WAWANCARA /Baru satu bulan kerja, PMI Taichung di-PHK

13/11/2025 19:54(Diperbaharui 14/11/2025 19:04)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Musyar Abdul Rozak, PMI yang di-PHK setelah 1 bulan kerja di pabrik unggas Taichung. Padahal, ia sudah membayar biaya job sebesar Rp71 juta. (Sumber Foto : FPMI)
Musyar Abdul Rozak, PMI yang di-PHK setelah 1 bulan kerja di pabrik unggas Taichung. Padahal, ia sudah membayar biaya job sebesar Rp71 juta. (Sumber Foto : FPMI)

Oleh Mira Luxita, staf reporter CNA

Seorang pekerja migran Indonesia (PMI) mengalami PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) oleh majikannya, padahal baru sebulan bekerja di Taiwan, nahasnya ia telah membayar biaya penempatan (job) sebesar Rp71 juta, kata Ari Yoga, ketua Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) dari Forum Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (FPMI).

Saat dihubungi CNA, PMI yang bernama Musyar Abdul Rozak tersebut membenarkan bahwa ia di-PHK setelah satu bulan kerja tanpa alasan yang jelas. Padahal, ia telah membayar Rp71 juta untuk mendapat pekerjaan ke Taiwan.

Sebelum ke Taiwan Abdul, sapaan akrab PMI tersebut ditawari sponsor untuk bekerja di salah satu pabrik di Taiwan. Awalnya, sponsor minta Rp 5 juta untuk alasan pemeriksaan kesehatan, tetapi terus menerus meminta uang untuk keperluan yang lain, dengan total sejumlah Rp71 juta. Bahkan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang memberangkatkannya memintanya lagi untuk membayar sebesar Rp3,225.000 sebagai uang hidup di Taiwan pada awal kedatangan sebelum menerima gaji. 

Ia pun harus menandatangani perjanjian pemotongan gaji di bank lokal Taiwan sebesar NT$ 11.953 (Rp6,428,814) selama delapan bulan.

Menurut Abdul, ia harus membayar uang tersebut agar dapat segera terbang ke Taiwan. Saat ditanya uang tersebut untuk apa, sponsor hanya mengatakan sebagai biaya job. Abdul menunggu keberangkatan di P3MI selama satu bulan dan diberi pelajaran bahasa Mandarin seadanya saat di BLK (Balai Latihan Kerja). Namun, menurut Abdul, P3MI itu tidak memberikan pelatihan apapun berkaitan dengan pekerjaannya. "Hanya olah raga saja setiap hari," kata Abdul.

Saat Abdul bertanya tugasnya di Taiwan nanti, BLK tidak bisa menjawabnya dan hanya mengatakan kerja di pabrik pemotongan unggas. Tanpa mengetahui pekerjaannya dengan jelas, Abdul diterbangkan ke Taiwan dan bekerja di pabrik pemotongan unggas di Taichung mulai 12 Agustus hingga 5 September.

Baru satu bulan bekerja, Abdul di-PHK. Agensinya hanya mengatakan bahwa pihak pabrik tidak puas dengan kinerja PMI tersebut. Setelah di-PHK, Abdul harus keluar dari mes pabrik. Agensinya menawarkan untuk tinggal di mes yang lain dengan biaya NT$7500 per bulan. Abdul pun menolaknya. Akhirnya ia menghubungi 1955, dan setelah negosiasi, agensi setuju biaya mes dikenakan sebesar NT$2500 per bulan. 

Saat dimediasi oleh FPMI, Abdul mengatakan bahwa ia tak mau bekerja lagi di Taiwan dan memilih untuk kembali pulang ke tanah air, dikarenakan takut dikenakan tambahan biaya lagi. Ia pun membuat aduan yang akhirnya viral di video TikTok-nya. 

CNA menghubungi Ari Yoga, pihak yang membantu Abdul untuk mendapatkan kembali haknya. Ari Yoga melaporkan kasus tersebut pada FPMI pusat di Jakarta, dan dilakukan negosiasi dengan P3MI yang memberangkatkan Abdul di Bekasi untuk pengembalian uang.

Abdul menuntut agar uang biaya job senilai Rp 55 juta dikembalikan. FPMI pun membantunya untuk mendapat haknya tersebut. Abdul kembali ke tanah air pada 1 November dan dijemput oleh tim FPMI di Jakarta. Setelah didampingi oleh tim FPMI, pada 3 November, uang tersebut dikembalikan sebesar Rp 52.295.000, bukan Rp55 juta dengan alasan, saat berangkat ke bandara, Abdul meminjam uang agensi sebesar NT$3700 untuk biaya taksi dari mes ke bandara. 

Ari Yoga mengatakan, P3MI tersebut memang sudah bermasalah kedua kalinya dengan kasus serupa yang pernah ia tangani. Ari Yoga sendiri dengan tim khususnya meminta sponsor di Indonesia mengembalikan uang sisanya sebesar Rp16 juta atau diancam akan dijebloskan ke penjara. 

Kini Abdul telah menerima pengembalian uang biaya job dari P3MI sebesar 52 juta, tetapi masih menunggu pengembalian dari sponsornya sebesar Rp16 juta, ujar Abdul kepada CNA. 

Dari pembelajaran kasus tersebut, Abdul berpesan pada rekan-rekan PMI lainnya yang mau bekerja ke luar negeri harus hati-hati dan mengetahui peraturan dari negara penempatan agar tidak terjebak dengan penipuan sponsor yang mengenakan bayaran tinggi untuk biaya job.

“Saya baru tahu jika biaya job itu ilegal, dan tidak ada bayar-bayar tambahan,” ujar Abdul. 

Ari Yoga juga menuturkan bagi CPMI yang mau ke Taiwan jangan pernah percaya iming-iming sponsor bahwa Taiwan banyak pekerjaan. "Lebih baik mendaftar lewat SP2T (Special Placement Program to Taiwan), gratis," kata Ari.

Selain itu, Ari Yoga juga menekankan bagi PMI lainnya untuk berhati-hati selama bekerja di Taiwan agar tidak menggadaikan dokumen pribadinya untuk berutang, karena dokumennya bisa dipakai untuk pencucian uang dan masuk penjara.

Selesai/IF

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.