WAWANCARA /Bagaimana jika PMI sakit bukan karena pekerjaan, siapa yang menanggungnya?

23/09/2024 20:16(Diperbaharui 26/09/2024 18:58)
Maman, PMI yang mengidap sakit kanker sedang menunggu job di shelter Taoyuan. (Sumber Foto : Maman)
Maman, PMI yang mengidap sakit kanker sedang menunggu job di shelter Taoyuan. (Sumber Foto : Maman)

Oleh Miralux, reporter staf CNA

Maman, seorang PMI yang bekerja di sektor pabrik, harus tinggal di shelter milik KDEI di Taoyuan. Kepada CNA, pria asal Jawa timur yang berusia 38 tahun tersebut menuturkan bahwa ia hanya 2 bulan saja bekerja di pabrik panel listrik di Taoyuan, dan berhenti bekerja karena divonis mengidap kanker usus.

Sudah lebih dari 8 bulan ia berobat dan tidak diperbolehkan untuk bekerja. Kini Maman hanya bisa menunggu keputusan dari dokter agar bisa bekerja kembali dan mendapatkan pekerjaan baru, ungkapnya kepada reporter CNA.

Di sisi lain, Kadir, analis bidang ketenagakerjaan KDEI, menyatakan terkait kecenderungan PMI yang mengidap sakit bawaan -- sakit yang bukan karena kecelakaan kerja -- ditambah majikan sudah tidak mau menangani PMI tersebut, hal pertama yang pihaknya akan lakukan adalah bernegosiasi dengan pemberi kerja agar tidak memutuskan asuransi kesehatannya, sehingga ada keringanan untuk PMI tersebut berobat.

Setelah itu, pihaknya akan diskusikan bersama-sama dengan PMI yang bersangkutan, apakah tetap ingin berobat di Taiwan ataukah pulang ke tanah air, kata Kadir, yang juga memaparkan bahwa ada sebagian PMI yang mengatakan ingin pulang ke Indonesia dan berobat di sana karena ada sanak saudara yang akan membantu merawat. 

“Nah, jika seperti ini ya kami ikuti saja,” tambahnya, namun, “Jika PMI tetap ingin berobat di Taiwan, kami akan menemukan solusi terbaik karena bagaimana pun juga sakit seperti ini bukan keinginan PMI-nya maupun majikan.”

Kadir tak hanya melakukan pendekatan pada pemberi kerja saja, tetapi juga membawa persoalan ini kepada Biro Ketenagakerjaan pemerintah daerah untuk dicarikan jalan keluar. Beberapa PMI yang sakit juga akhirnya dirawat di shelter milik KDEI selama berobat, papar Kadir.

“Intinya kami mencari jalan tengahnya. Tidak menyalahkan siapapun juga. Jika ada yang membutuhkan kita bisa tampung di shelter milik KDEI, tetapi kita lihat kondisinya terlebih dahulu apakah memungkinkan untuk dirawat di sana atau tidak. Kami tidak bisa menyelesaikan hal ini sendirian. Kami membutuhkan kerja sama agensi, majikan, bahkan P3MI karena ada kasus PMI baru datang 3 bulan, tiba-tiba sakit keras,” jelasnya.

Perbedaan penyakit bawaan dan akibat kecelakaan kerja

Saat ditanya CNA bagaimana PMI membedakan antara penyakit bawaan dengan sakit akibat kecelakaan kerja, Kadir mengatakan bahwa yang dinamakan sakit bawaan atau bukan karena kecelakaan kerja yang biasanya terjadi seperti pecah pembuluh darah otak sehingga membuat PMI tersebut dalam keadaan kritis atau koma.

“Selain itu kanker, tumor, lupus dan penyakit dalam kelas berat lainnya. Semua penyakit ini terdeteksi saat medical check up. Kalau sakit seperti ini bisa juga berobat menggunakan kartu NHI,” ujar Kadir.

Kadir juga memaparkan sakit akibat kecelakaan kerja yang biasanya didapat dari lingkungan sekitarnya. Misalkan, kata Kadir, PMI sektor rumah tangga yang ketika menyapu di halaman rumah tiba-tiba jatuh sakit atau sakit saat di asrama bisa diklaim melalui ASTEK.

Sisanya yang tidak dapat diklaim oleh ASTEK Taiwan, bisa diklaim di BPJS ketenagakerjaan dengan catatan masih aktif terdata kepesertaannya di BPJS ketenagakerjaan, tambah Kadir. 

“Mengenai kekurangan dana yang tidak dapat diklaim dari ASTEK atau menggunakan NHI, maka kami bisa diskusikan kepada agensi, majikan atau selama ini banyak PMI yang sakit juga dibantu dari pengumpulan dana organisasi kemanusiaan,” ujarnya.

Di akhir wawancara, Kadir berpesan agar PMI bekerja di Taiwan sesuai kontrak. 

“Bagi yang sudah lama bekerja di Taiwan, pulanglah dulu ke Indonesia melihat keluarganya. Jangan terus-terusan berkepanjangan bekerja di Taiwan tanpa pulang ke Indonesia. Kalau pulang kan bisa refreshing dulu,” ujar Kadir.

Ia pun menekankan agar PMI tak melakukan pekerjaan yang melanggar aturan di Taiwan, menjaga komunikasi dengan majikan, dan paling penting adalah jangan menghilang tanpa kabar. 

“Tiga hari berturut-turut tidak ada kabar akan tercatat sebagai pekerja ilegal atau kaburan,” catatnya.

Tak kalah pentingnya, Kadir juga menghimbau agar PMI melakukan pengiriman uang melalui lembaga resmi yang terdaftar. Ia pun menutup dengan pesan agar tetap selalu bekerja dan berdoa.

Selesai/JC

Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.