Taipei, 4 Des. (CNA) Seorang pekerja migran Indonesia (PMI) yang seharusnya bekerja merawat lansia pria (akong) lumpuh justru dipaksa menjadi juru masak nasi kotak, tulis rilis pers Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas (GANAS).
CNA pun berhasil menghubungi PMI tersebut. Ia membenarkan majikannya telah memberikan tugas ganda sebagai perawat lansia dan juga juru masak.
Kepada CNA, Susi (nama samaran) mengatakan ia telah mengalami eksploitasi dari sang majikan selama satu tahun lebih. Awalnya, ia yang datang pada 1 April 2024 ini tak mau melaporkan kepada 1955 dikarenakan ketakutannya kepada ama (nenek), istri akong, yang dijaganya.
Semua berawal setelah dua pekan kedatangannya bekerja di Taiwan, Susi diminta ama menjadi juru masak dan bersih-bersih di toko nasi kotaknya (pientang).
Tak hanya itu saja, menurut Susi, ia mulai bekerja setiap hari pukul 6 pagi hingga 12 malam, hanya istirahat beberapa menit pada pukul 2 siang, dan pukul 4 sore ia harus kembali ke rumah untuk memandikan akong-nya yang lumpuh dan mempersiapkan keperluan pasiennya.
Pernah juga saat akong dirawat di rumah sakit, Susi tidak diminta untuk menjaga pasien tersebut, melainkan malah dipekerjakan menjadi juru masak dan membantu toko makanan milik ama-nya, ungkapnya.
Ia pun merasa kewalahan. Baginya, merawat akong yang lumpuh dengan berat badan 80 kilogram saja membuatnya susah membopong sang pasien, apalagi ditambah dengan menjadi juru masak dan pembantu untuk membersihkan toko.
Susi juga berkata pada CNA bahwa ia sering mengalami sakit bagian kaki dan bahu karena bekerja seharian berdiri tanpa istirahat ditambah membopong pasien.
Setiap hari Susi hanya tidur 3 jam saja, karena sang pasien selalu tak bisa tidur dan teriak-teriak pada waktu malam. Susi pun harus menenangkannya, tuturnya.
Ketika CNA bertanya mengapa Susi tidak melapor pada saat awal kedatangannya, ia pun menjawab ketakutan terhadap ama dan tidak diperbolehkan keluar rumah hingga menggunakan telepon genggam. Jadi, Susi tak bisa berkomunikasi dengan dunia luar.
Susi mengatakan ia pun kerap mengadu pada agensinya, yang mengaku tak bisa berbuat apa-apa dan malah memintanya tidak melapor pada 1955, mengklaim bahwa majikannya akan berbelit-belit memutar fakta dan nantinya Susi sendiri yang akan kerepotan.
Suatu saat pada pertengahan November 2025, Susi diperbolehkan keluar untuk membeli makan bersama menantu ama-nya. Pada kesempatan tersebut, ia bertemu dengan salah satu aktivis dari GANAS Community, dan meminta pertolongan kepada organisasi tersebut.
Susi mengatakan, aktivis GANAS saat itu memintanya untuk tidak takut dan melapor pada 1955 dengan pendampingan. Pada 24 November, akhirnya pihak Departemen Urusan Ketenagakerjaan Yunlin datang menjemput Susi untuk dibawa ke rumah penampungan mereka.
Saat dihubungi CNA, Fajar ketua GANAS mengatakan bahwa kasus Susi adalah ekspoitasi pekerja. Susi pun akhirnya memutus agensinya karena selalu lambat merespon bahkan ketika ia dalam keadaan darurat, ujarnya.
"Tampak jelas bahwa agensi yang seharusnya melindungi justru absen. Ketika PMI menjerit meminta bantuan, agensi bungkam. Ketika aturan dilanggar terang-terangan, agensi tak bergerak," ujar Fajar.
Fajar pun mengatakan bahwa kasus ini menjadi pengingat keras ketika perlindungan resmi gagal, keberanian PMI untuk melapor dan solidaritas yang menyelamatkan, dapat membukakan jalan.
Sementara itu, Kadir, analis bidang ketenagakerjaan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei mengatakan kepada CNA bahwa PMI yang diminta bekerja di luar job (berbeda dengan perjanjian kerja) bisa menyampaikan aduan kepada pihak yang berwenang.
Hal ini selanjutnya akan diperiksa otoritas ketenagakerjaan daerah, jika ditemukan benar terjadi pelanggaran, PMI berhak untuk proses pindah majikan, sementara pihak pemberi kerja dapat dikenakan sanksi sesuai aturan ketenagakerjaan, kata Kadir.
Selesai/JC