FEATURE /Jubah Hitam sukses di Rock in Solo, lanjutkan karier bermusik dari Taiwan ke Indonesia

25/11/2025 16:44(Diperbaharui 25/11/2025 16:45)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Jubah Hitam di Festival Rock in Solo 2025. (Sumber Foto : Jubah Hitam)
Jubah Hitam di Festival Rock in Solo 2025. (Sumber Foto : Jubah Hitam)

Oleh Muhammad Irfan, reporter staf CNA

Suara Robby terdengar sumringah. Dalam sambungan telepon dengan CNA, vokalis dari band metal Jubah Hitam ini mengaku bersyukur grup musik yang ia dirikan di Taiwan bersama teman-teman pekerja migran Indonesia (PMI) lain pada 2019 ini mampu meneruskan sepak terjangnya di Indonesia, bahkan tampil di "Lebaran para Metalhead Indonesia": Rock in Solo 2025.

"Tadinya sudah nervous enggak ada yang nonton. Ternyata alhamdulillah, responsnya baik," kata Robby.

Robby memulai Jubah Hitam di Taiwan bersama David (gitar). Personel lain kemudian bergabung, mulai dari Dion (bas), Andy Rizki (gitar), Ferry (drum), dan Haritsyah (synthesizer/vokal), membentuk sekstet yang mayoritasnya PMI di Chiayi, Tainan, dan Taoyuan, yang dikenal karena gaya musik metalnya yang khas dengan sentuhan elektronik.

Mereka sempat tampil di sejumlah panggung penting musik Taiwan seperti Megaport Music Festival di Kaohsiung pada 2023, acara tahunan Nuit Blanche 2025, hingga mengisi panggung peringatan pendirian Republik Tiongkok (Taiwan) pada 1 Januari 2025 di depan Kantor Kepresidenan.

Namun, keterbatasan kontrak membuat satu per satu personel harus pulang ke Indonesia dan tak bisa melanjutkan aktivitas bermusiknya di Taiwan. Berdasarkan aturan, pekerja manufaktur hanya boleh bekerja di Taiwan maksimal 12 tahun, dan tidak bisa diperpanjang jika majikan tidak mengajukan program Pekerja Teknis Tingkat Menengah (PTTM). 

Robby jadi personel Jubah Hitam yang pulang pertama, di 2025, kemudian disusul Dion dan baru-baru ini sang gitaris serta pendiri, David juga kembali ke Indonesia setelah masa kontrak kerjanya di Taiwan habis.

"Alhamdulillah ternyata masih bisa melanjutkan band di Indonesia," kata Robby.

Batasan masa kerja jadi hambatan

Dua belas tahun tinggal sebagai pekerja di Taiwan, Robby, yang berasal dari Subang, Jawa Barat tidak sekadar menghabiskan waktunya untuk bekerja, tetapi juga berupaya meluangkan waktu buat berkarya.

Bersama dengan teman-temannya di Jubah Hitam, ia telah membuktikan hal tersebut. Tak hanya lewat penampilan langsung tetapi juga merilis lagu-lagu gubahan mereka pada rilisan cakram padat dengan tajuk "Tirakat Spiritual" pada 2024.

Penerimaan dari kancah musik Taiwan pada Jubah Hitam amat baik. Leo Chen (陳幼軒), Manajer Umum Idea Advertising & Event Management Limited yang pernah mengundang mereka tampil di Istana Kepresidenan misalnya, menilai pemilihan mereka tidak hanya karena karya mereka secara musikal, tetapi juga mencerminkan penghargaan terhadap kontribusi mereka yang berperan penting dalam infrastruktur dan perkembangan teknologi Taiwan. 

Namun, prestasi ini tak berarti Jubah Hitam punya kesempatan untuk melanjutkan karir bermusik mereka di Taiwan.

"Ya kecewa sih enggak ya. Karena memang sudah jadi risiko. Mau enggak mau, karena sudah terkait kontrak, ya harus pulang. Padahal Jubah Hitam sedang berkembang," kata Robby.

Robby tak menyerah. Banyak upaya yang ia lakukan untuk memastikan band-nya masih punya peluang untuk terus berkarya dari Taiwan. Namun, hingga tamat masa kontrak 12 tahunnya, ia tak kunjung dapat kabar kalau dirinya bisa memperpanjang masa kerja di Taiwan. 
 
Ia pun sempat berpesan kepada personel yang tersisa di Taiwan untuk tetap meneruskan band. Tetapi karena satu per satu anggota band sudah harus pulang, Jubah Hitam pun memilih hiatus dan sempat menyelenggarakan satu pertunjukan perpisahan pada Juli 2025.

"Semua sudah mengusahakan, tetapi visa [untuk seniman] itu memang tidak ada. Jadi ya harapan kami mungkin ke depan ada pelonggaran untuk tujuan pertukaran budaya seperti yang kami lakukan ini," kata Robby, yang kini membuka usaha penganan martabak di rumahnya di Subang.

Perjalanan ke Rock in Solo

Namun, siapa sangka apa yang mereka mulai dari Taiwan bisa mendapat respons positif dari penyuka metal tanah air. Kesempatan ini terbuka kala mereka diundang jadi salah satu penampil di Rock in Solo, sebuah festival musik metal tahunan yang digelar di Surakarta sejak 2012 dan selalu menghadirkan tak kurang dari 8.000 pengunjung untuk menyaksikan penampil metal dari dalam dan luar negeri.

"Tadinya kami pikir kami hanya akan tampil di rangkaian sebelum festival. Tapi ternyata kami didaulat untuk tampil di acara intinya," kata Robby yang naik panggung di hari kedua festival pada Minggu (23/11). Tak heran, banyak media lokal juga "menyambut kepulangan" jagoan metal Indonesia yang telah merantau lama ini.

Lama tak merasakan euforia kancah metal Indonesia, Robby mengaku ia agak gentar. Berbeda dengan di Taiwan, Indonesia dikenal dengan kancah metalnya yang besar. Apalagi, Jubah Hitam punya ruang tunggu artis yang berkelompok dengan band-band yang sudah lebih punya nama di Nusantara, seperti Down for Life, 510, Negatifa, Sukatani, Stereowall, hingga The Brandals.

"Pertama datang ke situ, kayak 'anak bawang'. Dari situ kami memperkenalkan diri dengan personel-personel tersebut. Ternyata enggak ada sekat, semua ramah-ramah. Ada juga beberapa purna-PMI Taiwan yang datang. Jadi kami berbaur dengan semuanya. Ini pengalaman yang menyenangkan sekali," kata Robby.

Ia juga tak menyangka kalau beberapa pendengar di Indonesia sudah familier dengan musik Jubah Hitam.

Melihat potensi ini, Robby cukup percaya diri untuk melanjutkan band-nya di Indonesia. Kendati demikian, ia tak memungkiri kalau tempat tinggal masing-masing personel yang berjauhan meskipun sudah pulang ke Indonesia, akan jadi tantangan sendiri.

"Tapi kalau ada kesempatan kami akan kejar," kata dia.

Ditanya tentang pesan bagi PMI yang berkarya di Taiwan dan sudah harus pulang, Robby menyebut berkaca dari pengalaman Jubah Hitam, selagi ada jalan yang bisa ditempuh dan gigih menjalaninya, tentu akan selalu ada peluang.

"Kalau waktunya bagus, lingkungannya bagus, kenapa enggak. Karena sayang kalau karya yang kita bangun dari perantauan, menguap begitu saja setelah kembali ke Indonesia."

Selesai/JC

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.