Taipei, 30 Okt. (CNA) Yuan Eksekutif (Kabinet) berencana menyesuaikan kebijakan terkait ketenagakerjaan pekerja migran, termasuk memperbolehkan perekrutan tambahan di luar kuota yang berlaku, asalkan setiap penambahan satu pekerja asing diikuti dengan kenaikan gaji bulanan NT$2.000 (Rp1 juta) bagi pekerja lokal, kata seorang pejabat Rabu (29/10).
Menteri Tanpa Portofolio Chen Shih-chung (陳時中) mengatakan kepada media bahwa jumlah pekerja migran tambahan di bawah sistem baru tersebut akan dibatasi kurang dari 10 persen dari total tenaga kerja di suatu perusahaan.
Saat ini, perusahaan di sektor tertentu di Taiwan dapat mempekerjakan hingga 40 persen pekerja asing non-terampil — sebagian besar dari Asia Tenggara — dan total pekerja asing, termasuk tenaga terampil menengah dan manajerial, dibatasi hingga 50 persen dari total tenaga kerja.
Jika sistem baru diterapkan, batas 40 persen akan dinaikkan menjadi 45 persen, sementara batas 50 persen tidak akan diubah guna melindungi peluang kerja bagi tenaga kerja lokal, jelas Chen.
Chen memaparkan kepada media serangkaian langkah terkait ketenagakerjaan pekerja migran yang akan disetujui Kabinet dalam rapat hari Kamis.
Langkah lain yang diusulkan adalah mengganti aturan yang saat ini memungkinkan pemberi kerja mempertahankan hingga 25 persen dari jumlah maksimum pekerja migran yang dipekerjakan sebagai "Pekerja Teknik Tingkat Menengah" (PTTM), dengan mengizinkan pekerja terampil menengah mencakup 100 persen dari jumlah tetap pekerja migran, kata Chen.
Di bawah "Program Retensi Jangka Panjang Pekerja Asing Terampil" yang diperkenalkan pada tahun 2022, pemberi kerja dapat mengklasifikasikan ulang pekerja migran yang telah bekerja di Taiwan lebih dari enam tahun sebagai PTTM, yang harus dibayar setidaknya NT$33.000 di sektor manufaktur, di atas upah minimum, dan dapat mengajukan permohonan residensi permanen jika memenuhi persyaratan lain.
Program tersebut bertujuan mempertahankan pekerja berpengalaman dan terampil, dengan batas 25 persen untuk menjaga kesempatan kerja bagi pekerja lokal.
Sementara itu, Chen mengatakan Kementerian Ketenagakerjaan berencana mendirikan pusat rekrutmen pekerja migran, agar dapat mendatangkan mereka ke Taiwan melalui jalur antar-pemerintah, bukan melalui sistem perantara seperti saat ini.
Sistem perantara tenaga kerja telah lama menuai kritik karena membebankan biaya perantara yang sangat tinggi kepada pekerja dan kurangnya transparansi dalam proses rekrutmen, sehingga seringkali membuat pekerja terjerat utang sebelum mereka mulai bekerja di Taiwan.
Menurut Su Yu-kuo (蘇裕國), kepala divisi di Badan Pengembangan Tenaga Kerja kementerian, program rekrutmen antar-pemerintah, setelah didirikan, akan memprioritaskan negosiasi untuk mendatangkan pekerja terampil menengah untuk sektor perhotelan dan pelabuhan, yang saat ini belum terbuka untuk pekerja migran.
Pemerintah berencana mendirikan pusat rekrutmen di negara-negara utama pengirim pekerja migran — termasuk Indonesia, Vietnam, Filipina, dan Thailand, yang merupakan sumber utama pekerja migran di Taiwan — dengan satu atau dua pusat akan diluncurkan pada kuartal pertama tahun depan sebagai proyek percontohan, menurut para pejabat.
Ketika ditanya oleh wartawan apakah kebijakan ini memenuhi kebutuhan industri, mengingat kekurangan tenaga kerja mungkin terjadi di tingkat pemula, Chen mengatakan industri memang memiliki harapan, tetapi pemerintah tidak dapat mengorbankan peluang kerja yang tersedia bagi pekerja lokal.
Selesai/JA