Oleh Muhammad Irfan, staf reporter CNA
Margono (43) berangkat dari Kaohsiung ke Taipei pada Minggu (7/12) untuk mengikuti pawai akbar Pekerja Migran. Ia datang bersama rombongan Forum Silaturahmi Pelaut Indonesia (FOSPI) Pingtung. Meski menjadi satu-satunya anggota Serikat Buruh Industri Manufaktur (SEBIMA) yang bekerja di Kaohsiung, Margono tetap ikut pawai demi menyuarakan kondisi pekerja dan menegaskan pentingnya keberadaan serikat buruh.
Ditemui CNA usai pawai, Margono yang sudah sembilan tahun bekerja di Taiwan mulai mengenal serikat pekerja yang belum setahun berdiri itu melalui media sosial.
SEBIMA yang resmi dideklarasikan pada 29 Januari 2025 oleh sejumlah pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja di sektor manufaktur ini, dianggap Margono menjadi ruang yang tepat bagi pekerja migran mencurahkan permasalahan di Taiwan selama bekerja yang menurutnya, selama ini sulit didapatkan.
“Jadi ketika ada masalah, dengan ikut serikat ini saya bisa menambahkan pengetahuan saya, ke jalur mana yang harus saya tempuh,” kata Margono yang mengaku meski kegiatan SEBIMA lebih banyak digelar di utara Taiwan, tetapi lewat teknologi ia tetap bisa aktif berserikat.
“Semua lewat ponsel (berhubungan dengan pengurus dan anggota serikat lainnya),” Margono menambahkan.
Sebagai pekerja migran, Margono tak menampik banyak permasalahan yang dihadapi. Misalnya tentang sistem agensi yang ada saat ini, ternyata belum bisa sepenuhnya memfasilitasi para pekerja migran meskipun pekerja sudah membayar banyak untuk jasa di agensi.
Beberapa hal yang Margono soroti di antaranya adalah harga yang mahal untuk pengurusan dokumen, cara pindah kerja, hingga kasus yang khusus seperti penanganan kematian. Ia menambahkan, saluran 1955 yang disediakan oleh pemerintah Taiwan juga belum bisa mengatasi masalah pekerja migran dengan cepat dan tepat.
“Misalnya saya pernah bantu ada teman PMI dari Cilacap yang meninggal. Dan itu sempat ada masalah uang tabungan di perusahaan yang sulit dicairkan, ini harus ke mana mengurusinya?,” kata pria asal Lampung ini.
Oleh karena itu, Margono menilai pentingnya berserikat bagi pekerja migran. “Serikat ini untuk jangka panjang, (memperjuangkan kondisi kerja) lebih baik. Walaupun tiga tahun ini saya pulang misalnya, karena kontrak selesai, dengan adanya serikat akan ada perkembangan. Tidak seperti situasi yang saya alami sebelumnya,” kata dia.
Ketua SEBIMA, Ignas membenarkan kalau Margono adalah anggota SEBIMA yang tinggal paling jauh saat ini. Ignas menyebut ia punya semangat yang luar biasa. Bahkan saat SEBIMA mengadakan acara di Taichung, Margono mengupayakan bergabung dengan mengendarai sepeda motor dari Kaohsiung ke Taichung.
“Itu sampai semangatnya dia naik motor dan beristirahat di beberapa mini market selama perjalanan,” kata Ignas.
Menurut Ignas saat pertama didirikan, SEBIMA memiliki 33 anggota. Kini ada sekitar 43 anggota baru yang mendaftar dan sejumlah simpatisan yang tergabung di grup besar di sebuah aplikasi percakapan.
Ignas menyebut karena anggota SEBIMA tersebar di sejumlah daerah di Taiwan, tidak mudah mengumpulkan para anggota secara langsung. Oleh karena itu, penggunaan teknologi seperti sosial media menjadi salah satu cara SEBIMA melakukan sosialisasi dan menerima pengaduan.
Divisi yang bertanggung jawab pada sosial media adalah divisi advokasi dan publikasi SEBIMA, kata Ignas.
Menurut Ignas, selama ini ada sejumlah kendala dalam menarik minat PMI di Taiwan bergabung pada serikat. Di antaranya adalah sarana dan prasarana serta waktu. Ia pun memikirkan sejumlah cara yang dianggap mungkin lebih menarik minat anggota baru seperti melakukan sosialisasi di ruang terbuka dengan cara yang lebih inklusif seperti melalui seni budaya.
Kendati begitu, Ignas menyebut untuk menjadi anggota, ia berharap para pekerja tahu apa yang mereka ikuti. Oleh karena itu, pihaknya selalu memberikan informasi tentang apa itu SEBIMA dan apa yang diperjuangkan oleh serikat ini.
Selesai/JA