KILAS BALIK /Mei 1998: Gejolak Taiwan dalam kerusuhan di Indonesia

14/05/2025 16:39(Diperbaharui 14/05/2025 20:36)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Para wisatawan Taiwan yang terjebak di Indonesia pada 16 Mei 1998 bergegas menuju Bandara Internasional Soekarno–Hatta untuk menaiki penerbangan tambahan. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
Para wisatawan Taiwan yang terjebak di Indonesia pada 16 Mei 1998 bergegas menuju Bandara Internasional Soekarno–Hatta untuk menaiki penerbangan tambahan. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)

Oleh Jason Cahyadi dan Muhammad Irfan, penulis staf CNA

Gejolak kerusuhan Mei 1998 di Indonesia tidak hanya terasa di dalam negeri, melainkan juga bergulir hingga ke Taiwan, mengingat ada ribuan warganya yang beraktivitas di sana dan rasa solidaritas mereka terhadap etnis Tionghoa perantau. Arsip CNA mencatat dinamika masyarakat dan pemerintah Taiwan saat itu.

Respons pada situasi di Indonesia muncul pada 14 Mei, di mana Perdana Menteri (PM) Taiwan saat itu, Vincent Siew (蕭萬長) menginstruksikan berbagai institusi agar waspada dan mengambil langkah perlindungan diaspora Taiwan di Indonesia.

Pagi harinya, Siew mengatakan Taiwan memiliki hubungan erat dengan Indonesia dan ia berharap pemerintah RI dapat segera mengendalikan situasi. Namun, pada siang, Kementerian Luar Negeri (MOFA) mengonfirmasi lima badan usaha milik warga Taiwantelah rusak karena kerusuhan.

Baca juga: Ketika tiga menteri Indonesia datang di tengah kerusuhan

MOFA pun memerintahkan staf Kantor Perwakilan Taiwan di Indonesia (TETO) untuk membatalkan liburan, waspada merespons situasi darurat, serta menjaga komunikasi dengan unit militer dan polisi Indonesia untuk meminta dukungan.

Kementerian meminta TETO menyarankan warga Taiwan di Indonesia untuk menghindari daerah terdampak kerusuhan hingga tidak keluar rumah.

Komisi Urusan Diaspora Tionghoa (OCAC), di sisi lain, mengatakan mereka akan mengusulkan agar diaspora Tionghoa di Indonesia dapat diizinkan masuk secara khusus untuk tinggal sementara di Taiwan.

Menteri Luar Negeri Jason Hu menjelaskan rencana kementeriannya terkait bantuan pemulangan warga Taiwan di Indonesia dalam laporan di Yuan Legislatif pada 16 Mei 1998. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
Menteri Luar Negeri Jason Hu menjelaskan rencana kementeriannya terkait bantuan pemulangan warga Taiwan di Indonesia dalam laporan di Yuan Legislatif pada 16 Mei 1998. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)

Pada 14 Mei, di Jakarta Taipei School (JTS), kegiatan belajar mengajar dihentikan. Namun, ada lebih dari 20 siswa yang sempat terjebak karena kerusuhan, dan baru dapat dikawal pulang pada pukul 4 pagi esok harinya. Lima mahasiswa teknik Taiwan dari Bandung dan 20 guru yang sedang berada di JTS juga tidak dapat dihubungi.

Pada 15 Mei, beberapa pabrik pengusaha Taiwan di Indonesia mulai berhenti beroperasi, sementara asosiasi pengusaha Taiwan di Jakarta telah menghentikan kegiatan operasional. Namun, semuanya juga tidak dapat dihubungi.

Biro Pariwisata, di sisi lain, membentuk kelompok tanggap darurat serta meminta agen perjalanan tidak mengirimkan wisatawan ke Indonesia.

Agensi tenaga kerja Taiwan juga mengumumkan penangguhan proses perekrutan pekerja migran Indonesia (PMI), dan menyatakan mereka akan melanjutkannya setelah situasi stabil. Saat itu, ada sekitar 15.000 PMI di Taiwan.

