WAWANCARA /Aktivis: Kasus teratas pekerja Indonesia sektor pabrik adalah pembelian biaya job yang tinggi (Bagian ke-1)

26/07/2024 20:01(Diperbaharui 20/08/2024 20:26)
Fajar, ketua GANAS community yang sedang berorasi memimpin jalannya demonstrasi di depan kantor KDEI. (Sumber Foto : Dokumentasi GANAS).
Fajar, ketua GANAS community yang sedang berorasi memimpin jalannya demonstrasi di depan kantor KDEI. (Sumber Foto : Dokumentasi GANAS).

Oleh Miralux, reporter staf CNA

GANAS (Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas) menerima sejumlah pengaduan dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bermasalah. Saat diundang wawancara di kantor CNA, Fajar, Ketua GANAS menyatakan bahwa pengaduan tertinggi dari sektor formal dikarenakan pemutusan kontrak secara sepihak dan tingginya biaya job.

"Kasus yang paling banyak diterima oleh GANAS saat ini di sektor formal pasca COVID-19, banyak sekali teman-teman membeli job dengan biaya yang tinggi, tetapi saat tiba di Taiwan hanya bekerja sebentar saja, kemudian diputuskan kontraknya tanpa pesangon. Sayangnya, banyak PMI yang tidak mengetahui aturan ketenagakerjaan di Taiwan," ujar Fajar memulai wawancara.

Kebanyakan pekerja formal dipaksa untuk menandatangani pemutusan kontrak oleh pihak pemberi kerja dan tidak ada satu pun dari pekerja yang secara sukarela memutuskan kontrak, ujar Fajar menambahkan. Ia pun juga menuturkan bahwa para pekerja ini rata-rata hanya beberapa bulan saja bekerja, kemudian diputuskan kontraknya dan diminta untuk cari pekerjaan baru dimana mereka harus membayar biaya job lagi.

“Memang benar, ada beberapa alasan pabrik memutuskan kontrak dikarenakan pabrik mengalami kebangkrutan atau sepi produksi. Namun ada yang janggal menurut analisa saya. Jika pabrik sepi produksi, mengapa terus mengambil PMI yang dari Indonesia untuk tetap bekerja. Bahkan teman-teman yang baru sebulan datang sudah diputuskan kontraknya, dan ternyata pabrik mengambil pekerja baru lagi dari Indonesia,” kata Fajar yang telah menjadi ketua GANAS selama 8 tahun ini.

Ia juga menuturkan bahwa alasan pemutusan kontrak lainnya dikarenakan pekerja tidak bisa bekerja atau pemberi kerja tidak cocok dengan pekerja tersebut.

“Padahal yang kita tahu bahwa pembekalan PMI semenjak di Indonesia itu sangat singkat, seperti pelatihan bahasa dan lain-lainnya. Anehnya, pabrik yang memutuskan kontrak pekerjanya dengan alasan tidak cocok, mereka pun mengambil pekerja baru lagi dari Indonesia,” timpal Fajar meneruskan penjelasannya.

Karena mereka dipaksa menandatangani pemutusan kontrak, para pekerja tidak mendapat hak-hak seperti jika mereka di-PHK. Jika pekerja di-PHK, maka tempat tinggal masih menjadi tanggungan pemberi kerja. Namun kenyataanya, setelah pemaksaan pemutusan kontrak, para pekerja tidak tahu akan tinggal dimana dan agensi menarik biaya asrama pada pekerja. Untuk menghindari beban biaya, para pekerja ini memilih untuk tinggal di tempat teman-teman mereka di luar asrama, sehingga mereka dilaporkan sebagai kaburan oleh agensinya, tambah Fajar.

Saat ditanya oleh CNA apa kendala PMI untuk mencari kerja yang baru, Fajar menekankan bahwa sebenarnya di Taiwan disediakan bursa kerja, tetapi kebanyakan lowongan kerja sudah diambil oleh agensi, dan diperjualbelikan kembali.

“Kebanyakan para agensi tidak mau menginformasikan bursa kerja tersebut kepada PMI yang sedang menunggu pekerjaan baru di Taiwan. Agensi lebih menyukai menawarkan job tersebut pada PMI yang masih ada di Indonesia, dengan alasan pendapatan biaya job,” ujarnya.

Berdasarkan pengalaman Fajar menangani para pekerja yang mengadu pada GANAS, PMI yang sedang berada di Taiwan yang menanti job baru dan tidak ingin dipulangkan akhirnya harus mengikuti alur membeli job yang baru di Taiwan. Mirisnya, ternyata tak hanya agensi saja yang memperjualbelikan job, para PMI pun juga ada yang dijadikan anak buah agensi untuk memasarkan penjualan job tersebut, tutur Fajar menegaskan kembali.

Saat CNA menanyakan berapa biaya job yang ditawarkan saat mereka menunggu pekerjaan di Taiwan, Fajar membeberkan laporan pengaduan yang masuk kepadanya, bahwa ada salah satu pekerja yang melaporkan harus membayar sekitar NT$80.000 (Rp39.706.511) untuk satu job di pabrik.

“Jika mereka tidak mempunyai biaya, demi bertahan untuk tetap bekerja di Taiwan, ada pekerja yang menggadaikan paspor dan terlibat utang rentenir,” ujar Fajar.

Saat dihubungi CNA, Kadir, analis bidang tenaga kerja yang ada di KDEI Taipei mengatakan bahwa pemutusan kontrak kerja lebih awal antara majikan dan pekerja harus disetujui oleh kedua belah pihak.

Mengenai kesempatan untuk mencari job baru, Kadir menyarankan pekerja untuk mendapatkan informasi dari tempat yang resmi.

PMI dapat dibantu oleh agensi maupun DHSC (Direct Hiring Service Center). Agensi dapat mendaftarkan PMI ke Kantor Pelayanan Bursa Kerja di daerah setempat.” Ujarnya.

Senada dengan pernyataan Kadir, Mucharom Ashadi Direktur Penempatan Non Pemerintah Kawasan Asia dan Afrika menyatakan bahwa seharusnya perekrutan untuk mendapatkan job baru dapat didahulukan bagi PMI yang sedang menunggu job di Taiwan. Mucharom juga menambahkan bahwa praktik penjualan job yang terjadi di Taiwan saat ini tidak dibenarkan. BP2MI sendiri telah mengeluarkan aturan adanya zero cost structure, ujarnya.

Jika ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan atas pembiayaan job hingga puluhan juta rupiah, silahkan untuk dilaporkan kepada kantor perwakilan setempat dalam hal ini KDEI,” ujar Mucharom kepada CNA dalam wawancaranya di Jakarta.

Selesai/JC

影片來源:Fokus Taiwan Indonesia

Bagi Anda yang mempunyai masalah seputar ketenagakerjaan, silahkan melaporkan ke hotline Kementerian Ketenagakerjaan Taiwan 1955 (ada layanan Bahasa Indonesia) atau menghubungi GANAS 0931068550 ganascommunity888@gmail.com atau menghubungi KDEI sesuai nomor telepon di bawah ini.

Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.