Taipei, 4 Okt. (CNA) Migrain yang tidak ditangani sejak dini dapat memicu kecemasan dan depresi, sehingga pasien sebaiknya segera menjalani pengobatan bila gejala sudah berat, kata Ketua Taiwan Headache Society (THS) Yang Chun-pai (楊鈞百) baru-baru ini.
Kepada wartawan, Yang menceritakan seorang pasien wanita bermarga Chen (陳) (46) yang mulai sering sakit kepala sejak lulus kuliah dan masuk dunia kerja, di mana penyakitnya itu kambuh tiap dua hingga tiga hari, disertai keringat dingin, gemetar, dan mual.
Setelah didiagnosis migrain, obat pereda nyeri konvensional kurang manjur sehingga ia lama tersiksa, bahkan berkembang menjadi depresi berat setelah ia 20 tahun menderita, beberapa kali dirawat inap, dan sempat terpikir mengakhiri hidup, lanjut Yang.
Yang mengatakan, banyak orang keliru mengira migrain hanya nyeri di satu sisi kepala atau cukup diatasi dengan obat nyeri saat kambuh, padahal penyakit ini ditentukan gejala klinis dan merupakan penyakit saraf serius yang perlu diobati.
Jika berlangsung lama, penyakit ini juga memengaruhi suasana hati, kata Yang, menambahkan bahwa sebagian pasien takut bersosialisasi atau bepergian karena khawatir tiba-tiba kambuh, hingga tidurnya bisa terganggu saat serangan. Dalam jangka panjang, ini dapat menimbulkan kecemasan dan depresi sebagai komorbiditas, ujarnya.
Sementara sakit kepala umum biasanya berlangsung puluhan menit hingga sekitar satu jam dan membaik dengan istirahat, kata Yang, migrain sering disertai mual serta rasa sensitif cahaya dan suara, dengan durasi dapat berjam-jam hingga 2–3 hari, bisa menurunkan produktivitas bahkan memaksa pasien berbaring.
Mengutip studi internasional, Yang memperkirakan kehilangan produktivitas akibat migrain di Taiwan setara 2 persen pendapatan domestik bruto, lebih tinggi dari penyakit kardiovaskular dengan 1,29 persen.
Migrain, kata Yang, berkaitan dengan faktor bawaan dan perubahan hormon, dengan rasio pasien perempuan dibandingkan laki-laki sekitar tiga banding satu dan banyak perempuan mulai mengalaminya selepas menarke, makin nyata seiring usia, lalu membaik setelah menopause.
Selain obat pereda nyeri, tren terapi kini adalah obat pencegahan yang dikonsumsi beberapa bulan berturut-turut untuk menstabilkan otak, menurunkan frekuensi dan keparahan serangan, pungkas Yang.
Yang menyarankan, bila migrain kambuh lebih dari empat hari per bulan, gejalanya berat hingga mengganggu kerja atau aktivitas, dan obat akut kurang efektif, segeralah berobat dan pertimbangkan terapi pencegahan agar benar-benar terlepas dari siksaan migrain.
(Oleh Tseng Yi-ning dan Agoeng Sunarto)
Selesai/JC