Taipei, 13 Okt. (CNA) “Penjara harusnya bukan untuk pekerja migran Indonesia (PMI) tetapi untuk agensinya! Marah benar ketika kami terima kasus ini. Sebab seorang PMI yang jelas tidak bersalah harus masuk penjara imigrasi,” yulis Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas (GANAS) di media sosialnya.
Hal tersebut berawal dari kisah seorang pekerja sebut saja Ani (nama samaran) dari Lampung yang baru bekerja 5 bulan tetapi pasien meninggal dunia. Kemudian oleh agensinya ia dibawa kerja ke majikan baru hingga kurang lebih satu bulan. Namun ternyata tanpa kontrak resmi dan hanya menggantikan pekerja resmi yang sedang cuti. Kemudian Ani dibawa ke mess agensi dan diberitahu bahwa harus membayar sekitar NT$250 (Rp135.000) - NT$300 per hari untuk biaya tempat tinggalnya, tulis rilis pers GANAS.
Ani sempat bermalam di mess dan di akhir pekan dia izin untuk menginap di tempat suami. Agensi sudah mengizinkannya. Namun, 3 hari kemudian ketika dia kembali ke mess agensi, tiba-tiba ada polisi yang menangkapnya dan langsung membawa ke kantor polisi. Setelah diinterogasi beberapa jam, Ani dijemput petugas imigrasi. Setelah pendataan, ia langsung masuk penjara imigrasi, menurut keterangan tersebut.
Kemudian suaminya menghubungi Tim GANAS. Dari wawancara singkat kami pun segera melakukan pengecekan di website imigrasi Taiwan dan ternyata Ani dilaporkan pada hari yang sama saat dia keluar dari tempat agensi. Hal tersebut tentunya hal yang tidak adil bagi Ani, tulis keterangan tersebut.
Pihak GANAS pun segera koordinasi melapor ke pemerintah RI baik yang di Jakarta maupun Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei. Perwakilan pemerintah Indonesia pun bertindak cepat dengan menghubungi agensi, lalu meminta PMI tersebut dibebaskan, menurut keterangan tersebut.
Di hari itu juga, Ani yang masih di penjara imigrasi kemudian dijemput dan langsung diantar ke penampungan (shelter) yang berada di bawah pengawasan Depnaker Taiwan untuk menunggu proses pemutihan atau pencabutan pelaporan kaburan.
GANAS dalam pernyataannya menuliskan bahwa dari kasus tersebut, pihaknya sebagai organisasi advokasi PMI menuntut agensi tersebut harus mendapat sanksi tegas, salah satunya adalah blacklist.
Saat dihubungi oleh CNA, Fajar, ketua GANAS mengatakan bahwa langkah GANAS menyelesaikan masalah ini adalah setelah verifikasi kasus dan memberikan bukti kuat serta kronologi lengkap kemudian menghubungi KDEI dan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) dan dilaporkan juga pada Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) di Jakarta.
“Hingga saat ini pun kami terus koordinasi atas kasus ini,” ujar Fajar.
GANAS menuliskan himbauan pada keterangan media sosialnya mengenai kasus ini agar jadi pembelajaran bagi PMI di Taiwan.
“Seperti yang sering kami sosialisasikan bahwa jika pasien meninggal dunia maka biaya mess tidak boleh dibebankan kepada PMI. Kemudian ketika PMI disuruh bekerja harus mengetahui jelas kontrak kerja secara resmi, tidak boleh hanya kerja part time (paruh waktu) atau sebagai pengganti PMI lain sementara waktu,” tulis GANAS.
Baca berita sebelumnya https://indonesia.focustaiwan.tw/society/202510105002
CNA pun melakukan wawancara langsung dengan Fajar, ketua GANAS mengenai kasus tersebut. Fajar membenarkan kasus tersebut telah ditangani oleh pihaknya dan dilaporkan pada Sabtu (4/10).
Ketika ditanya apa yang harus dilakukan oleh PMI agar tidak dilaporkan sebagai kaburan oleh agensinya, Fajar menjabarkan cara khusus untuk izin ke agensi. Fajar menekankan, PMI untuk izin ke agensi ketika libur harus dengan chat (pesan) atau bukti tertulis yang nanti ke depan bisa dijadikan bukti jika agensi melaporkan kabur. Fajar juga menghimbau agar PMI berkomunikasi secara berkala ke agensi secara tertulis.