Taipei, 19 Nov. (CNA) Luluk Yuniarsih, pekerja migran Indonesia (PMI) perawat orang tua yang baru bekerja di Taiwan bulan Maret 2024 ini sempat dirawat di rumah sakit selama sebulan lebih karena digigit ular. Luluk menuturkan pada CNA bahwa kini ia mengalami dilema tagihan yang menumpuk karena majikan tidak membantunya sama sekali.
Baca berita sebelumnya di sini https://indonesia.focustaiwan.tw/society/202410225009
Pada 8 September, saat ia sedang membersihkan halaman dekat kandang ayam dan memakai sandal jepit, ia merasakan ada sesuatu yang mengigit kakinya. Sejak saat itu ia mengalami demam. Luluk baru dibawa ke Chang Gung Memorial Hospital di Chiayi dan dirawat dari 16 September hingga 22 Oktober.
Luluk pernah menginformasikan mengenai biaya pengobatannya sejumlah NT$29.925 (Rp14.700.000) yang harus ia bayarkan sendiri. Pembiayaan tersebut meliputi biaya rumah sakit sebesar NT$25.141 ditambah biaya penjaga saat ia kritis di rumah sakit selama tujuh hari dikali NT$667 menjadi sebesar NT$4.669.
Setelah dua pekan dirawat di rumah sakit, kakek yang menjadi tanggungan Luluk meninggal dunia. Ketika keluar dari rumah sakit, Luluk sementara ditampung oleh agensinya hingga berhasil mendapatkan majikan baru, jelasnya saat menceritakan kisahnya.
Menurut informasi yang didapat dari Luluk, sementara ini agensinya yang membayar semua kebutuhan pengobatannya, akan tetapi jika Luluk sudah mempunyai pekerjaan yang baru, maka agensi akan memotong gajinya sebesar NT$5.000 hingga NT$7.000 per bulan.
Ketika dihubungi CNA untuk menanyakan kabarnya, Luluk mengungkapkan bahwa ia tengah menghadapi tantangan besar dalam hidupnya di Taiwan. Sebelum berangkat, ia terpaksa berutang kepada Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang membantunya mendapatkan pekerjaan di Taiwan. Luluk juga harus menandatangani kontrak peminjaman uang, dengan kewajiban membayar cicilan sebesar NT$12.500 per bulan kepada Bank China Trust selama enam bulan.
Pada saat pembayaran terakhirnya, ia malah terkena musibah digigit ular dan harus menanggung biaya lain, seperti cicilan biaya pengobatannya, dan mengirimkan biaya pengobatan ibunya yang terkena kanker, ujar Luluk saat dihubungi CNA melalui sambungan teleponnya.
“Bulan ini memang penuh tantangan karena banyak tanggungan. Gaji saya sekitar NT$20.000, dipotong NT$12.500 kemudian dipotong NT$5.000 dan sisanya untuk dikirim ke rumah, untuk bantuan biaya pengobatan ibu saya,” ujar Luluk yang berasal dari Ngawi ini.
“Sebelum saya datang ke Taiwan, saya sebagai tulang punggung keluarga. Saya janda, dan ibu saya juga janda. Ibu saya sakit kanker rahim, dan sebelumnya saya yang menjaganya. Saya punya saudara juga, tetapi tidak enak kalau minta bantuannya karena ia sudah fokus berkeluarga.” Tutur Luluk yang pernah bekerja di Singapura dan Malaysia ini.
Luluk juga menuturkan bahwa saat ini ia dibantu oleh aktivis PMI untuk menghubungi perwakilan BPJS Ketenagakerjaan yang berada di Taipei untuk penggantian klaim biaya pengobatan.
“Saya baru saja dihubungi perwakilan BPJS Ketenagakerjaan, dan diminta untuk mengumpulkan bukti-bukti kuitansi biaya pengobatan. Sayangnya, ada beberapa kuitansi yang tidak sempat saya foto dan sudah diambil oleh agensi untuk diserahkan pada P3MI.” Ujar Luluk.
CNA juga menghubungi perwakilan BPJS Ketenagakerjaan yang berbasis di Taipei, Fara Septiani, membenarkan bahwa Luluk telah berhasil dihubunginya. Luluk pun juga sudah memberikan kuitansi pengobatannya kepada Fara untuk ditindaklanjuti.
“Syarat untuk klaim biaya pengobatan kecelakaan kerja yaitu, kuitansi biaya pengobatan, paspor PMI, kartu online BPJS Ketenagakerjaan yang masih aktif, nomor rekening bank dan surat keterangan dari KDEI.” Ujar Fara menjabarkan.
Fara juga menambahkan jika Luluk bisa memberikan semua kuitansi biaya pengobatan yang sudah dibayarkan, maka BPJS Ketenagakerjaan dapat mengganti semua biaya tersebut, asalkan jumlahnya tidak lebih dari Rp50 juta.
“Maksimal jumlah klaim bagi PMI yang terkena kecelakaan kerja, akan mendapat ganti rugi biaya pengobatan maksimal sebesar Rp50 juta di negara penempatan. Namun jika PMI tersebut dipulangkan, maka biaya pengobatannya menjadi tidak terbatas, alias dapat melakukan klaim hingga PMI tersebut sembuh.” Ujar Fara.