Taipei, 30 Des. (CNA) Perwakilan pemerintah dan legislator sejumlah negara telah menyampaikan perhatian terhadap meningkatnya ketegangan lintas selat dan mendesak langkah-langkah darurat untuk mendukung Taiwan, di tengah latihan militer Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) Tiongkok.
Salah satunya, Kantor Ekonomi dan Kebudayaan Manila (MECO) di Taiwan menyuarakan keprihatinan atas latihan tersebut dalam sebuah pernyataan.
Perkembangan yang meningkatkan risiko ketegangan, salah perhitungan, atau konflik di Selat Taiwan dan wilayah sekitarnya sangat mengkhawatirkan, terutama mengingat potensi dampaknya terhadap stabilitas kawasan, jalur perdagangan, serta keselamatan dan mata pencaharian warga Filipina yang tinggal dan bekerja di Taiwan, kata MECO.
"Kami mendesak semua pihak untuk menahan diri secara maksimal, menghindari tindakan yang dapat meningkatkan eskalasi, dan menjaga saluran komunikasi tetap terbuka," bunyi pernyataan tersebut.
Sementara itu, Senator Amerika Serikat (AS) Roger Wicker menyatakan di X bahwa latihan invasi Tiongkok ke Taiwan semakin intensif, menunjukkan kemampuan blokade PLA dan kemampuan Partai Komunis Tiongkok untuk melakukan pemaksaan terhadap Taipei.
AS harus bertindak segera dengan mempercepat produksi untuk mendukung Penjualan Militer Asing terbaru ke Taiwan dan dengan mengimplementasikan Otoritas Penarikan Dana Presiden serta pendanaan Inisiatif Kerja Sama Keamanan Taiwan yang telah disetujui Kongres untuk kemampuan militer yang kritis, kata Wicker.
Ketua Komite Angkatan Bersenjata Senat AS tersebut juga menyerukan kepada "Sekutu Taiwan kami" untuk mengesampingkan perbedaan partisan guna sepenuhnya mendanai anggaran pertahanan khusus yang diusulkan Presiden Lai Ching-te (賴清德).
Ia merujuk pada oposisi Taiwan, Kuomintang (KMT) dan Partai Rakyat Taiwan (TPP), yang terus memblokir anggaran NT$1,25 triliun (Rp665 triliun) yang disetujui pemerintahan Lai pada akhir November untuk mendanai pengadaan senjata dan program pengembangan bersama dari AS dari 2026 hingga 2033.
"Tidak ada waktu untuk disia-siakan," tulis legislator Partai Republik itu dalam unggahannya.
Terkait latihan di sekitar Taiwan, otoritas Tiongkok mengatakan bahwa tersebut merupakan respons terhadap penjualan senjata terbaru yang disetujui AS di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, dengan total US$11,1 miliar (Rp185 triliun).
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat AS Mario Diaz-Balart dan Senator AS Tom Cotton, keduanya dari Partai Republik, juga menyuarakan dukungan mereka untuk Taiwan di X.
"Amerika Serikat berdiri bersama Taiwan dan akan terus menentang pemaksaan, agresi, dan ancaman terhadap stabilitas kawasan," tulis Diaz-Balart.
Cotton memuji pemerintahan Trump atas dedikasinya untuk memastikan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan dan menyebut Taiwan sebagai mitra AS yang kuat dan dapat diandalkan.
Dalam sebuah unggahan di X, Roderich Kiesewetter, anggota Bundestag yang mewakili Persatuan Demokrat Kristen Jerman, mendesak pemerintah Jerman untuk mengecam tindakan Tiongkok, mendukung Taiwan, dan mempertimbangkan kembali Kebijakan Satu Tiongkok yang didiktekan Beijing.
Sementara itu, Aliansi Antar-Parlemen untuk Tiongkok (IPAC), jaringan internasional legislator dari negara-negara demokratis, mengatakan latihan tersebut merupakan eskalasi tekanan koersif yang disengaja oleh PLA terhadap Taiwan dan langkah berbahaya menjauh dari sikap menahan diri.
