Enam ABK Indonesia di kapal Taiwan hadapi penundaan tuntutan atas perburuan lumba-lumba

19/09/2025 20:29(Diperbaharui 19/09/2025 20:29)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Kantor Kejaksaan Distrik Pingtung. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
Kantor Kejaksaan Distrik Pingtung. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)

Taipei, 19 Sep. (CNA) Enam anak buah kapal (ABK) migran Indonesia dikenakan penangguhan penuntutan, sementara empat lainnya masuk daftar buronan, setelah diperintahkan kapten mereka untuk menyembelih lumba-lumba untuk digunakan sebagai umpan memancing hiu, kata kejaksaan Kabupaten Pingtung pada Jumat (19/9).

Kantor Kejaksaan Distrik Pingtung dalam sebuah rilis pers menyampaikan bahwa kapten kapal, bermarga Tien (田), bersama sepuluh ABK Indonesia berangkat dari Pelabuhan Perikanan Yanpu di Kelurahan Donggang untuk menangkap hiu, tuna, dan lemadang pada Mei 2024.

Tien, meskipun mengetahui lumba-lumba termasuk satwa liar langka dan dilindungi di Taiwan dan bahwa perburuan maupun penyembelihannya dilarang tanpa izin otoritas terkait, memimpin perburuan mamalia laut tersebut di perairan Samudra Pasifik Utara pada Mei hingga Agustus tahun lalu, kata kejaksaan.

Ia memerintahkan para ABK menembakkan harpun ikan ke arah lumba-lumba yang mendekat ke kapal, lalu menggunakan kail listrik bertangkai panjang untuk menarik mereka yang sudah tertembak ke atas dek, menurut kejaksaan.

Setelah itu, kapten mengaktifkan aliran listrik pada kail, sehingga lumba-lumba tersetrum dan lumpuh, dan kesepuluh ABK tersebut menggunakan pisau ikan untuk memotong-motong mereka menjadi seukuran telapak tangan, lalu menyimpannya di lemari pendingin kapal sebagai umpan hiu, kata kejaksaan.

Dengan cara tersebut, total 43 ekor lumba-lumba ditangkap, kata kejaksaan, menambahkan bahwa sisa umpan dan kulit yang tidak terpakai telah dibuang ke laut sebelum mereka kembali ke Taiwan.

Namun, Kementerian Perikanan dan Kelautan Kanada, yang sedang melakukan patroli udara untuk mengawasi potensi pelanggaran, berhasil merekam bukti visual aksi kejahatan mereka, kata kejaksaan Pingtung.

Laporan itu kemudian diserahkan ke Direktorat Jenderal Perikanan Taiwan, dan kasusnya ditindaklanjuti kejaksaan Pingtung, yang kemudian menahan Tien serta enam ABK yang terlibat, sementara empat lainnya sudah ikut berlayar dengan kapal lain dan kini berstatus buronan.

Setelah penyidikan selesai, kejaksaan menuntut Tien atas dugaan kejahatan perburuan dan penyembelihan satwa liar dilindungi sesuai Undang-Undang Konservasi Satwa Liar.

Sementara itu, enam ABK Indonesia mendapat penuntutan yang ditangguhkan, dengan kewajiban masing-masing membayar NT$60.000 (Rp32,965 juta) ke kas negara dalam waktu enam bulan, kejaksaan memutuskan.

(Oleh Lee Hui-ting dan Jason Cahyadi)

Selesai/IF

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.