Taipei, 10 Juli (CNA) Orang-orang yang tertutup, merasa kesepian, menyimpan beban dan masalah sendiri, sering mengatakan "Ingin mati, lebih baik mati atau hidup susah" dan sebagainya, cenderung banyak yang melakukan tindakan negatif, salah satunya bunuh diri, ujar seorang konselor yayasan kesehatan mental di Indonesia.
Saat dihubungi CNA, konselor yang tidak mau disebutkan namanya ini menceritakan bahwa ada seorang pelajar asal Indonesia yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri di kamar indekosnya di Kabupaten Hualien.
Pelajar yang berusia 19 tahun tersebut saat itu sedang kuliah di salah satu universitas teknologi di wilayah Taiwan timur. Tepatnya tanggal 23 Maret, konselor tersebut dihubungi salah satu teman mendiang agar membantu memberitahukan berita duka kepada orang tuanya di Indonesia.
Saat konselor mendatangi tempat kediaman mendiang dan kampusnya untuk mencari informasi dari rekan-rekannya, ia menemukan kenyataan bahwa mendiang bunuh diri di kamarnya dikarenakan patah hati.
"Ia putus dengan kekasihnya, warga Taiwan sesama mahasiswa di kampus tersebut," ujar sang konselor.
Saat melakukan wawancara bersama rekan-rekan dan kekasih mendiang, ditemukan bahwa memang mahasiswa yang bunuh diri tersebut dikenal sangat tertutup.
"Anaknya pendiam, tertutup, tidak ada kedekatan komunikasi dengan keluarga, menyimpan luka dan beban tekanan sendiri. Bahkan teman-teman satu apartemen juga tidak begitu mengenalnya," ujar konselor yang saat ini berdomisili di Taipei tersebut.
Namun, kata konselor tersebut, teman-teman sesama warga Indonesia sempat mengatakan mendiang pernah mengatakan beberapa kata-kata sedih seperti, "Kalau tidak ada gua pasti damai, hidup kok susah ya."
Konselor tersebut menjelaskan pada CNA bahwa kata-kata tersebut sebenarnya adalah tanda-tanda atau sinyal seseorang mau bunuh diri.
"Kita harus peka terhadap sekeliling. Jika ada teman-teman yang sering mengatakan kata-kata sedih seperti, 'mau mati, hidup susah', dan lain-lainnya yang berkaitan dengan hal-hal negatif, kenalilah bahwa itu adalah tanda-tanda seperti 'surat wasiat' bahwa seseorang tersebut bisa melakukan tindakan bunuh diri."
"Jangan sepelekan atau cuek terhadap tanda-tanda tersebut," ujar konselor lulusan bidang kesehatan mental ini.
Konselor yang baru datang ke Taiwan ini juga mengatakan bahwa ia melihat ada banyak permasalahan para imigran atau orang yang tinggal di luar negeri, jauh dari keluarga dan menghadapi banyak tantangan.
"Teman-teman yang bekerja atau belajar di Taiwan pasti banyak mendapat beban dan tekanan masing-masing. Jika semua tangan berpangku pada pundakmu, maka kamu akan berpangku pada dirimu sendiri. Supaya hal-hal yang terasa berat itu tidak membebani, maka kita harus sadar diri. Dengan sadar diri, kita bisa memahami emosi diri kita sendiri," ungkapnya.
Bunuh diri bukan solusi dari permasalahan yang ada, kata konselor, mencatat bahwa ada beberapa jalan keluar dalam menghadapi masalah, termasuk menenangkan diri, memetakan atau mengenali masalah, dan menyelesaikan hal penting yang dapat dipecahkan diri sendiri.
Jika semua cara itu tidak bisa dilakukan, sudah waktunya datang ke profesional, termasuk psikolog, psikiater, atau konselor yang bisa ditemui di rumah sakit, tempat ibadah, dunia pendidikan, dan komunitas masyarakat, serta yang lainnya, ujarnya.
"Jangan pernah menganggap jika kita datang ke psikolog atau psikiater itu berarti kita sudah gila, bukan. Itu artinya kita butuh dibantu supaya bisa mengendalikan emosi negatif dalam diri. Kalau banyak emosi negatif, akan menghasilkan tindakan negatif. Langkah yang paling penting harus mencintai diri sendiri. Jangan pernah takut datang ke tenaga profesional," tambah sang konselor.
Selesai/JC