Taipei, 17 Agu. (CNA) Beberapa kampung di Desa Laiyi, Kabupaten Pingtung menggelar festival panen tahunan yang diramaikan bersamaan dengan "Festival Papuljipa", di mana Suku Paiwan menyatakan cinta dengan cara mengirim "kayu cinta".
Festival ini diselenggarakan kantor desa bersama Kampung Vungalid, sekaligus menjadi ajang promosi budaya melalui kegiatan "Laiyi Wild Walk".
Kepala Desa Laiyi, Chuang Ching-hsing (莊景星), kepada CNA menjelaskan bahwa budaya kayu cinta merupakan bagian penting dari festival panen.
Menurutnya, saat warga dahulu masih memasak dengan kayu bakar seiring belum ada gas, anak muda akan menebang "kayu cinta" dan mengantarkannya ke rumah pujaan hati sebagai tanda kasih, sekaligus menunjukkan kemampuan menyediakan bahan bakar bagi calon pasangan.
Tradisi ini diharapkan terus diwariskan dan dikenal para wisatawan, ujar Chuang.
Kali ini, sekitar 30 peserta mengikuti acara, mulai dari mengenal jenis pohon lokal, belajar menebang, hingga mengikat "kayu cinta".
Peserta pria kemudian memikul kayu itu dan memberikannya kepada wanita yang disukai, sementara sang wanita akan membalas dengan memakaikan mahkota bunga hasil karyanya sendiri.
Di Dusun Wenle, dalam alunan lagu Paiwan, anak muda dan anak-anak membawa "kayu cinta" berkeliling kampung.
Warga setempat mengenang bahwa tradisi ini sempat terhenti pada masa di mana warga Taiwan diwajibkan berbahasa Mandarin, dan baru dihidupkan kembali pada era Presiden Chen Shui-bian (陳水扁).
Dahulu, setiap langkah dari menebang hingga mengantar kayu memerlukan tenaga dan kerja keras, menjadikannya simbol ketulusan cinta, menurut warga.
Menurut warga, "kayu cinta" terbagi menjadi dua versi, yakni "kayu pendek", yang diberikan untuk perkenalan atau kepada teman dan kerabat perempuan, serta "kayu panjang" untuk yang akan menikah. Ada pula "seratus kayu cinta" bagi pasangan yang sudah bertunangan.
Jenis kayu juga memiliki makna, misalnya Vitex negundo yang melambangkan "cinta yang tangguh", sedangkan Lagerstroemia subcostata menyimbolkan "cinta yang kokoh".
Pohon Acacia confusa berarti "aku ingin mengenalmu", sedangkan kayu Eurya nitida artinya "mari berteman", menurut warga.
Beberapa jenis kayu, sementara itu, memiliki makna negatif, seperti Macaranga tanarius yang melambangkan "cinta terpaksa" dan kayu Rhus chinensis yang berarti "cinta yang bisa melukai".
(Oleh Huang Yu-ching dan Agoeng Sunarto)
Selesai/JC