Mereka menunjukkan ketergantungan Partai Komunis Tiongkok yang semakin besar pada intimidasi militer, meningkatkan risiko salah perhitungan, mendestabilisasi Selat Taiwan, dan mengancam kemakmuran Indo-Pasifik serta global, kata IPAC dalam sebuah pernyataan.
IPAC mendesak pemerintah untuk bertindak segera dan bersatu, melampaui pernyataan dengan mengadopsi rencana pencegahan bersama yang meningkatkan biaya agresi, memperkuat kesiapsiagaan kolektif, dan memastikan respons terkoordinasi terhadap eskalasi.
Sementara itu, di Bandara Internasional Taoyuan, sejumlah penumpang internasional yang mendarat hari Selasa menyuarakan kekhawatiran mereka kepada CNA.
"Kami khawatir pesawat akan ditembak jatuh dari langit," kata turis AS, Dan setelah penerbangannya dari Okinawa, Jepang, mendarat di bandara pada Selasa pagi.
Datang ke Taiwan untuk merayakan Malam Tahun Baru di Taipei, ilmuwan berusia 53 tahun itu mengatakan bahwa ia telah beberapa kali berkunjung, seraya menambahkan bahwa meskipun Tiongkok sering mengadakan latihan di sekitar Taiwan, latihan terbaru ini adalah gangguan.
"Itu sebenarnya tidak terlalu berdampak -- hanya buang-buang waktu, lebih dari apa pun," tambahnya.
Istri Dan, Teresa, mengatakan ia sangat terkejut penerbangan mereka berjalan lancar dan tepat waktu, setelah membaca laporan bahwa beberapa maskapai mungkin akan mengalihkan rute penerbangan -- sebuah langkah yang diambil karena pembatasan wilayah udara besar-besaran untuk latihan tembak langsung.
Menceritakan bagaimana ia terus melihat ke luar jendela selama penerbangan untuk melihat apa yang terjadi, Teresa mengatakan menurutnya bisa menjadi sangat berbahaya jika ada aktivitas militer di wilayah udara dengan lalu lintas penumpang yang padat.
Sementara itu, seorang turis Jepang bermarga Someya mengatakan kepada CNA bahwa pernyataan Perdana Menteri Sanae Takaichi mungkin dianggap provokatif oleh Tiongkok, seraya menambahkan Beijing mungkin telah meningkatkan tingkat kewaspadaannya sebagai akibatnya, merujuk pada latihan dua hari tersebut.
Pada 7 November, Takaichi mengatakan penggunaan kekuatan bersenjata oleh Tiongkok terhadap Taiwan dapat menjadi "Situasi yang mengancam kelangsungan hidup" bagi Jepang di bawah undang-undang keamanannya, yang memicu kecaman keras dari Beijing.
Someya juga mengemukakan kemungkinan lain, mengatakan bahwa latihan militer itu bisa menjadi "Peringatan bagi masyarakat Taiwan agar tidak terlalu dekat dengan Jepang."
Sebagian besar penerbangan yang tiba di Bandara Internasional Taoyuan pada Selasa pagi berjalan tepat waktu, termasuk salah satunya yang dinaiki Renz Noveloso, yang bepergian bersama keluarganya dari Filipina untuk merayakan Tahun Baru.
"Kami melihat foto di Facebook bahwa [latihan] itu mengelilingi seluruh pulau," kata Noveloso. "Kami khawatir penerbangan akan tertunda atau bahkan dihentikan di udara."
Menyadari bahwa negara asalnya juga "Memiliki cukup banyak konflik dengan Tiongkok," peneliti berusia 32 tahun itu mengatakan bahwa sangat mengkhawatirkan ketika "Sebuah negara adidaya yang lebih besar menunjukkan pengaruhnya pada negara demokrasi yang lebih kecil."
Ia mengatakan ia berharap perbedaan antara Taiwan dan Tiongkok dapat diselesaikan secara diplomatis, meskipun ia mengakui masalah ini "Sangat kompleks, sangat rumit."
(Oleh Chung Yu-chen, Yang Yao-ju, Emerson Lin, Shih Hsiu-chuan, Sunny Lai, Rick Yi, dan Jason Cahyadi)
>Versi Bahasa Inggris
Selesai/IF