Tradisi "mengirim kayu cinta" meriahkan festival panen Pingtung

17/08/2025 13:52(Diperbaharui 17/08/2025 13:52)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Desa Laiyi, Kabupaten Pintung menggelar bersamaan fesital panen tahunan dan Festival Papuljipa. (Sumber Foto : CNA, 10 Agustus 2025)
Desa Laiyi, Kabupaten Pintung menggelar bersamaan fesital panen tahunan dan Festival Papuljipa. (Sumber Foto : CNA, 10 Agustus 2025)

Taipei, 17 Agu. (CNA) Beberapa kampung di Desa Laiyi, Kabupaten Pingtung menggelar festival panen tahunan yang diramaikan bersamaan dengan "Festival Papuljipa", di mana Suku Paiwan menyatakan cinta dengan cara mengirim "kayu cinta".

Festival ini diselenggarakan kantor desa bersama Kampung Vungalid, sekaligus menjadi ajang promosi budaya melalui kegiatan "Laiyi Wild Walk".

Kepala Desa Laiyi, Chuang Ching-hsing (莊景星), kepada CNA menjelaskan bahwa budaya kayu cinta merupakan bagian penting dari festival panen. 

Menurutnya, saat warga dahulu masih memasak dengan kayu bakar seiring belum ada gas, anak muda akan menebang "kayu cinta" dan mengantarkannya ke rumah pujaan hati sebagai tanda kasih, sekaligus menunjukkan kemampuan menyediakan bahan bakar bagi calon pasangan. 

Tradisi ini diharapkan terus diwariskan dan dikenal para wisatawan, ujar Chuang.

Budaya Papuljipa, adat istiadat Suku Paiwan menyatakan cinta dengan "mengirim kayu cinta". (Sumber Foto : CNA, 10 Agustus 2025)
Budaya Papuljipa, adat istiadat Suku Paiwan menyatakan cinta dengan "mengirim kayu cinta". (Sumber Foto : CNA, 10 Agustus 2025)

Kali ini, sekitar 30 peserta mengikuti acara, mulai dari mengenal jenis pohon lokal, belajar menebang, hingga mengikat "kayu cinta".

Peserta pria kemudian memikul kayu itu dan memberikannya kepada wanita yang disukai, sementara sang wanita akan membalas dengan memakaikan mahkota bunga hasil karyanya sendiri.

Di Dusun Wenle, dalam alunan lagu Paiwan, anak muda dan anak-anak membawa "kayu cinta" berkeliling kampung.

Warga setempat mengenang bahwa tradisi ini sempat terhenti pada masa di mana warga Taiwan diwajibkan berbahasa Mandarin, dan baru dihidupkan kembali pada era Presiden Chen Shui-bian (陳水扁).

Dahulu, setiap langkah dari menebang hingga mengantar kayu memerlukan tenaga dan kerja keras, menjadikannya simbol ketulusan cinta, menurut warga.

Warga Desa Laiyi menjelaskan Festival Papuljipa. (Sumber Foto : CNA, 10 Agustus 2025)
Warga Desa Laiyi menjelaskan Festival Papuljipa. (Sumber Foto : CNA, 10 Agustus 2025)

Menurut warga, "kayu cinta" terbagi menjadi dua versi, yakni "kayu pendek", yang diberikan untuk perkenalan atau kepada teman dan kerabat perempuan, serta "kayu panjang" untuk yang akan menikah. Ada pula "seratus kayu cinta" bagi pasangan yang sudah bertunangan.

Jenis kayu juga memiliki makna, misalnya Vitex negundo yang melambangkan "cinta yang tangguh", sedangkan Lagerstroemia subcostata menyimbolkan "cinta yang kokoh".

Pohon Acacia confusa berarti "aku ingin mengenalmu", sedangkan kayu Eurya nitida artinya "mari berteman", menurut warga.

Beberapa jenis kayu, sementara itu, memiliki makna negatif, seperti Macaranga tanarius yang melambangkan "cinta terpaksa" dan kayu Rhus chinensis yang berarti "cinta yang bisa melukai".

(Oleh Huang Yu-ching dan Agoeng Sunarto)

Selesai/JC

Sejumlah penduduk meramaikan Festival Papuljipa di Desa Laiyi. (Sumber Foto : CNA, 10 Agustus 2025)
Sejumlah penduduk meramaikan Festival Papuljipa di Desa Laiyi. (Sumber Foto : CNA, 10 Agustus 2025)
How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.