Taipei, 1 Agustus (CNA). Presiden Taiwan, Lai Ching-te (賴清德), pada hari Jumat mengatakan bahwa Amerika Serikat terbuka untuk pembicaraan tarif lebih lanjut dengan Taiwan, mengingat kedua belah pihak belum menyelesaikan kesepakatan dagang mereka.
Dalam konferensi pers di Kantor Kepresidenan di Taipei, Lai menyebut tarif sebesar “20 persen” yang sebelumnya diumumkan oleh Gedung Putih sebagai “Pencapaian tahap awal” dari tim negosiasi Taiwan, yang telah bertemu dengan mitra mereka dari Amerika sebanyak empat kali di Washington, ditambah beberapa pertemuan daring.
Sebelumnya, bea masuk untuk barang-barang dari Taiwan adalah 32 persen, sebagaimana diumumkan oleh mantan Presiden AS Donald Trump pada 2 April sebagai bagian dari paket tarif besar-besaran yang memengaruhi lebih dari 100 mitra dagang. Tarif baru ini dijadwalkan mulai berlaku pada 7 Agustus.
Namun, sejak awal, 20 persen bukanlah tujuan Taiwan dalam negosiasi, kata Lai. “Tim akan terus melanjutkan upaya dalam pembicaraan, dan pemerintah AS telah menyatakan kesediaannya untuk melanjutkan diskusi," ucap Lai.
Pada tahun 2024, Taiwan menempati peringkat keenam dalam daftar negara dengan defisit perdagangan terbesar terhadap AS, mencapai US$73,92 miliar (Rp 1,2 kuadriliun)—disusul oleh Jepang (US$68,46 miliar) dan Korea Selatan (US$66 miliar).
Lai menekankan bahwa tarif yang diumumkan masih bersifat “Sementara” karena kedua pihak belum mengadakan pertemuan final. Ia juga mengatakan bahwa proses negosiasi telah mengikuti norma-norma internasional.
Menurut perintah eksekutif yang dikeluarkan pada Kamis (waktu AS), Taiwan dikenai tarif tertinggi ke-18 dari 69 negara, sejajar dengan Sri Lanka, Vietnam, dan Bangladesh. Namun, tarif tersebut secara signifikan lebih tinggi dibandingkan tarif 15 persen yang dikenakan pada Jepang, Korea Selatan, dan Uni Eropa, serta sedikit lebih tinggi dibandingkan tarif 19 persen untuk Filipina dan Indonesia.
Dua partai oposisi utama Taiwan mengkritik hasil tersebut. Ketua Partai Kuomintang (KMT) Eric Chu (朱立倫) menyebut hasil ini sebagai “Kemunduran besar”, sementara Ketua Partai Rakyat Taiwan (TPP) Huang Kuo-chang (黃國昌) menuduh pemerintah menyembunyikan informasi dari publik demi kepentingan propaganda. Huang mengatakan bahwa angka-angka yang baru dirilis “Mengungkap kebohongan dalam semalam.”
Ketika diminta menanggapi kritik tersebut, Lai mengatakan bahwa Taiwan telah mengikuti prosedur yang berlaku dan tidak dapat mengungkapkan rincian sebelum hasil akhir tercapai. Ia pun menolak mengomentari rumor bahwa Taiwan telah berjanji untuk berinvestasi sebesar US$400 miliar di AS.
Ia menyerukan partai-partai oposisi untuk menghargai kerja keras tim negosiator dan berjanji bahwa kabinet akan melaporkan kepada Legislatif sesuai hukum untuk mendapatkan dukungan parlemen.
Lai menyatakan bahwa pembicaraan dengan negara ekonomi terbesar di dunia ini berfokus pada perlindungan kepentingan Taiwan, termasuk keamanan pangan dan kesehatan masyarakat.
Ia menambahkan bahwa Taiwan mendekati proses negosiasi ini dengan ketulusan dan keterbukaan, dengan tujuan tidak hanya mengurangi defisit perdagangan AS terhadap Taiwan tetapi juga memperkuat dan mendiversifikasi hubungan dagang bilateral, terutama di bidang pertahanan nasional, sains, dan teknologi.
Sekitar 24,3 persen ekspor Taiwan ditujukan ke AS, yang sebagian besar terdiri dari semikonduktor, produk teknologi informasi dan komunikasi, serta komponen elektronik, kata Lai.
Terkait penyelidikan yang sedang berlangsung oleh pemerintahan Trump terhadap impor semikonduktor, Lai mengatakan bahwa pembicaraan sejauh ini masih bersifat luas dan menunggu keputusan akhir terkait produk tertentu.
Sejak April, pemerintahan Trump telah melakukan penyelidikan berdasarkan Pasal 232 Undang-Undang Perluasan Perdagangan tahun 1962, dengan alasan kekhawatiran terhadap keamanan nasional sebagai dasar untuk kemungkinan tarif baru atas impor chip.
(Oleh Chao Yen-Hsiang dan Muhammad Irfan)