Oleh Mira Luxita, staf reporter CNA
Semasa berjuang sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) di Taiwan, ia kerap dikenal dengan sebutan “bundanya PMI”. Puluhan kasus telah ia tangani, terutama yang berkaitan dengan anak buah kapal (ABK). Ia pernah bekerja 12 tahun di majikan yang sama sebagai penjaga lansia, hingga dianugerahi beberapa penghargaan dari pemerintah Taiwan dan Indonesia.
Kini, Tantri mengemban tugas sebagai ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) serta pimpinan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) di Desa Morang, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun di Jawa Timur.
Dwi Tantri (53) pertama datang ke Taiwan pada tahun 2008-2010. Ia kembali ke tanah air dan bekerja di sebuah Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (sebelumnya PJTKI). Selama setahun, Tanti, panggilan akrabnya, belajar tentang aturan tenaga kerja dan proses pengiriman PMI ke luar negeri, ujarnya membuka wawancara bersama CNA.
Bekerja di majikan yang sama selama 12 tahun
Pada kedatangannya yang kedua, ia bekerja di majikan yang sama selama 12 tahun. Tantri sempat mengelak jika ada yang bilang ini adalah sebuah keberuntungan. Baginya, ini adalah kerja keras, ujar Tantri.
“Saya bisa bekerja 12 tahun di majikan yang sama, menjaga lansia yang sama itu karena kerja keras. Sebagai PMI kita harus tahu apa kewajiban kita, jangan sampai disuruh majikan baru dikerjakan. Kita harus punya inisiatif untuk mengerjakan pekerjaan kita,” ujar Tantri yang pernah bekerja di Keelung ini.
Tantri juga menuturkan bahwa semasa bekerja, ia pun tak pernah menuntut macam-macam. Malah, ujarnya, ia berinisiatif membuat makanan sehat untuk akong yang dijaganya, kala itu berusia sekitar 80 tahun.
Ia menjaga lansia yang dijaganya dengan hati-hati dan menyiapkan segala hal tanpa berpikir apakah ini pekerjaannya atau bukan. Menurut Tantri, itulah yang membuat majikannya tetap mempekerjakannya selama 12 tahun.
Sebagai Aktivis dan relawan
Semasa kerjanya, ia mengisi waktunya dengan hal-hal bermanfaat, seperti menjadi Satgas KDEI, membuka perpustakan taman baca PMI di aula Taipei Main Station (TMS), dan mendirikan organisasi KOMPIT (Komunitas Pelaut Keelung Taiwan).
Tantri juga menuturkan bahwa selama 12 tahun, ia tak pernah melakukan rekreasi atau berwisata jalan-jalan keliling Taiwan saat hari libur.
Baginya, mempunyai jaringan yang kuat dengan pemerintah adalah salah satu kunci kekuatannya. Hal tersebut tak lepas dari kelancaran komunikasinya berbahasa Mandarin. Kepada CNA, Tantri mengatakan bahwa ia belajar bahasa Mandarin secara mandiri melalui film drama Taiwan dari YouTube.
Saat ditanya CNA mengenai pengalamannya melayani para ABK yang terkena kasus, bunda, panggilan akrabnya, menuturkan ada beberapa kasus yang tak akan pernah ia lupakan, terutama pembebasan ABK yang ditahan maupun tidak digaji.
Tantri sempat menuturkan bahwa pada tahun 2014, ia pernah menangani kasus ABK Trinidad yang yang bekerja di kapal milik perusahaan Taiwan Kwo Jeng Trading Co, di mana ABK tersebut sempat terlantar di perairan Trinidad dan Tobago karena perusahaan tak dapat membayar gaji mereka hingga empat tahun.
Adapun Tantri mengatakan bahwa ia juga pernah menangani kasus ABK Indonesia yang dipekerjakan di kapal Taiwan, tetapi tertangkap di Beijing karena kesalahan dokumen, sehingga membuat mereka ditahan dan dimasukkan ke dalam tempat tahanan sementara. Pada saat itu, Tantri bekerja sama dengan pihak imigrasi KDEI dan KJRI di Beijing untuk membebaskan ABK tersebut.
Kasus lain pun juga ia ceritakan mengenai pembebasan dua ABK yang dianiaya majikan. Para ABK tersebut bekerja menjaga ikan. Namun jika ada ikan yang mati, mereka mendapat perlakuan kasar dari majikan, termasuk pemukulan, ujar Tantri.
