Oleh Lin Hsiang-yun dan Agoeng Sunarto, reporter dan penulis staf CNA
Sebuah kasus pembunuhan di jalanan Distrik Tucheng, New Taipei pada 7 Juli, yang melibatkan seorang pria bermarga Hsieh (謝) yang memiliki riwayat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), menuai pertanyaan tentang efektivitas perlindungan korban KDRT.
Baca juga: Dua wanita pengendara skuter tewas pasca ditikam di New Taipei
Berikut informasi seputar perintah perlindungan dan sanksi atas pelanggarannya yang berlaku di Taiwan, yang dirangkum CNA.
Apa itu perintah perlindungan?
Perintah perlindungan dikeluarkan untuk melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga dari ancaman berulang. Isinya meliputi larangan melakukan kekerasan, menghubungi, menguntit, atau mendekati korban, serta dapat memerintahkan pelaku untuk meninggalkan tempat tinggal dan menjaga jarak dari lingkungan korban.
Kapan seseorang bisa mengajukan perintah perlindungan?
Sesuai Undang-Undang Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, korban kekerasan fisik maupun psikologis dari anggota keluarga atau pasangan yang tidak tinggal bersama dapat mengajukan permohonan perintah perlindungan ke pengadilan.
Apa perbedaan berbagai perintah perlindungan?
Terdapat tiga jenis perintah perlindungan: biasa, sementara, dan darurat. Ketiganya mulai berlaku setelah disahkan pengadilan.
Perintah perlindungan biasa diajukan secara tertulis oleh korban, kejaksaan, kepolisian, atau otoritas pemerintah daerah, dan memberikan cakupan perlindungan paling lengkap, termasuk permintaan biaya sewa rumah, nafkah, hingga biaya medis. Masa berlaku maksimal dua tahun dan dapat diperpanjang berkali-kali.
Perintah perlindungan sementara dikeluarkan pengadilan sebelum perintah biasa diputus, untuk mengisi celah waktu saat proses hukum berjalan.
Perintah darurat dikeluarkan dalam waktu empat jam oleh pengadilan atas permintaan kejaksaan, kepolisian, atau pemerintah daerah jika ada bahaya langsung terhadap korban.
Apa saja perlindungan yang diberikan perintah tersebut?
Ketiga jenis perintah ini dapat melarang pelaku melakukan kekerasan, menghubungi atau mendekati korban, mengusir pelaku dari rumah, menjaga jarak dari tempat kerja atau sekolah korban, menjamin hak penggunaan barang pribadi, hingga membatasi akses terhadap informasi pribadi korban.
Hanya perintah biasa yang dapat menetapkan jadwal kunjungan anak, biaya kompensasi, dan mewajibkan pelaku menjalani rehabilitasi atau konseling.
Siapa yang dapat mengajukan perintah perlindungan?
Korban dapat mengajukannya ke pengadilan. Jika korban adalah anak-anak atau penyandang disabilitas, permohonan dapat diajukan wali atau kerabat sampai tiga tingkat hubungan keluarga.
Untuk perintah darurat, hanya kejaksaan, kepolisian, atau otoritas daerah yang dapat mengajukan permohonan tersebut.
Apa saja dokumen yang dibutuhkan untuk permohonan?
Dokumen meliputi formulir permohonan, salinan kartu keluarga korban dan pelaku, bukti kekerasan seperti surat keterangan medis, foto, rekaman audio/video, serta dokumen pendukung lainnya seperti surat kepemilikan kendaraan atau properti, dan data saksi.
Apa sanksi jika pelaku melanggar perintah perlindungan?
Pelaku dapat dikenai hukuman penjara hingga tiga tahun, kurungan, atau denda hingga NT$100.000 (Rp55,768 juta). Jika pelaku terus mengulangi kekerasan, kejaksaan dapat mengajukan permohonan penahanan preventif.
Meningkatnya kekerasan pasca pengajuan perintah perlindungan
Taipei Woman’s Rescue Foundation (TWRF) dalam pernyataan resmi menyatakan bahwa dalam praktiknya, tingkat kekerasan sering meningkat menjelang dan setelah pengajuan perintah perlindungan atau perceraian.
Oleh karena itu, yayasan itu mengimbau petugas sosial harus membantu korban membuat rencana keselamatan, termasuk rute keluar dan strategi jika bertemu pelaku. Setelah perintah dikeluarkan, petugas pelindung hukum wajib mengawasi dan memperingatkan pelaku.
Selesai/JC