Taipei, 1 Agustus (CNA). Kepala Kantor Dagang Ekonomi Indonesia (KDEI) Arif Sulistiyo memantau pelaksanaan wawancara nikah massal, Minggu (27/7) yang akan diselenggarakan pada 24 Agustus 2025 mendatang dengan untuk memastikan legalitas pernikahan bagi warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri, tulis keterangan rilis pers KDEI.
Proses wawancara tersebut berlangsung selama tiga sesi, yaitu pada tanggal 19, 20, dan 27 Juli 2025, dan diikuti oleh 87 pasangan WNI yang berasal dari berbagai wilayah di Taiwan. Petugas verifikasi Nikah Massal yang ditunjuk melalui Keputusan Kepala KDEI Taipei dengan melibatkan orang tua/wali calon pengantin yang berada di Indonesia, tulis keterangan tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala KDEI Taipei turut hadir dan memberikan arahan langsung kepada para peserta. Arif menyampaikan pentingnya legalitas pernikahan bagi WNI di luar negeri sebagai dasar perlindungan hukum dan penguatan ketahanan keluarga.
Setiap pasangan diwawancarai terkait kelengkapan dokumen, kesiapan pribadi dan administratif, serta dikonfirmasi mengenai keberadaan dan kesediaan pihak keluarga dalam hal ini wali/orang tua di Indonesia sebagai bagian dari keabsahan proses pernikahan.
Saat diwawancara oleh CNA mengenai jaminan apakah WNI yang akan melangsungkan pernikahan tersebut telah diverifikasi sebagai lajang atau tidak lagi terikat pernikahan, Arif menuturkan bahwa KDEI Taipei selaku perwakilan pemerintah Indonesia mengedepankan prinsip kehati-hatian dan sesuai aturan Peraturan Menteri Agama (Permenag) no 30 tahun 2024 tentang pencatatan nikah.
“Kita verifikasi secara detail dan benar, jangan sampai ada yang memalsukan atau mengakali dokumen persyaratan. Apabila ada yang tidak sesuai atau memalsukan, mohon maaf kami akan tolak.” Ujar Arif menanggapi.
Saat ini petugas pencatat nikah KDEI Taipei telah menerima 355 jumlah peserta yang mendaftar. Petugas pencatat nikah telah melakukan beberapa tahapan verifikasi dalam proses administrasi pelaksanaan nikah massal, di antaranya, tahap verifikasi data administrasi dan persyaratan, tahap pemberkasan, tahap wawancara calon pengantin dan tahap wawancara orang tua dan keluarga, ujar Arif.
Setelah dilakukan verifikasi, dinyatakan sebanyak 87 pasang calon pengantin yang memenuhi persyaratan dan lulus tahap selanjutnya. Daftar Calon Pengantin yang lulus terlampir dalam pengumuman di bawah ini.
Kemudian bagi peserta yang telah lulus verifikasi, wajib untuk mengikuti tahapan selanjutnya yaitu “Bimbingan Pra Nikah dan Konseling Pernikahan", yang akan dilaksanakan pada Tanggal 03 Agustus 2025 dengan pemateri dari Kementerian Agama RI, Salimah dan Formmit.
“Ke depannya, KDEI Taipei akan seperti Kantor Urusan Agama (KUA) di Indonesia yang akan menyelenggarakan pernikahan setiap bulan, jadi bagi calon pengantin yang belum lengkap segera dilengkapi dengan baik dan benar sehingga bisa melaksanakan pernikahan di bulan selanjutnya,” kata Arif kepada CNA.
Saat ditanya apa harapan Arif dengan diadakannya nikah massal ini, ia mengungkapkan bahwa terkait pernikahan, sebenernya KDEI tetap mendorong sebisa mungkin nikah di lakukan di Indonesia, karena ini prosesi sakral.
“Harapan kita sebisa mungkin dilakukan 1 kali dalam seumur hidup. Pernikahan adalah salah satu perintah agama yang sangat mulia, dan melalui pernikahan, dua hati yang saling mencintai, dipersatukan dalam ikatan sakral yang diharapkan akan kekal hingga akhir hayat, sehingga akan lebih bagus dilakukan di Indonesia di depan orang tua dan keluarga,” kata Arif.
“Akan tetapi apabila tetap tidak bisa, karena keterbatasan tadi, baru opsi terakhir nikah resmi (bukan nikah siri), dilakukan di kantor perwakilan pemerintah Indonesia di Taiwan yaitu di KDEI Taipei,” sambungnya.
Arif pun menjelaskan bahwa latar belakang dan tujuan nikah massal di KDEI adalah banyaknya para PMI yang menghubungi KDEI, terkait adanya kebutuhan dan keinginan nikah, yang terkendala waktu dan biaya untuk pulang menikah ke Indonesia.
“KDEI banyak sekali diminta untuk menyelenggarakan pernikahan secara resmi, karena banyak teman-teman Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang tidak bisa pulang ke Indonesia karena kendala tidak bisa cuti dari pekerjaan seperti harus jaga akong, ama, pasien yang tidak bisa ditinggal dan terkendala biaya. Jika pulang Indonesia, 1 pasangan suami istri minimal harus bawa Rp25 juta, belum yang lain,” kata Arif menjelaskan.
Selesai/IF