Pada 15 Mei, legislator lintas partai dalam sebuah sidang di Yuan Legislatif mengkritik MOFA dan OCAC, yang menurut mereka gagal melindungi warga Taiwan di Indonesia.

Legislator Partai Progresif Demokratik Cheng Pao-ching mengemukakan pandangannya terkait kerusuhan Indonesia dalam sebuah pertemuan Yuan Legislatif pada 15 Mei 1998. Di depan podium terlihat spanduk bertuliskan, "Kerusuhan di Indonesia, Soeharto sudah tamat, Kuomintang pikirkanlah." (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
Legislator Partai Progresif Demokratik Cheng Pao-ching mengemukakan pandangannya terkait kerusuhan Indonesia dalam sebuah pertemuan Yuan Legislatif pada 15 Mei 1998. Di depan podium terlihat spanduk bertuliskan, "Kerusuhan di Indonesia, Soeharto sudah tamat, Kuomintang pikirkanlah." (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)

Dari oposisi, legislator Partai Progresif Demokratik (DPP) Perng Shaw-jiin (彭紹瑾) mencatat warga Taiwan di Indonesia bahkan harus membentuk tim keamanan mereka sendiri, sementara Lee Ching-hua (李慶華) dari Partai Baru mengkritik pemerintah tidak memberi imbauan sebelum kerusuhan pecah dan tidak kunjung mengevakuasi.

Di sisi lain, legislator dari partai penguasa saat itu, Kuomintang (KMT), Li You-chi (李友吉) juga mengecam bahwa pemerintah terlalu lambat dalam merespons.

Respons lain datang dari Ketua DPP Hsu Hsin-liang (許信良) yang berpendapat bahwa Soeharto sudah pasti akan mengundurkan diri setelah kerusuhan.

Pemimpin masyarakat Indonesia di Taiwan, bersama legislator, juga turut menyerukan kepada pemerintah untuk segera membuka visa tinggal sementara bagi warga Indonesia di Taiwan. Mereka meminta agar lokasi penerbitan visa tidak hanya terbatas di Jakarta.

Sejumlah legislator Partai Baru pun sempat mengunjungi MOFA untuk bertemu Menteri Luar Negeri (Menlu) Jason Hu (胡志強), mendesak kementerian melindungi warga Taiwan hingga meminta TETO membantu warga Tionghoa meninggalkan Indonesia.

Seorang pejabat TETO mengatakan kepada CNA bahwa mereka telah mempersiapkan segala sesuatu, dan begitu perintah diberikan, akan segera mengambil tindakan evakuasi.

Namun, pemerintah Taiwan cenderung konservatif. Sejumlah pejabat enggan menggunakan kata “Evakuasi,” dengan mengatakan kata tersebut menimbulkan implikasi serius.

Wakil Menteri Luar Negeri, David Lee (kedua dari kanan), bersama yang lainnya menyambut kedatangan turis Taiwan yang terjebak di Indonesia saat mereka di Bandara Internasional Chiang Kai-shek pada 16 Mei 1998. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
Wakil Menteri Luar Negeri, David Lee (kedua dari kanan), bersama yang lainnya menyambut kedatangan turis Taiwan yang terjebak di Indonesia saat mereka di Bandara Internasional Chiang Kai-shek pada 16 Mei 1998. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)

Eksodus

Menghadapi memanasnya situasi, kelompok kerja lintas kementerian memutuskan penambahan penerbangan EVA Air dan China Airlines ke Indonesia untuk membawa pulang warga Taiwan, mulai 16 Mei.

Di samping penerbangan komersial, pesawat dan kapal militer juga dipersiapkan untuk diaspora yang tidak memiliki dana. Dalam situasi darurat, kata Menlu Hu, "Tidak peduli apakah mereka memiliki uang atau tidak, yang penting adalah menyelamatkan nyawa terlebih dahulu."

Komando Armada Laut Republik Tiongkok (Taiwan) pun menawarkan kapal-kapal mereka untuk membantu evakuasi. Saat itu, Fleet of Friendship 87, tiga kapal perang yang membawa lebih dari 900 personel militer, kebetulan sedang menuju Bali.

