleh JUT Group, ungkap, TheCube.

Tema kuratorial tahun ini adalah “Hotel of Traversing Differences,” yang mengembangkan lima subkonsep: Difference Inn, Mediated Life, Archipelagos of Listening, Tapestry of Perception, dan Ocean of Sound.

Tema dan konsep ini akan memandu estetika visual, perencanaan tata ruang, desain pencahayaan panggung, dan kurasi program festival, sekaligus mengundang para seniman pertunjukan untuk menanggapi tema tersebut.

Penampil dari Indonesia

Penampil dari Indonesia yang dikurasi oleh TheCube juga memiliki sejumlah portofolio yang baik di kancah musik dan seni dunia.

Senyawa misalnya menyajikan praktik eksperimental dengan mengeksplorasi suara-suara suku primitif dengan musik industrial lewat eksplorasi vokal dari Rully Shabara dan instrumentasi modern-primitif yang dikembangkan oleh Wukir Suryadi.

Senyawa telah tampil di banyak festival terkenal di seluruh dunia seperti Primavera Festival di Barcelona hingga tempat-tempat yang lebih kecil tetapi penting seperti Café Oto di London.

Duo eksperimental asal Indonesia, Senyawa. (Sumber Foto: TheCube Project Space)
Duo eksperimental asal Indonesia, Senyawa. (Sumber Foto: TheCube Project Space)

Senyawa juga memenangkan banyak penghargaan seperti Green Room Award untuk Komposisi Musik dan Desain Suara Terbaik pada tahun 2018 dan Ars Electronica Award 2017 untuk Musik dan Suara Digital serta berkolaborasi dan tampil dengan banyak musisi terkenal seperti Stephen O`Malley, Robert AA Lowe, Otomo Yosihide, Rabih Beaini, Damo Suzuki, Justin Vernon, Oren Ambarchi, dan banyak lainnya. Pada tahun 2012, sineas Vincent Moon membuat film tentang mereka yang berjudul “Calling the New Gods”.

Sementara Wok The Rock adalah seniman yang aktif di berbagai bidang visual, suara, dan sosial. Ia tertarik mengembangkan karya-karya kolaboratif, eksperimental, dan interdisipliner untuk menyatukan beragam praktik seni dengan cara yang setara, terbuka, dan berkelanjutan. Wok adalah salah satu pendiri kolektif seniman Ruang MES 56 di Yogyakarta dan mengelola label musik Yes No Wave Music dan pernah menjadi kurator Biennale Jogja XIII pada tahun 2015 dan Nusasonic 2019-2023.

Asep Nayak, produser musik dari Papua Barat, Indonesia. (Sumber Foto: TheCube Project Space)
Asep Nayak, produser musik dari Papua Barat, Indonesia. (Sumber Foto: TheCube Project Space)

Asep Nayak, adalah produser Papua Barat yang mendefinisikan ulang musik ritual Wisisi setempat menggunakan FL Studio. Ia tampil pertama kali di Biennale Jogja di Yogyakarta 2021, diikuti dengan pertunjukan yang sukses di Joyland’s Ravepasar Bali, Pestapora Jakarta pada 2022-2023, CTM Festival Berlin pada 2023, dan Rising Festival Melbourne pada 2023. Album penuh pertamanya dirilis oleh Yes No Wave Music pada 2023. Asep Nayak adalah tokoh utama dalam film dokumenter pemenang penghargaan "Wisisi Nit Meke".

Adapun Kadapat adalah proyek musik yang dipenggawai oleh Yogi dan Barga yang berbasis di Bali. Kadapat mengeksplorasi mitologi ilmu putih/hitam Bali sebagai spirit dalam eksperimen musik elektronik-gamelan dengan tujuan menyampaikan tradisi dan legenda urban.

(Oleh Muhammad Irfan)

Selesai/JA

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.