Taipei, 26 Des. (CNA) Imigran baru asal Malaysia Cheng Ssu-min (鄭思敏) bersama anak-anaknya telah menciptakan buku bergambar dwibahasa berbahasa Mandarin dan Melayu "Si Monyet dan Sang Kancil" (小猴子與鼠鹿), untuk membagikan budaya dan cerita Asia Tenggara.
Cheng mengatakan cerita merupakan jendela penting bagi anak-anak untuk mengenal dunia, sekaligus alat kunci untuk mengembangkan kemampuan berbahasa, pemahaman emosi, dan empati, menurut rilis pers Departemen Urusan Kebudayaan Kabupaten Pingtung yang dirilis Rabu (25/12).
Semasa kecil, kata Cheng, ia sering mendengar cerita fabel, tetapi dalam proses membesarkan anak-anaknya, ia menyadari bahwa meskipun Taiwan telah lama mendorong kegiatan membaca bersama orang tua dan anak, fabel klasik dari budaya negara asal Asia Tenggara masih jarang ditemui
Oleh karena itu, ujarnya, ia ikut dalam sebuah program pemberdayaan imigran baru Departemen Urusan Kebudayaan, agar anak-anak dapat menyalurkan minat mereka dalam menggambar dan bersama-sama mengubah fabel Asia Tenggara menjadi buku bergambar yang cocok dibaca bersama oleh orang tua dan anak.
"Si Monyet dan Sang Kancil" menceritakan seekor monyet yang nakal sering mengganggu hewan-hewan lain di hutan, dan bagaimana seekor kancil menggunakan kecerdikannya untuk mengubah perilaku tersebut, kata Cheng.
Buku bergambar ini telah mendaftar ke Perpustakaan Nasional Pusat Taiwan, serta telah dikirim ke berbagai perpustakaan dan sekolah-sekolah yang mengajarkan bahasa Melayu di Pingtung, menjadi sumber bacaan baru bagi anak-anak untuk mengenal budaya Asia Tenggara, ujarnya.
Sosok ilustrator buku ini, Lin Li-an (林秝銨), pelajar SMA Ping Rong Kabupaten Pingtung, mengatakan bahwa ibunya pernah membawa pulang sebuah buku fabel dari Malaysia, tetapi hanya berisi teks tanpa gambar, sehingga muncul ide baginya untuk membagikannya melalui buku bergambar.
Untuk menggambar tumbuhan dan hewan agar lebih sesuai dengan isi cerita, kata Lin, ia bahkan pergi ke sawah untuk memotret dan mencari referensi di internet. Dari proses menyusun komposisi hingga pencetakan, seluruhnya memakan waktu tiga bulan, ujarnya.
Departemen Urusan Kebudayaan menekankan pengembangan kreatif imigran baru dan anak-anak mereka yang berfokus pada fabel, buku bergambar, dan pengajaran bahasa, membuat budaya Malaysia semakin berakar di Pingtung, serta membawa berbagai kemungkinan dalam membaca bersama orang tua dan anak.
(Oleh Huang Yu-jing dan Jason Cahyadi)
Selesai/ML