Taipei, 14 Nov. (CNA) Direktorat Jenderal Imigrasi (NIA) mengatakan mereka telah mengundang imigran baru, Windy Goenawan untuk membagikan pengalaman mengenai benturan budaya yang ia alami setelah datang ke Taiwan, serta kisahnya secara tidak terduga memulai perjalanan menjadi guru bahasa Indonesia.
NIA dalam sebuah rilis pers hari Kamis (13/11) mengatakan bahwa dalam sebuah kursus edukasi keluarga imigran baru yang digelar Pusat Layanan Kota Taipei mereka, Windy menceritakan ia datang ke Taiwan pada 1999 untuk belajar di jurusan informatika sebuah universitas.
Setibanya di Taiwan, kata Windy, ia langsung mengalami Gempa Besar 921, ditambah lagi ia belum terbiasa dengan bahasa, makanan, dan cuaca. Saat itu, ujarnya, ia hampir setiap hari menghitung hari untuk pulang ke kampung halaman, namun ia mengatakan pada dirinya sendiri untuk bertahan.
Dengan ketekunan dan antusiasme, ia berhasil menyelesaikan studinya dan kini menjalani kehidupan bahagia bersama keluarga kecilnya yang beranggotakan lima orang, kata Windy menurut rilis pers.
"Hanya ada dua murid, mau coba mengajar tidak?" kenangnya. Pada 2020, sebuah sekolah dasar di New Taipei memiliki hanya dua siswa yang memilih mata pelajaran bahasa Indonesia, tetapi mereka menghadapi kesulitan karena tidak menemukan guru.
Berkat satu kalimat dari temannya, kata Windy, ia pun memulai perjalanan sebagai guru bahasa Indonesia, dan kini sudah berjalan selama enam tahun.
Windy bercerita bahwa awalnya ia hanya mengajar satu kelas per minggu, namun kemudian harus berpindah-pindah mengajar di lima sekolah dengan total sepuluh jam pelajaran setiap pekannya.
Ia menceritakan dirinya sempat terpikir untuk berhenti karena imbalannya tidak besar, namun ia mendapatkan semangat dari interaksinya bersama para murid dalam bahasa Indonesia, yang mengatakan kelasnya menjadi pelajaran yang paling mereka nantikan setiap minggu.
Windy menyampaikan bahwa ia mendorong para imigran baru untuk saling menghargai perbedaan serta menjalin komunikasi, sehingga perbedaan dapat berubah menjadi kekuatan, dan keberagaman budaya dapat menjadi pemandangan terindah dalam masyarakat Taiwan.
(Oleh Huang Li-yun dan Jason Cahyadi)
Selesai/ML