Oleh Miralux, Reporter Staf CNA
Ia datang dari keluarga sangat sederhana di sebuah kota kecil bernama Nanga Pinoh di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Keluarganya tak mampu menyekolahkannya ke jenjang tinggi, bahkan mengikuti kursus bahasa asing sekalipun. Namun tekadnya menerobos alam kemustahilan demi mengubah nasib di negeri orang patut diacungi jempol. Perempuan tangguh bernama Charis Chen ini hijrah ke Taiwan sebagai kuli bangunan, tetapi kini dikenal sebagai penulis. Berikut kisahnya yang dituturkan melalui CNA.
Dari kuli bangunan diangkat jadi penerjemah
Charis Chen awalnya datang ke Taiwan pada tahun 2005 silam sebagai pekerja Migran Indonesia (PMI) di sektor formal kontraktor. Ia diberi pekerjaan sebagai kuli bangunan. Saat itu, hanya dia satu-satunya wanita yang masuk ke dalam kelompok ini. Sementara pekerja lainnya adalah pria.
Charis mengatakan, kala itu, ia hanya mengenal Taiwan sebagai satu-satunya negeri yang potensial untuk mendapatkan gaji yang tinggi. Selain itu, sepengetahuan Charis, di kala itu baru Taiwan yang membuka lowongan untuk pekerja migran asing.
Ia lalu bekerja di sebuah gedung yang baru dibangun di distrik Xitun, Taichung. Pekerjaannya sama seperti kuli bangunan yang lain adalah pekerjaan kasar mulai dari dari mengangkat bebatuan, reruntuhan dari bahan-bahan bangunan, serta membersihkan WC atau toilet portable (toilet gendong).
Perusahaan tempat Charis bekerja adalah perusahaan borongan dari Inggris dan Australia. Tak heran kalau kemudian ia banyak bekerja bersama orang asing. Siapa sangka, ini jadi jalan Charis untuk maju karena ia ternyata mampu menjembatani pekerja Inggris dan Australia yang menemui kesulitan dalam berkomunikasi dengan warga lokal.
Saat Charis pertama datang ke Taiwan, ia memang belum fasih berbahasa Mandarin atau pun Inggris. Ia hanya fasih berbahasa khek (Bahasa Hakka) yang merupakan bahasa ibunya. Namun, keterbatasan ini tak dijadikan halangan oleh Charis. Ia mengandalkan kamus dan kegigihan, sehingga selang beberapa waktu saja, ia sudah diangkat menjadi penerjemah karena mampu membantu komunikasi antara orang asing dengan warga lokal.
Tugas Charis menjadi penerjemah, selain membantu berkomunikasi, ia pun harus berkeliling proyek dan mengingatkan orang-orang tentang keamanan kerja, seperti di antaranya penggunaan helm. Di momen ini pula ia bertemu suaminya, yang juga salah seorang kuli bangunan.
Pada tahun 2007, kontraknya habis dan ia memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Ia pun menikah dengan suaminya dan kembali ke Taiwan sebagai pengantin asing pada tahun 2008.
Bekerja di Depnaker 1955, membantu PMI
Dalam kehidupannya sebagai imigran baru, Charis mengisi waktunya bekerja di sebuah agensi tenaga kerja. Ia pun dikenal sebagai sosok yang akrab dengan kasus PMI serta sering membantu PMI yang dalam kesulitan, sekalipun ia bagian dari agensi.
Pada tahun 2021, Charis bekerja sebagai staf Depnaker Chiayi. Pengalamannya membantu pemerintah Taiwan dalam memecahkan masalah dari saluran telepon siaga 1955, membuatnya menjadi lebih tajam dalam membantu PMI.
Pada bulan Juli 2025, Charis memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan menjadi pekerja paruh waktu sebagai kolumnis di Commonwealth magazine. Ia berpindah pekerjaan ini bukan karena tak ada alasan, melainkan justru membuatnya lebih dekat dalam memperjuangkan hak-hak pekerja migran.
Charis mengatakan, dengan menjadi kolumnis, ia bisa berjuang menyuarakan hak-hak PMI, permasalahan PMI bahkan menulis kritik untuk pemerintah Taiwan agar dapat mengubah Undang-Undang Ketenagakerjaan menjadi lebih baik.