Seiringan dengan itu, OCAC dan MOFA menerapkan kebijakan visa di lokasi lain guna mempercepat kepulangan diaspora Tionghoa. Dewan tersebut juga berkoordinasi dengan China Youth Corps untuk menyediakan tempat tinggal sementara.

TETO mengatakan mereka telah menghubungi pemerintah Indonesia untuk meminta penguatan perlindungan pengusaha Taiwan, dan meminta pasukan militer dan polisi dikerahkan untuk melindungi mereka yang pabriknya sudah rusak.

Sebuah rapat darurat MOFA pada 15 Mei juga memutuskan warga Taiwan yang tidak dapat menunjukkan paspor dapat memperoleh "Surat bukti masuk" dari TETO dengan menggunakan dokumen identitas Taiwan atau Tionghoa.

Jika situasi darurat, warga Taiwan yang tidak dapat pergi ke perwakilan akan dapat menerima "Surat bukti masuk" langsung di Bandara Soekarno Hatta, dan saat keadaan gawat, ketika pesawat khusus mengevakuasi, mereka yang tidak dapat menunjukkan paspor cukup dicatat namanya sebelum berangkat.

Wakil Menteri Luar Negeri David Lee memimpin rapat kelompok tanggap darurat lintas kementerian mengenai situasi di Indonesia pada 19 Mei 1998. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
Wakil Menteri Luar Negeri David Lee memimpin rapat kelompok tanggap darurat lintas kementerian mengenai situasi di Indonesia pada 19 Mei 1998. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)

MOFA juga menginstruksikan TETO dan perwakilan Taiwan di Asia Tenggara lainnya untuk mengeluarkan visa bagi warga Tionghoa Indonesia yang memiliki kerabat di Taiwan. Selain itu, warga negara Indonesia yang telah berada di Taiwan diberikan perpanjangan visa.

Sementara itu, OCAC memberikan bantuan NT$5.000 per orang untuk mahasiswa Indonesia di Taiwan dan memberitahukan universitas-universitas untuk membantu menyediakan kesempatan kerja bagi mereka.

Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) David Lee (李大維) mengatakan bahwa barak militer dan pakaian seragam juga akan disediakan jika ada sejumlah besar warga yang datang ke Taiwan dan tidak memiliki tempat tinggal.

Memanas

Pada 18 Mei, Menlu Hu, saat menjawab pertanyaan di Yuan Legislatif, mengubah istilah yang sebelumnya digunakan MOFA, "Membantu warga Taiwan yang terjebak di Indonesia untuk kembali ke tanah air," menjadi "Evakuasi diaspora."

Ia juga mengimbau agar pengusaha Taiwan di Indonesia, jika memungkinkan, meninggalkan pekerjaan mereka sejenak dan kembali ke Taiwan untuk beristirahat. 

Hu menegaskan komitmen pemerintah, "Memang, pemerintah tidak boleh mengabaikan kepentingan masyarakat, dan pemerintah harus siap menghadapi kemungkinan terburuk."

Menurut seorang juru bicara MOFA, jika situasi memburuk, pemerintah berencana mengumpulkan warga di sekolah Taiwan di Indonesia dan mengawal mereka ke bandara dengan militer dan polisi.

Sementara itu, Kantor Informasi Pemerintah memerintahkan Central Broadcasting System (sekarang Radio Taiwan International) untuk menyiarkan informasi darurat dalam bahasa Mandarin, Hokkien, Hakka, Indonesia, dan Kanton, khusus untuk wilayah Indonesia.

Menteri Luar Negeri Jason Hu menganjurkan warga Taiwan di Indonesia untuk kembali, saat menjawab pertanyaan di Yuan Legislatif pada 18 Mei 1998. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
Menteri Luar Negeri Jason Hu menganjurkan warga Taiwan di Indonesia untuk kembali, saat menjawab pertanyaan di Yuan Legislatif pada 18 Mei 1998. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)

Semakin hari, pesawat ke Taiwan semakin penuh, sementara banyak orang terus berdatangan ke bandara untuk mencari penerbangan kembali. Pemicunya? Kabar beredar bahwa pada 20 Mei akan ada demo besar-besaran.

