Taipei, 8 Agu. (CNA) Dewan Urusan Tiongkok Daratan (MAC) Taiwan, Kamis (7/8) membela keputusan pemerintah untuk memberhentikan seorang kepala dusun di Kabupaten Hualien karena diduga memiliki kewarganegaraan Republik Rakyat Tiongkok (RRT), dengan mengatakan bahwa ia seharusnya bisa berusaha melepaskannya.
"Meskipun mereka telah berulang kali mengajukan petisi kepada pemerintah [terkait pemberhentian tersebut], saya belum melihat adanya indikasi bahwa mereka benar-benar telah mengajukan permohonan untuk melepaskan kewarganegaraan Tiongkok mereka," kata Wakil Kepala dan Juru Bicara MAC, Liang Wen-chieh (梁文傑), dalam jumpa pers rutin.
"Ia dapat mengajukan permohonan untuk melepaskan kewarganegaraan Tiongkoknya berdasarkan Undang-Undang Kewarganegaraan Partai Komunis Tiongkok (PKT), namun tampaknya belum ada yang benar-benar melakukannya," tambahnya.
Orang yang dimaksud Liang adalah Deng Wan-hua (鄧萬華), yang menjabat sebagai kepala Dusun Xuetian di Desa Fuli, Hualien sebelum dicopot dari jabatannya oleh kantor desa pada Jumat lalu.
Deng adalah satu dari lima kepala dusun atau ketua RT yang, menurut Kementerian Dalam Negeri (MOI) Taiwan, pada Januari ditemukan memiliki kewarganegaraan RRT -- status yang bertentangan dengan Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Tiongkok (ROC, nama resmi Taiwan), kata kementerian.
Pasal 20 Undang-Undang Kewarganegaraan menyatakan bahwa warga negara ROC "Yang memperoleh kewarganegaraan negara lain tidak berhak memegang jabatan pemerintahan di ROC."
"Sejauh ini, mereka hanya mengatakan bahwa tidak mungkin melepaskan [kewarganegaraan RRT] ... Mengenai apakah itu benar-benar tidak mungkin atau tidak, saya tidak tahu," kata Liang, seraya menambahkan bahwa mereka yang dicopot dari jabatan publik karena memiliki kewarganegaraan RRT "Setidaknya harus mencoba menjalani prosesnya."
Menurut Pasal 9 Undang-Undang Kewarganegaraan RRT, setiap warga negara Tiongkok "Yang telah menetap di luar negeri dan telah dinaturalisasi sebagai warga negara asing atau memperoleh kewarganegaraan asing atas kehendak sendiri secara otomatis kehilangan kewarganegaraan Tiongkok."
Pasal 10 Undang-Undang tersebut juga menyatakan bahwa warga negara Tiongkok dapat melepaskan kewarganegaraan Tiongkok mereka jika mereka adalah "Kerabat dekat warga negara asing," telah "Menetap di luar negeri," atau memiliki "Alasan sah lainnya."
Namun, masih belum jelas apakah individu seperti Deng dapat melepaskan kewarganegaraan Tiongkok mereka berdasarkan ketentuan di atas, bahkan jika mereka mencoba memulai prosesnya di Tiongkok, karena RRT tidak mengakui ROC sebagai negara berdaulat -- begitu juga sebaliknya.
Terkait kelayakan individu dari Tiongkok untuk mencalonkan diri dalam jabatan publik, Liang mengatakan bahwa berdasarkan Undang-Undang Hubungan antara Rakyat Wilayah Taiwan dan Wilayah Daratan (Undang-Undang Lintas Selat), individu dari Wilayah Daratan yang memperoleh kewarganegaraan Taiwan berhak mencalonkan diri dalam jabatan publik setelah sepuluh tahun.
Namun, Pasal 20 Undang-Undang Kewarganegaraan menyatakan bahwa mereka yang terpilih dalam jabatan publik harus melepaskan kewarganegaraan asing apa pun dalam waktu satu tahun setelah menjabat, tambah Liang.
"Kewarganegaraan tidak ada hubungannya dengan apakah pemerintah kita mengakuinya [suatu negara] atau tidak," kata Liang, dengan mencontohkan Siprus Utara, sebuah negara yang mendeklarasikan diri di Mediterania yang saat ini hanya diakui Turki.
Berdasarkan Undang-Undang Kewarganegaraan, jika seseorang yang memegang kewarganegaraan Siprus Utara ingin mencalonkan diri dalam jabatan publik di Taiwan setelah memperoleh kewarganegaraan Taiwan, mereka juga harus melepaskan kewarganegaraan Siprus Utara mereka, kata Liang.
Berasal dari Kota Guangyuan di Provinsi Sichuan, Deng datang ke Taiwan melalui pernikahan pada 1997 dan memperoleh kartu identitas nasional Taiwan 17 tahun lalu. Ia pertama kali terpilih sebagai kepala dusun pada 2022.
Deng hari Minggu mengatakan bahwa ia memegang paspor Taiwan, bukannya RRT, seraya menegaskan, "Saya tidak memiliki kewarganegaraan RRT. Jadi, masalah kewarganegaraan apa yang ada?"
"Itu adalah MOI dan partai yang berkuasa yang memaksakan ini," tambahnya, merujuk pada Partai Progresif Demokratik (DPP), yang diketuai Presiden Lai Ching-te (賴清德) dan menguasai cabang eksekutif.
Deng mengatakan ia terpilih secara sah dan akan mengajukan banding administratif untuk melindungi hak-haknya.
Menanggapi para pengkritik yang menuduh MOI dan MAC menggunakan pemecatan Deng untuk "Menyelundupkan 'teori dua negara'" secara diam-diam, Liang mengatakan Pasal 20 Undang-Undang Kewarganegaraan ada untuk memastikan bahwa pejabat publik memiliki "Satu objek loyalitas."
"Pada dasarnya, persyaratan undang-undang ini berarti bahwa setiap kewarganegaraan asing, baik yang dikeluarkan oleh rezim atau pemerintah de facto, termasuk dalam cakupan Pasal 20, selama itu melibatkan konsep kewarganegaraan," tambahnya.
Selesai/JC