Oleh Mira Luxita, reporter staf CNA
Sumaryatun atau akrab disapa sebagai Yatun adalah purna pekerja migran yang pernah bekerja di Taiwan sebagai perawat orang tua. Selama 24 tahun tinggal dan menikah di Taiwan, Yatun telah membantu banyak pekerja migran Indonesia (PMI) bermasalah terutama para anak buah kapal (ABK) di pelabuhan Keelung, tutur Yatun saat diwawancarai CNA pada Minggu (8/12).
Tonton wawancaranya di https://www.youtube.com/watch?v=hyMGXN2Lbq0
Yatun datang ke Taiwan pada tahun 2000 jadi penjaga orang tua, dua tahun kemudian menikah dengan majikannya, kini orang tua yang dijaganya dulu jadi mertuanya, menurut cerita Yatun.
Tidak ada perbedaan yang menyolok antara menjadi PMI dan sebagai ibu rumah tangga yang menikah dengan orang Taiwan. Perbedaannya hanya dalam batas pekerjaan saja, tutur Yatun yang berasal dari Magetan, Jawa Timur ini.
“Kalau dulu jadi PMI perawat orang tua hanya bekerja di rumah saja, kini sebagai pengantin asing bisa pergi ke mana saja bahkan membantu teman-teman yang membutuhkan,” ujar Yatun.
Yatun mengungkapkan bahwa dirinya adalah sosok yang tidak tegaan.
“Saya orang yang tidak bisa menolak kalau dimintai tolong. Saya bersyukur dengan status saya saat ini, lebih banyak waktu untuk membantu teman-teman PMI, terutama ABK,” tutur Yatun menanggapi.
Yatun juga pernah menjadi Satuan Tugas (Satgas) Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) pada tahun 2022 lalu.
“Saat menjadi Satgas dulu lebih enak karena kalau ada masalah kita hubungi majikan atau agensi sebagai perwakilan dari KDEI, pasti lebih banyak didengar, jadi lebih mudah menyelesaikan kasus,” ujarnya.
Kasus yang paling sering dibantu saat menjadi aktivis atau relawan saat ini yaitu banyaknya ABK yang di-PHK sepihak oleh majikan. ABK ini bekerja di kapal penangkap cumi dan ikan layur, yang dikenal kapal musiman.
Para ABK banyak yang diturunkan dari kapal dan diberhentikan secara sepihak, sehingga teman-teman ini tidak ada pekerjaan lagi, ujar Yatun.
“Saya pernah mengadukan hal ini kepada Direktorat Jenderal Perikanan (FA) dan Depnaker mengenai, tetapi secara aturan ternyata tidak bisa mengubah kondisi ini. Jadi, langkah yang bisa saya lakukan adalah meminta bantuan Sembako dari organisasi dan Depnaker agar para ABK ini tetap tercukupi kebutuhan pangannya,” ungkap Yatun yang pernah bekerja di salah satu Biro Kesehatan kota Keelung ini.
“Saya banyak mengenal organisasi masyarakat Taiwan seperti Taiwan Head Association for International, Keelung City Multicultural Development Association dan Wuji Yusheng Temple dan Lions clubs,” sambung Yatun.
Yatun mengatakan bahwa ia pun meminta sembako kepada organisasi-organisasi tersebut untuk para ABK, hingga mereka hafal waktu-waktu di mana para ABK ini di-PHK.
“Jadi sekarang justru mereka yang mengingatkan saya untuk mengambil sembako,” ujarnya.
Ketika ditanya CNA, kasus apa yang paling sulit untuk ditangani, Yatun mengatakan mengenai pindah majikan. Ada seorang ABK yang ingin pindah majikan, tapi majikannya tidak mau tanda tangan. Jadi ABK-nya tidak bisa pindah kerja.
“Sebenarnya majikan masih suka dengan kinerja ABK tersebut, tetapi mas ABK ini punya keinginan lain. Susah sekali mengurusnya sampai dua bulan keduanya tetap bersikukuh dengan kemauan mereka. Dua-duanya tidak mau mengalah, akhirnya mas ABK-nya pulang hingga saat ini tidak bisa kembali ke Taiwan,” ujar Yatun yang juga pernah bekerja sebagai penerjemah di salah satu rumah sakit di Keelung.
“Saya seringkali menghimbau untuk teman-teman ABK yang masih aktif bekerja, agar tidak menuntut macam-macam, yang penting gaji lancar dan majikan baik itu saja. Kadang mereka ingin pindah majikan itu karena bertengkar dengan temannya sesama ABK atau kaptennya atau karena iming-iming temannya.” Ujar Yatun.
“Kebanyakan yang ingin pindah majikan itu kasus atau masalahnya sepele bukan masalah serius, misalnya pengen gaji ditambah karena melihat teman-temannya yang lain, nah kalau majikannya belum mampu untuk membayar lebih ya gimana, kita tidak bisa menuntut, setiap majikan, kan berbeda,” tambah Yatun.
Yatun sering dikenal sebagai relawan penerjemah bagi ABK. Jika ada ABK yang bermasalah, ia membantu untuk memediasi dan menerjemahkan dengan majikan. Namun kalau masih belum ada solusinya, ia serahkan kepada Depnaker, tetapi tetap mendampingi ABK tersebut, ungkap Yatun.
“Beruntung saya sudah kenal beberapa pejabat di Depnaker, kepolisian, DPRD, imigrasi, departemen perikanan, dan konseling di Kota Keelung. Jadi, kalau ada masalah saya bisa kontak mereka. Namun masih tetap saja ada kendala yang saya hadapi, yaitu waktu,” ujarnya.
Sebagai mediator yang menjembatani para ABK dengan para pejabat ini, Yatun mengalami kesulitan mengatur waktunya.
“Kalau ABK ada masalah atau mau mengadakan acara minta bantuan pejabat, para ABK hanya bisa datang saat ada angin topan atau taifun karena tidak berlayar, tetapi para pejabatnya libur, jadi yah susah juga ya, hahaha,” ujar Yatun menjawab pertanyaan sambil tertawa.
Ketika ditanya apa pesanya untuk pemerintah, Yatun mengatakan agar pemerintah Taiwan dapat memperbaharui aturan untuk ABK.
“Mohon dikaji kembali, terutama ABK kapal musiman. Mereka tanda tangan tiga tahun, tetapi bekerjanya cuma enam hingga tujuh bulan, menganggurnya lama, kasihan,” ujar Yatun mengakhiri wawancara.
Selesai/JA