Asosiasi: KDRT kasus umum di keluarga imigran baru

26/09/2025 13:11(Diperbaharui 26/09/2025 13:11)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Foto untuk ilustrasi semata. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
Foto untuk ilustrasi semata. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)

Taipei, 26 Sep. (CNA) Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang berujung perceraian jadi masalah yang banyak ditemui di keluarga imigran baru di Taiwan, perlu pemahaman hukum dan kenal asal-usul keluarga pasangan sebelum menikah untuk menghindari kasus seperti ini, kata sebuah asosiasi.

Kepada CNA, Riana Anwar, inisiator Warna Warni, sebuah asosiasi migran baru di Taiwan, menyebut kasus KDRT yang berujung perceraian jadi masalah umum yang diterima pihaknya.

Meski tidak menyebut berapa angkanya, wanita asal Indonesia yang telah tinggal di Taiwan selama 23 tahun ini menyebut, kondisi tersebut berdampak pada anak imigran baru karena keluarga yang tidak utuh.

"Pada dasarnya kebanyakan mereka masalah perceraian dan KDRT karena suami tidak sesuai dengan yang diharapkan, pemabuk. Banyak dari imigran baru yang bercerai. Ibu single dan ayah single. Ini masalah umum," kata Riana.

Menurut Riana, yang banyak ditemui dari kasus-kasus tersebut adalah kurangnya imigran baru mengenali keluarga calon pasangan saat sebelum menikah.

Banyak yang asal percaya dengan iming-iming hidup yang lebih baik setelah menikah dengan warga Taiwan tanpa menyelidiki dulu kebenarannya, kata Riana. Padahal tanpa tahu latar belakang, potensi terjebak pada keluarga yang tidak harmonis semakin besar.

Dan sekali terjebak, sambung Riana, akan sulit keluar.

"Banyak pekerja migran bermimpi menikah dengan anak majikan. Tapi dia enggak tahu latar belakang," kata Riana.

Namun jika sudah terlanjur terjadi, yang harus diketahui adalah mengakses bantuan hukum, kata Riana.

Hal yang pertama dilakukan adalah menelepon pihak kepolisian jika pasangan melakukan KDRT. Dengan begitu, kepolisian akan menetapkan jarak, sehingga pasangan yang berpotensi melakukan KDRT tidak bisa mendekat dari rumah pasangannya, kata Riana.

Sesudah itu, bisa mengambil waktu untuk berdiskusi. "Bisa didamaikan atau tidak. Kalau sudah tidak bisa bersatu lagi, ya maka bercerai," kata dia.

Status kependudukan migran baru yang bercerai

Riana menyatakan, untuk pasangan imigran baru yang bercerai jika ia sudah mengganti kewarganegaraannya menjadi Taiwan, maka tidak perlu meninggalkan Taiwan setelah bercerai.

Kewarganegaraan Taiwan, bisa didapat setelah menikah dengan WN Taiwan dan tinggal tiga tahun di Taiwan dengan satu tahun terakhir tidak meninggalkan Taiwan sama sekali. 

Sedangkan bagi mereka yang hendak mempertahankan kewarganegaraan asalnya, akan mendapatkan Alien Permanent Residence Certificate (APRC) yang dijaminkan oleh pasangan. Sama seperti pemegang kewarganegaraan Taiwan, pemegang APRC juga tidak perlu pulang dari Taiwan setelah bercerai.

"Kecuali ARC biasa," kata dia.

Sementara itu, mengutip Badan Imigrasi Nasional menyerukan agar para imigran baru tidak menyembunyikan kasus KDRT, dan segeralah memohon bantuan dengan menelepon ke saluran 113, agar otoritas terkait bisa membantu pada waktu yang tepat.

(Oleh Muhammad Irfan)

Selesai/ML/JC

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.