Taipei, 22 Des. (CNA) Festival Tarian Budaya dan Apresiasi Relawan Guangfu untuk warga Indonesia digelar Chang Gung University of Science and Technology (CGUST) di Keelung Transit Station pada Minggu (21/12), dihadiri sebanyak 1.000 penonton.
Acara yang dibuka pada pukul 10 pagi ini diawali dengan tarian Topeng, tari Puspanjali, tari Merak dan tari Gambiranom, lalu dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada 40 relawan PMI yang membantu banjir bandang di Desa Guangfu, Kabupaten Hualien pasca Taifun Ragasa pada September.
Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei bersama perwakilan CGUST Chiayi memberikan penghargaan berupa medali dan piagam untuk relawan Guangfu, terutama pekerja migran Indonesia (PMI).
"Penghargaan ini memang patut diberikan untuk semua relawan PMI yang pernah membantu membersihkan jalanan, rumah-rumah saat bencana di Hualien beberapa bulan lalu. Kegiatan ini adalah salah satu wujud penghargaannya," ujar Dedi, ketua panitia.
Tujuan acara ini ialah memperkenalkan budaya Indonesia, dan juga sebagai wujud ucapan terima kasih dari universitas kepada relawan Guangfu, khususnya PMI, kata Dedi, yang bekerja di sebuah pabrik galangan kapal di Distrik Gongliao, New Taipei.
Selain itu, disela-sela pertengahan acara, doa memperingati Hari Ibu dan korban bencana banjir di Sumatra pun tak luput dari agenda panitia, Dedi menjelaskan.
Kegiatan dilanjutkan dengan acara menari bersama, mengajak para relawan serta penonton ikut serta bergoyang lagu Rasa Sayange dan Tabola Bale, kemudian diikuti sikap khidmat menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Tanah Air Pusaka, tuturnya.
Menurut pengamatan CNA, penampilan Singo Barong Reog Taiwan muncul pada pukul 3 sore, menggebrak penonton yang sedari lama menunggunya. Salah satunya adalah, Udin, PMI di pabrik besi di Taoyuan, yang mengungkapkan ia jauh-jauh datang ke Keelung untuk menonton pertunjukan reog.
Ditambah lagi komentar dari seorang penonton, Cici, perawat migran yang berdomisili di Distrik Nuannuan, Keelung mengatakan bahwa acara tersebut sangat menarik.
"Biasanya acara seperti ini banyak diadakan di Taipei, Kaohsiung atau Taichung, sekarang baru kali ini saya menonton kegiatan seperti ini di Keelung. Ya, saya senang sekali. Para penonton yang lain pun sangat antusias," ujar PMI yang telah bekerja selama tiga tahun di Taiwan tersebut.
Lin Qun (林群), atau yang akrab disapa Maoge, aktivis Taiwan yang kerap mengadvokasi anak buah kapal (ABK) dan pekerja migran lainnya, menjelaskan betapa senangnya dapat membantu panitia untuk mewujudkan festival budaya ini.
Ini karena ia merasa berutang budi pada PMI yang membantu membersihkan rumahnya saat terkena bencana, ucapnya dengan bahasa Indonesianya yang fasih.
"Saya senang dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya, teman-teman PMI. Rumah saya rusak karena bencana, dan teman-teman PMI datang membantu saya serta kampung halaman saya Guangfu, Hualien," ucap aktivis yang belajar bahasa Indonesia melalui buku dan YouTube serta seorang PMI bernama Erin Cipta ini.
Sementara itu, ditemui di akhir acara, Weng Cheng-hsing (翁政興), seorang profesor di CGUST mengatakan ia mengapresiasi bantuan teman-teman Indonesia yang turut terjun langsung saat bencana di Hualien.
Cheng mengatakan bahwa kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan dan kesejahteraan para pekerja migran ini bagian dari Program Praktik Tanggung Jawab Sosial Universitas Kementerian Pendidikan.
"Tahun ini program kami berskala internasional, kami berharap dapat membawa dampak yang besar bagi masyarakat Taiwan khususnya," ujar Cheng.
Ketika ditanya mengenai tujuan kegiatan ini, mengapa memilih Indonesia sebagai kiblatnya dalam mengadakan acara budaya, Cheng mengatakan ia melihat keakraban antara Maoge dengan pekerja migran saat terjadi bencana di Guangfu.
Cheng mengatakan, "Pahlawan Sekop" berbondong-bondong membantu Maoge membersihkan rumah dan kampung halamannya di Hualien. "Pemandangan itu sangat menyentuh hati kami," ungkapnya.
"Ketika Taiwan mengalami masalah, para pekerja migran Indonesia datang membantu kami dan sebaliknya, jika PMI yang ada masalah, Maoge datang untuk membantu. Jadi ini adalah kegiatan saling tolong menolong dan bentuk persahabatan dan pertukaran budaya internasional. Saya berharap masyarakat Taiwan merasakan kehangatan dan ucapan terima kasih untuk para pahlawan sekop melalui kegiatan ini," tambahnya.
Cheng mengatakan ia dan universitasnya ingin menjadi bagian dari teman-teman pekerja migran dengan mengadakan festival rasa syukur seperti ini dan memasukkan konsep multikultural ke dalamnya.
"Kami memilih Keelung karena berharap para penumpang yang melewati stasiun transit ini juga merasakan budaya beragam dari Indonesia untuk dikenal," ungkap Cheng kepada CNA beriringan dengan acara yang berakhir pada pukul 4 sore.
Selesai/JC