“Tekad saya adalah untuk membantu memecahkan permasalahan PMI, dengan cara berjuang sebagai penulis, agar suara ini dapat didengar oleh pemerintah Taiwan,” ungkapnya pada CNA.
Juara menulis Taiwan Literature Award for Migrants
Nama Charis bertambah dikenal masyarakat luas ketika ia menjadi pemenang lomba menulis bergengsi
Taiwan Literature Award for Migrants (TLAM). Pada tahun 2023, ia mencoba mengikuti lomba menulis tersebut untuk pertama kalinya. Ia mengatakan bahwa sebelumnya tak pernah mengikuti lomba serupa, hanya saja ia memang punya hobi menulis sejak kecil di bangku sekolah.
Ia pun mencoba peruntungan dengan mengisahkan dirinya sendiri sebagai peran utama dalam tulisannya. Tak ayal, kisahnya pun mencuri perhatian juri. Ia pun keluar sebagai pemenang juara 2, kategori pemilihan juri. Charis pun mendapatkan uang sebesar NT$80.000 (Rp43 juta).
Charis memang suka sekali menuliskan kisah-kisah dan ceritanya di Facebook. Namun ia tak menyangka jika mengikuti lomba pertama kali justru dapat melambungkan namanya menjadi pemenang.
Pada tahun 2024 pun Charis memutuskan untuk mengikuti lomba serupa. Kali ini ia menyabet juara 1 umum dengan total hadiah sebesar NT$150.000. Ia mengisahkan tentang PMI yang dibantunya untuk mendapat pekerjaan di Taiwan karena banyak pabrik menolak karena dirinya bertato.
Mendapat sertifikat tingkat nasional
Charis menuturkan jika ia ingin sekali melayani Tuhan melalui cerita-cerita atau kisah yang ia tuliskan sehingga dapat membantu atau menginspirasi para pekerja migran lainnya. Ia pun mendermakan sebagian uang hasil perlombaannya ke gereja.
Charis berdoa, ia ingin kehidupannya menjadi dampak bagi orang lain. Ia pun tetap mengakrabkan dirinya sebagai suara bagi pekerja migran untuk menyuarakan hak-haknya melalui tulisan yang ia buat. Selain itu, ia mempunyai harapan untuk melanjutkan sekolah hingga jenjang S2 (master).
“Di Taiwan kalau kita tidak kuliah dari S1, kita bisa langsung studi ke S2 dengan catatan harus lulus sertifikasi pada kemampuan khusus. Ini adalah ujian lisensi nasional pada bidang yang kita pilih. Jika lulus, kita dapat langsung lanjut ke studi S2,” tutur Charis yang mempunyai hobi menulis, membaca, dan jalan-jalan ini.
Charis pun mengikatkan kemauannya untuk dapat berjuang melanjutkan studi S2, dengan cara menempuh ujian lisensi tersebut. Tak mudah yang ia hadapi. Bahkan untuk warga Taiwan sekalipun, ujian tersebut terlihat angker dan hanya 14 persen warga lokal saja yang lulus, ungkap keluh kesahnya pada CNA.
Ia pun mengikuti ujian lisensi berkali-kali dan baru dapat dinyatakan lolos mendapat sertifikasi dari Kemenaker bersama dengan segelintir orang lainnya. Demi mendapat lisensi tersebut, ia harus mempunyai pengalaman kerja lima tahun, dan mengikuti ujian nasional yang diikuti ribuan orang di seluruh Taiwan. Charis mendapatkan lisensi Technician Certificate bernilai B sebagai kategori Employment Services yang dikeluarkan oleh Kemenaker (MOL).
Ia berpesan untuk warga negara Indonesia baik para diaspora, para imigran baru, maupun pekerja migran agar selalu mengingat tujuan kita merantau ke luar negeri.
“Jangan sampai tersesat kawan, ingat apa tujuan kita bekerja ke luar negeri. Kalau sudah di sini, jangan melakukan hal-hal negatif yang mempermalukan Indonesia. Jika ada hari libur, carilah kegiatan positif untuk membuatmu berkembang,” pesan Charis.
Selesai/IF