MK nyatakan sebagian besar revisi Undang-Undang Kekuasaan Parlemen tidak konstitusional

25/10/2024 23:25(Diperbaharui 26/10/2024 00:52)
Mahkamah Konstitusi di Taipei. (Sumber Foto : CNA, 25 Oktober 2024)
Mahkamah Konstitusi di Taipei. (Sumber Foto : CNA, 25 Oktober 2024)

Taipei, 25 Okt. (CNA) Mahkamah Konstitusi Taiwan telah memutuskan bahwa sebagian besar revisi yang disahkan Yuan Legislatif (Parlemen Taiwan) terkait pengawasan Parlemen terhadap cabang eksekutif pemerintahan tidak konstitusional, termasuk yang memberikan mereka kekuasaan investigasi yang lebih luas.

Putusan tersebut berlawanan dengan kehendak anggota kubu oposisi di Parlemen, Kuomintang (KMT) dan Partai Rakyat Taiwan (TPP), yang menggunakan mayoritas gabungan mereka di Parlemen untuk mendorong revisi terhadap Undang-Undang Kekuasaan Parlemen dan KUHP pada 28 Mei.

Baca juga Bagian utama RUU Reformasi Parlemen lolos pembacaan ketiga

Pada Jumat (25/10), Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa revisi yang memungkinkan komite investigasi di Parlemen untuk meminta informasi dan materi dari pejabat, personel militer, serta perwakilan entitas publik atau swasta sebagai tidak konstitusional.

Namun, Mahkamah tidak sepenuhnya menolak gagasan Parlemen untuk membentuk komite untuk melakukan investigasi, tetapi mengatakan mereka seharusnya hanya mengkaji masalah yang "Sangat terkait dengan usulan-usulan spesifik" yang berada dalam kekuasaan mereka dalam Konstitusi.

Di konferensi pers setelah putusan, Yang Hao-ching (楊皓清), Direktur Jenderal Mahkamah Konstitusi, mengatakan masalah tersebut harus terkait dengan rancangan undang-undang atau usulan yang sedang dipertimbangkan di Parlemen.

Sebagai contoh, lanjutnya, jika anggota Parlemen ingin mengetahui apakah ada ketidakpantasan dalam pengadaan vaksin pemerintah, mereka harus dapat menentukan bagaimana penyelidikan tersebut menyangkut rancangan undang-undang atau usulan anggaran yang sedang dibahas di Parlemen.

Ia melanjutkan dengan mengatakan bahwa Parlemen akan memerlukan mosi di sidang jika ingin mendirikan komite investigasi untuk mengkaji masalah tersebut.

Parlemen biasanya mengesahkan mosi melalui suara mayoritas dari semua anggota Parlemen yang hadir di sidang.

Menurut Yang, pembatasan semacam itu dimaksudkan untuk mencegah Parlemen menggunakan kekuasaannya dalam investigasi dengan cara yang tidak terbatasi.

Namun, ia mengakui bahwa masih belum jelas apa yang tergolong "Sangat terkait," sehingga hal tersebut akan memerlukan penyelidikan legislatif. Ia mencatat bahwa tergantung kepada Parlemen untuk menjelaskan ini melalui langkah-langkah tertentu ke depannya.

Ia menambahkan bahwa putusan Jumat, yang langsung berlaku setelah dikeluarkan, mengakui kekuasaan investigasi Parlemen, tetapi menganggapnya sebagai tambahan.

Sementara itu, terkait revisi yang menetapkan Parlemen dapat mengadakan dengar pendapat dan mengundang pejabat serta individu untuk bersaksi, sebagai bagian dari investigasinya, Mahkamah memutuskan itu konstitusional.

Kendati demikian, Mahkamah mencabut pasal yang memberikan sanksi atas tindakan tidak patuh, termasuk absen dan menolak memberikan informasi.

Mahkamah menganggap bahwa hanya mereka yang menolak menghadiri sidang tanpa alasan yang sah yang dapat dikenakan denda, kata Yang.

