Oleh Mira Luxita, reporter staf CNA
Sebut saja Ani (nama samaran), seorang perempuan yang bekerja sebagai perawat migran di Taipei selama enam tahun, tak menyangka jika kontraknya harus berakhir secara sepihak di tangan majikannya karena ia menderita leukimia (kanker darah).
Saat diwawancarai CNA, Ani menceritakan ia awal mulanya jatuh sakit pada awal 2025. Selama dua pekan menjelang awal tahun baru, ia merasakan gejala seperti gusi berdarah, badan memar, lemas, dan menstruasi yang deras.
"Gejalanya dua minggu sebelum saya masuk rumah sakit, setiap kali dorong akong (kakek) untuk jalan-jalan saya selalu merasa lemas dan sesak nafas. Sesekali saya berhenti kemudian membaik lagi, tetapi gejala tetap muncul bahkan kaki saya lemas," ujar Ani yang berasal dari salah satu kabupaten di Jawa Tengah.
Tepatnya tanggal 2 Januari tahun ini, ia merasakan lemas dan hampir pingsan, hingga majikan melarikannya ke Rumah Sakit Shuang Ho (Taipei Medical University). Ia pun mesti berjalan dari rumah majikan ke suatu tempat untuk memanggil taksi, ujar Ani (38).
Tak disangka, saat Ani dirawat di rumah sakit, pada 6 Januari, majikannya memutus kontraknya secara sepihak. Beruntung, agensinya bergegas melaporkan ke Kementerian Ketenagakerjaan (MOL) dan memperpanjang izin tinggal serta tetap mengaktifkan Asuransi Kesehatan Nasional (NHI) milik Ani, sehingga ia tetap bisa dirawat di Taiwan, ujarnya menceritakan.
Ani dirawat di rumah sakit tersebut selama satu bulan 20 hari. Setelah itu, ia boleh keluar dan tinggal dengan suaminya, sebut saja Hermawan (nama samaran), yang kala itu baru satu bulan di Taiwan.
Hermawan menceritakan ia pun menyewa kamar kecil untuk mereka berdua di wilayah Muzha, Taipei, dan merawat Ani hingga ia kembali masuk rumah sakit untuk kemoterapi.
"Sewa tempat tinggal di Muzha itu mahal, jadi saya memutuskan untuk membawa istri saya pindah ke tempat kerja saya di Chiayi. Kami tinggal di asrama pekerja," ujar Hermawan yang bekerja di bidang konstruksi ini.
Ani merasa bersyukur seiring meskipun majikannya mengakhiri kontrak secara sepihak, tetapi ia ditolong majikan kakaknya yang baik, yang membantu mengantarkan ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan medis dan kemoterapi, menurut keterangan Ani.
Saat ini, Ani masih dalam perawatan kembali di rumah sakit yang sama hingga 11 Juni nanti. Ketika disinggung mengenai biaya, Ani hanya menyebut bahwa ia bersyukur diizinkan tetap tinggal di Taiwan.
"Saya berterima kasih dengan pemerintah Taiwan dan agensi yang mengurus izin tinggal sehingga saya masih tetap bisa berobat di sini. Biaya berobat totalnya senilai NT$102.300 (Rp55,43 juta) tetapi saya hanya membayar NT$2.300 saja," ujar Ani dengan nada terharu.
Saat menjalani kemoterapi, Ani harus bergelut dengan rasa sakitnya. Pada awal prosesnya, ia harus melawan rasa sakit kepala yang dasyat, bibir pecah-pecah, hingga rahangnya sakit tak bisa bicara selama dua pekan, bahkan mengelurkan darah pada area kewanitaannya meskipun tidak sedang menstruasi, tutur Ani.
Saat ini Ani telah menjalani kemoterapi selama satu bulan, setiap harinya. Dokter mengatakan padanya, pada tahap akhir kemoterapi, Ani sudah boleh pulang dan bisa bekerja kembali, ceritanya.
Namun, Hermawan mengharapkan agar Ani bisa beristirahat terlebih dahulu sebelum menerima job (pekerjaan) baru yang agensinya sudah bantu carikan, ujar suami tersebut kepada CNA.
"Saya mengucapkan terima kasih untuk semua teman-teman pekerja migran yang telah membantu kami dengan mendoakan, dan pihak-pihak lain yang juga membantu kami, termasuk agensi. Kami mohon doanya agar istri saya bisa sembuh total," ungkap Hermawan mengakhiri panggilan video bersama.
Sebelumnya, halaman media sosial Save PMI milik analis ketenagakerjaan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei menyatakan bahwa majikan wajib membantu mengatur perawatan PMI, baik yang disebabkan kecelakaan kerja maupun alasan lain, seperti yang tercantum di pasal 7 kontrak kerja perawat migran.
"PMI tidak dapat dipulangkan dalam kondisi sakit. Oleh karena itu, perlu dilakukan perawatan atau pengobatan sehingga bisa kembali bekerja, kecuali atas permintaan dari PMI yang bersangkutan untuk mengakhiri kontrak karena alasan kesehatan ataupun rekomendasi medis yang menyatakan sudah tidak bisa bekerja lagi," ungkap Kadir analis ketenagakerjaan.
Selesai/JC