Setelah ABK tersebut melapor kepadanya, Tantri selama satu minggu mempersiapkan cara agar ABK tersebut bisa keluar dari tempat majikan. Suatu hari, pada pukul 7 malam hingga 3 pagi, kedua ABK tersebut akhirnya dapat keluar dari rumah majikan dan meminta perlindungan ke kantor polisi terdekat, dan akhirnya mereka dijemput agensi dan dipindahkan ke majikan yang lain, menurut cerita Tantri.
Kisah lain yang ia ingat juga mengenai seorang pekerja rumah tangga (PRT) kaburan yang mengidap sakit TBC menular, yang sempat terlantar karena tidak mempunyai uang.
Tantri pun membantu pekerja tersebut bersama dengan seorang relawan di Nantou. Akhirnya pekerja tersebut mendapat bantuan dan diobati hingga sembuh dan pulang ke Indonesia, ujarnya.
Selain ceritanya membantu kasus ketenagakerjaan, Tantri juga aktif sebagai relawan yang memperkenalkan budaya Indonesia kepada murid-murid usia TK hingga mahasiswa, serta guru dan dosen warga Taiwan. Selain itu, masa liburnya ia habiskan untuk mengajar kerajinan tangan membuat tas bagi PMI, menurut cerita Tantri.
Penghargaan dari pemerintah Indonesia dan Taiwan
Dikarenakan keaktifannya, ia pun menuai beragam penghargaan dari pemerintah Taiwan dan juga Indonesia. Tantri pernah mendapatkan penghargaan sebagai PMI Inspiratif pilihan TEMPO tahun 2017 dan PMI teladan dari BP2MI pada tahun 2020. Piagam penghargaan juga pernah ia dapatkan dari Departemen Urusan Sosial Kota Keelung dan Direktorat Jenderal Imigrasi Taiwan, ujar Tantri menerangkan.
Pada tahun bulan Juni 2022, Tantri mengakhiri kontrak kerjanya dikarenakan harus mendampingi sang suami yang telah terpilih menjadi kepala desa sejak Februari 2022. Saat mendampingi suami, ia berinisiatif membuat sebuah UMKM bagi warga setempatnya, ujar Tantri.
Menurut Tantri, wirausaha pertama yang ia buka bersama ibu-ibu PKK lainnya adalah jamu kunir asam. Ia juga memanfaatkan PTP (pemanfaatkan tanah pekarangan) dengan menanami sayuran.
Setelah panen, sayuran tersebut diolah dan dikemas sebagai makanan sehat dibagikan gratis pada anak-anak balita, satu bulan dua kali dengan program yang dinamakan Jumat sehat agar tujuannya mengurangi angka stunting atau kekurangan gizi pada balita, ujarnya.
Ia juga menggalakkan program dengan membantu warga yang mempunyai masalah kesehatan dengan membawa warga yang sakit ke rumah sakit dengan mobil siaga, ujarnya.
“Rute desa kami jauh di atas pegunungan, jadi kalau ada yang sakit sulit untuk membawa ke rumah sakit besar di kabupaten. Beruntung kami mendapat mobil siaga dari Indosuara, perusahaan Taiwan,” ujar Tantri.
Tantri juga kerap membagi-bagikan sembako bagi lansia dan juga bantuan di masa COVID-19 bagi warga desanya dengan bantuan dari beberapa perusahaan Taiwan yang ia kenal.
Tak hanya sebagai pinpinan TP PKK atau mendampingi suaminya kepala desa, Tantri juga diberi tugas sebagai pimpinan LPK semenjak tahun 2023. Kesehariannya ia habiskan dengan mengajar bahasa Mandarin dan juga membantu penanganan kendala dokumen bagi calon pekerja migran Indonesia (CPMI).
Di akhir wawancara, Tantri berpesan agar rekan-rekannya yang masih aktif bekerja di Taiwan untuk tetap bekerja dengan baik, dan jangan berlaku negatif yang melebihi batas.
“Tidak ada pekerjaan yang ringan. Jangan cepat memutuskan untuk minta ganti majikan atau agensi. Jangan pinjamkan identitas ke orang lain, itu bahaya. Ikuti aturan ketenagakerjaan yang ada di Taiwan. Jaga sopan santun, tata krama terutama di media sosial,” ujar Tantri mengingatkan.
Selesai/JC