Pada Jumat, untuk pasal yang mewajibkan presiden memberikan pidato kenegaraan di Parlemen dan menerima pertanyaan dari anggota Parlemen, Mahkamah juga memutuskannya tidak konstitusional, mengatakan pengaturan semacam itu harus diputuskan melalui negosiasi antara presiden dan badan legislatif.

Presiden Lai Ching-te. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
Presiden Lai Ching-te. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)

Menanggapi putusan Jumat, Presiden Lai Ching-te (賴清德), melalui juru bicaranya Karen Kuo (郭雅慧), menyatakan ia bersedia untuk memberikan laporan "keadaan negara" kepada anggota Parlemen, dengan syarat bahwa fraksi-fraksi Parlemen lintas partai menemukan kesepakatan bersama atas masalah tersebut.

Lai juga meminta badan pemerintah lainnya yang terlibat dalam kasus ini -- Parlemen, Yuan Eksekutif, dan Yuan Kontrol -- untuk mengikuti dan melindungi sistem konstitusional serta hak dasar rakyat di Taiwan, menurut Kuo.

Meskipun Pasal Tambahan Konstitusi menyatakan anggota Parlemen dapat mendengar laporan semacam itu dari presiden, mereka tidak memiliki kekuasaan untuk menuntut dan menentukan tindakan badan pemerintah lainnya maupun presiden, menurut Putusan Mahkamah Konstitusi 113-Hsien-Pan-9 (2024).

Kuo mengatakan bahwa dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, Presiden berharap partai-partai politik dapat bekerja sama satu sama lain untuk melindungi sistem konstitusional yang bebas dan demokratis di Taiwan serta membangun demokrasi yang tangguh.

Partai Progresif Demokratik mengadakan konferensi pers terkait putusan Mahkamah Konstitusi pada Jumat. (Sumber Foto : CNA, 25 Oktober 2024)
Partai Progresif Demokratik mengadakan konferensi pers terkait putusan Mahkamah Konstitusi pada Jumat. (Sumber Foto : CNA, 25 Oktober 2024)

Sementara itu, anggota Parlemen dari partai penguasa, Partai Progresif Demokratik (DPP), memuji putusan Mahkamah Konstitusi, dengan Sekretaris Jenderal Fraksi Parlemen DPP Wu Szu-yao (吳思瑤) mengatakan dalam konferensi pers pada hari yang sama bahwa ia yakin keadilan telah menang setelah putusan itu.

Wu menambahkan sekarang masyarakat tidak perlu takut lagi hak mereka akan dilukai revisi yang tidak konstitusional terhadap Undang-Undang Kekuasaan Parlemen dan KUHP.

Ia menyebut pengesahan revisi undang-undang tersebut untuk memberikan kekuasaan investigasi yang lebih luas kepada anggota Parlemen oleh Parlemen yang dipilih secara demokratis sebagai aib bagi demokrasi di Taiwan yang mencoreng pemerintahan konstitusional.

Wu mengatakan cabang eksekutif dan legislatif setara dan tidak ada alasan untuk menganggap pejabat pemerintah menghina Parlemen jika mereka menolak untuk menjawab pertanyaan dari anggota Parlemen atau memberikan kesaksian palsu dalam sidang atau bahkan menolak menghadiri sidang.

Fraksi Parlemen Kuomintang mengadakan konferensi pers terkait putusan Mahkamah Konstitusi pada Jumat. (Sumber Foto : CNA, 25 Oktober 2024)
Fraksi Parlemen Kuomintang mengadakan konferensi pers terkait putusan Mahkamah Konstitusi pada Jumat. (Sumber Foto : CNA, 25 Oktober 2024)

Menentang putusan Mahkamah Konstitusi, anggota Parlemen dari Fraksi KMT, Lin Szu-ming (林思銘), mengatakan bahwa hakim konstitusi dari Yuan Yudikatif seharusnya melindungi Konstitusi, tetapi malah melindungi pemerintah DPP dengan mengurangi kekuasaan legislatif dan mencabut taji Parlemen yang terpilih, yang bertentangan dengan opini publik.

