Oleh Muhammad Irfan, reporter staf CNA
Akses belajar bagi pekerja migran Indonesia (PMI) di Taiwan tak hanya dipengaruhi oleh motivasi pribadi dan juga lingkungan kerja masing-masing, ketersediaan tutor yang mayoritas adalah pelajar Indonesia di Taiwan membuat dinamika proses belajar mengajar di kalangan PMI menjadi lebih menantang, mengingat tutor juga punya kewajiban studi yang harus dikejar dan dipenuhi.
“PKBM PPI di Taiwan adalah satu-satunya PKBM yang dikelola oleh mahasiswa,” kata Kepala Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Taiwan, Ananda Insan Firdausy.
Dengan kondisi ini, wajar kalau kemudian bukan hanya siswanya yang punya beban kerja di tempat masing-masing, melainkan tenaga pengajarnya juga yang punya beban tersendiri, kata lulusan PhD dari National Yang Ming Chiao Tung University ini.
Pria yang karib disapa Nanda ini pun menilai, kondisi ini merupakan tantangan sekaligus keunikan yang ditemui di PKBM PPI Taiwan apalagi dengan visinya yang semi-sukarela.
Untuk itu dalam setiap proses rekrutmen tutor, PKBM PPI Taiwan selalu menanyakan motivasi dari para calon tutor tersebut, kata Nanda.
“Kebanyakan mereka ingin memberikan kontribusi untuk mencerdaskan warga Indonesia di Taiwan yang belum berkesempatan menyelesaikan pendidikan 12 tahun. Jadi ini sebagai kontribusi teman-teman pelajar Indonesia di Taiwan,” kata dia.
Dengan motivasi ini, sejauh yang Nanda perhatikan, komitmen para tenaga pengajar untuk berbagi ilmu kepada para siswa amat kuat. Proses pembelajaran pun dibuat interaktif meski dilaksanakan secara daring.
Minat yang tinggi
Sementara itu minat dari para PMI untuk kembali menimba ilmu di perantauan cukup tinggi. Saat mempromosikan program penerimaan siswa baru misalnya, setiap unggahan punya respons cukup tinggi bahkan ada yang sampai 36 ribu di media sosial dengan 600 komentar.
Namun karena keterbatasan baik sumber daya dan aturan, pihaknya yang hanya punya 15 pengajar cuma mampu merekrut 90 sampai 100 siswa setiap tahunnya di setiap jenjang, kata Nanda.
“Kalau dilihat 100 siswa itu banyak, tetapi kalau secara persentase dengan jumlah PMI yang katakanlah 200 ribu orang di Taiwan, ya tentu jumlah ini hanya berapa persennya. Yang tidak berkesempatan untuk belajar lebih banyak,” kata Nanda.
Oleh karena itu ke depan ia berharap fasilitas PKBM seperti ini bisa merata. Apalagi PMI di Taiwan tersebar di banyak daerah mulai dari bagian utara, selatan, hingga pulau-pulau kecil sekitar Taiwan.
“Semoga PKBM bisa lebih besar, meng-cover lebih banyak kalangan dan lapisan. Karena selama ini secara tidak langsung 50 persen peserta PKBM itu terpusat di utara. Sementara 50 persennya di selatan atau tengah. Jadi harapannya ke depan bisa lebih merata, terutama bagi PMI yang masih mau belajar tetapi tidak punya akses,” kata Nanda.
Nanda menambahkan, secara umum pendidikan bagi PMI di Taiwan difasilitasi dengan baik lewat sejumlah ruang pembelajaran yang fleksibel seperti yang di antaranya digelar oleh PKBM PPI Taiwan atau Universitas Terbuka bagi yang hendak melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi selepas lulus di paket C. Komitmen belajar di tengah kesibukan kerja tentu menjadi kendala. Namun dengan kelulusan sejumlah siswa, ini membuktikan bahwa PMI yang punya semangat belajar ternyata bisa melaluinya.
Selesai/ ML