"Meskipun saat ini belum ada yang bisa memastikan apakah kerusuhan dengan kekerasan akan kembali terjadi di Indonesia pada 20 Mei seperti yang telah diperingatkan laporan berita, kita harus bersiap untuk hal terburuk," kata Wamenlu Lee pada tanggal 17.

Seiring dengan penerbangan komersial yang jumlahnya terus disesuaikan akan kebutuhan evakuasi, seorang juru bicara militer Kementerian Pertahanan Nasional menyatakan kementeriannya akan membantu mengangkut diaspora Taiwan dengan menyiapkan lima pesawat angkut C-130 dan armada laut.

Pada tanggal 20, MOFA mengumumkan rencana pembentukan 17 pusat darurat di berbagai kota di Indonesia dan menunjuk 29 orang penghubung utama bagi diaspora Taiwan.

Dalam sebuah program radio interaktif, Menlu Hu mengungkapkan ia sempat berencana terbang ke Indonesia untuk mengawasi evakuasi, tetapi batal karena ditolak otoritas setempat.

Menteri Luar Negeri Jason Hu (kanan), Ketua OCAC Jiao Ren-he (kedua dari kanan), dan Wakil Menteri Ekonomi Chang Chang-pang (ketiga dari kanan), bersama beberapa pejabat lainnya, memberikan laporan khusus mengenai situasi di Indonesia dalam rapat Fraksi Kuomintang di Yuan Legislatif, 19 Mei 1998. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
Menteri Luar Negeri Jason Hu (kanan), Ketua OCAC Jiao Ren-he (kedua dari kanan), dan Wakil Menteri Ekonomi Chang Chang-pang (ketiga dari kanan), bersama beberapa pejabat lainnya, memberikan laporan khusus mengenai situasi di Indonesia dalam rapat Fraksi Kuomintang di Yuan Legislatif, 19 Mei 1998. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)

"Meski saya tidak bisa pergi ke sana, MOFA telah berhasil menyelesaikan tinjauan menyeluruh terhadap rencana evakuasi kami," ujar Hu. Ia juga menambahkan kementeriannya telah membangun jalur komunikasi satelit dengan TETO.

Sebelum kerusuhan pecah, lebih dari 20.000 pebisnis Taiwan dan keluarga mereka tinggal di Indonesia. Hingga 20 Mei, 6.000 warga Taiwan dan sejumlah warga Tionghoa Indonesia telah dibantu dievakuasi ke Taiwan, menurut pejabat.

Pada 21 Mei 1998, pukul 9.05 pagi WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya sebagai presiden, mengakhiri rezim otoriter di Indonesia yang telah berlangsung 32 tahun. B.J. Habibie pun diangkat sebagai Presiden ke-3 RI.

Menanggapi ini, MOFA menyatakan bahwa Habibie memiliki sejarah hubungan baik dengan Taiwan dan telah berkunjung delapan kali. Presiden Lee Teng-hui (李登輝) dan Perdana Menteri Vincent Siew (蕭萬長), yang pernah bertemu dengannya di Indonesia, mengucapkan selamat beserta harapan agar ia dapat membawa perdamaian dan kesejahteraan.

Setelah Soeharto lengser, kerusuhan pun mereda. Namun, ingatan warga Taiwan yang sempat mengalami momen-momen itu tetap terbawa. Begitu pula dengan korban yang berada di Indonesia.

Selesai/JA

Presiden Lee Teng-hui (depan, kanan) menanyakan kabar anggota Kamar Dagang Taiwan Dunia di Indonesia pada sebuah pertemuan di Kantor Kepresidenan, 19 Mei 1998. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
Presiden Lee Teng-hui (depan, kanan) menanyakan kabar anggota Kamar Dagang Taiwan Dunia di Indonesia pada sebuah pertemuan di Kantor Kepresidenan, 19 Mei 1998. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.