Lin mengatakan keputusan ini adalah salah satu putusan paling memalukan dalam sejarah Konstitusi, dan Fraksi KMT menyatakan ketidakpuasannya dengan putusan tersebut, menambahkan bahwa partai tersebut berencana untuk melanjutkan upayanya untuk mendorong reformasi Parlemen.

Anggota Parlemen dari KMT Weng Hsiao-ling (翁曉玲) mengatakan para hakim gagal membiarkan demokrasi negara bergerak maju menjadi lebih baik, memilih untuk meremehkan Parlemen yang dipilih rakyat Taiwan dan berpihak pada cabang eksekutif.

Anggota Parlemen TPP Huang Kuo-chang (kedua dari kiri) dalam konferensi pers yang diadakan untuk putusan Mahkamah Konstitusi di Taipei Jumat. (Sumber Foto : CNA, 25 Oktober 2024)
Anggota Parlemen TPP Huang Kuo-chang (kedua dari kiri) dalam konferensi pers yang diadakan untuk putusan Mahkamah Konstitusi di Taipei Jumat. (Sumber Foto : CNA, 25 Oktober 2024)

Sementara itu, anggota Parlemen dari Partai Rakyat Taiwan (TPP) Huang Kuo-chang (黃國昌) mengatakan putusan tersebut akan menghilangkan kekuasaan investigasi Parlemen, dan menggambarkan putusan tersebut sebagai "Opini konstitusional unik" di dunia yang memilih untuk memanjakan pejabat dari cabang eksekutif.

Huang juga mengatakan logika internal dari putusan Mahkamah Konstitusi yang kacau akan menyebabkan kesulitan dalam proses revisi ke depan.

Yuan Kontrol di Taipei. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
Yuan Kontrol di Taipei. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)

Di sisi lain, Yuan Kotrol dalam sebuah pernyataan mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi telah menegaskan kembali kekuasaan yang setara dan independen dari lima cabang pemerintahan dalam Konstitusi Republik Tiongkok (Taiwan).

Yuan Kontrol mengatakan putusan Jumat mengikuti beberapa interpretasi konstitusional dan menegaskan kembali prinsip pemisahan kekuasaan, dan bahwa perubahan apa pun terhadap lima cabang pemerintahan memerlukan amandemen konstitusional.

Kelima cabang tersebut berada pada posisi yang setara, dan harus saling menghargai peran dan fungsi masing-masing, kata Yuan Kontrol, mencatat perannya dalam Konstitusi untuk memproses petisi dari rakyat, untuk memastikan pemerintah dan pegawai negeri mematuhi hukum dalam pekerjaan mereka, serta melindungi hak asasi manusia.

Wartawan memadati Mahkamah Konstitusi Taiwan pada Jumat. (Sumber Foto : CNA, 25 Oktober 2024)
Wartawan memadati Mahkamah Konstitusi Taiwan pada Jumat. (Sumber Foto : CNA, 25 Oktober 2024)

Kasus ini diajukan Fraksi Parlemen DPP, Presiden Lai Ching-te (賴清德), Yuan Eksekutif, dan Yuan Kontrol hampir empat bulan lalu dalam upaya untuk menolak revisi undang-undang yang ditandatangani Presiden Lai pada 24 Juni dan menjadi undang-undang pada 26 Juni tersebut.

Kasus ini dipimpin 15 hakim yang menjabat, yang semuanya dinominasikan mantan Presiden Tsai Ing-wen (蔡英文) dan disetujui Parlemen yang saat itu diisi mayoritas DPP.

(Oleh Teng Pei-ju, Lai Yu-chen, Kay Liu, Lin Ching-yin, Wang Yang-yu, Fan Cheng-hsiang, Kuo Chien-sheng, Frances Huang, dan Jason Cahyadi)

>Versi Bahasa Inggris
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.