Oleh Lee Chieh-yu dan Mira Luxita, reporter staf CNA
Ketika Chang Wen (張文) yang berusia 27 tahun menyalakan granat asap dan menikam orang-orang di dalam Stasiun MRT Taipei Main Station (TMS) serta di dekat Stasiun MRT Zhongshan, polisi lambat merespons, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang keamanan sistem MRT Taipei.
Menurut Anggota Dewan Kota Taipei Yu Shu-hui (游淑慧), masalah utama adalah pada saat penikaman di TMS, tidak ada petugas polisi metro yang ditempatkan di stasiun MRT tersebut, yang menunjukkan kemungkinan kekurangan tenaga kerja.
Namun Yu berpendapat bahwa celah dalam penjadwalan adalah penyebab yang lebih penting dalam kemampuan Chang untuk melarikan diri tanpa hambatan dari Taipei Main Station MRT Taipei.
Waktu respons yang lama
Menurut laporan Taipei Metro, Chang memasuki stasiun MRT - TMS melalui pintu masuk M8 pada pukul 17.23 dan kemudian melemparkan granat asap serta menikam penumpang secara acak, menewaskan satu orang dan melukai tiga orang. (Secara keseluruhan, serangannya menyebabkan tiga orang tewas dan hampir selusin orang terluka.)
Chang kemudian berganti pakaian dan berjalan melewati lorong Jalur Tamsui serta area tunggu Kereta Api Taiwan dan kereta cepat sebelum memasuki Pusat Perbelanjaan Bawah Tanah Zhongshan pada pukul 17.30.
Petugas polisi Divisi Angkutan Cepat baru tiba di Stasiun TMS, MRT Taipei pada pukul 17.33, saat tersangka sudah melarikan diri dan menuju tujuan berikutnya -- toko serba ada Eslite Spectrum Nanxi di dekat Stasiun MRT Zhongshan.
Karena tidak ada petugas yang ditempatkan di TMS, MRT Taipei saat serangan terjadi, petugas harus dikerahkan dari Stasiun Zhongshan menggunakan MRT, kata divisi tersebut dalam tanggapan tertulis atas pertanyaan CNA.
Tugas yang berat
Menurut divisi tersebut, Taipei Metro mencakup 117 stasiun dan melayani lebih dari 2 juta penumpang per hari, namun hanya memiliki 80 petugas polisi yang bertugas di lapangan per shift.
Patroli polisi dijadwalkan secara bergiliran untuk memastikan respons cepat di seluruh sistem, kata divisi tersebut, namun Yu, anggota dewan kota, tidak setuju.
"Ini jelas bukan pengaturan bergiliran," kata Yu dalam wawancara telepon dengan CNA. "Ini adalah celah dalam cakupan yang disebabkan oleh penjadwalan yang tidak sinkron."
Yu, anggota dewan dari oposisi Kuomintang (KMT), mengatakan polisi Metro Taipei memiliki dua jenis tugas -- patroli dan pos tetap -- dengan dua petugas ditugaskan untuk masing-masing.
"Keempat posisi tersebut sedang tidak bertugas pada pukul 17.00 hari itu," katanya, dan shift berikutnya baru dimulai pukul 18.00.
Sumber daya terbatas, jaringan sangat tersebar
Wang Po-chi (王伯頎), profesor di Departemen Peradilan Pidana Universitas Ming Chuan (MCU), mengatakan dalam wawancara telepon dengan CNA bahwa jam 17.00-18.00 adalah periode puncak di mana secara teori tidak boleh ada celah dalam cakupan.
Namun meskipun celah satu jam itu mengkhawatirkan, kata Wang, hal itu tidak sepenuhnya di luar dugaan karena jaringan stasiun MRT Taipei sangat tersebar, dan sumber daya polisi terbatas.
Taipei Metro mencakup Kota Taipei dan Kota New Taipei, dan semua 117 stasiun di sepanjang jalur metro berada di bawah yurisdiksi Divisi Angkutan Cepat.
Karena petugas berpatroli di beberapa stasiun menggunakan MRT, dibutuhkan waktu untuk mencapai insiden yang bisa terjadi beberapa stasiun jauhnya. Yu mengatakan rata-rata dibutuhkan sekitar sembilan menit bagi polisi metro untuk tiba di lokasi kejadian.
Yang semakin mempersulit operasi di Stasiun Utama Taipei khususnya adalah strukturnya yang kompleks karena menggabungkan MRT, sistem kereta reguler, dan sistem kereta cepat Taiwan, kata Wang.
Tiga departemen kepolisian yang berbeda -- Divisi Angkutan Cepat, Biro Polisi Kereta Api, dan Departemen Kepolisian Kota Taipei -- berbagi yurisdiksi di bagian-bagian berbeda stasiun, yang dapat menyebabkan keterlambatan pelaporan dan pelacakan.
Chang Hui-chieh (章惠傑), asisten profesor di Departemen Peradilan Pidana MCU, menyarankan agar semua departemen kepolisian mengadakan latihan bersama untuk membangun mekanisme respons dalam menghadapi serangan acak.
Latihan tersebut juga harus melibatkan masyarakat untuk mengajarkan cara melindungi diri sebelum polisi tiba.
Pengawasan berbantuan AI
Segera setelah serangan pada 19 Desember, Divisi Angkutan Cepat memutuskan untuk meningkatkan jumlah petugas yang dikerahkan menjadi 320 dari sebelumnya 80 untuk mengatasi kekurangan, kata Divisi Angkutan Cepat.
Namun Samuel Lin (林書立), asisten profesor di Departemen Peradilan Pidana MCU, mengatakan peningkatan personel jangka pendek dapat menyebabkan kelelahan dan tidak menyelesaikan masalah mendasar serta bahwa teknologi mungkin menjadi pilihan yang lebih baik.
Ia menyarankan bahwa pengawasan AI, sistem pelacakan, dan simulasi skenario dapat meningkatkan keamanan secara keseluruhan.
Yu mengatakan kota berencana untuk meningkatkan kamera pengawas yang ada di stasiun metro lalu lintas utama dengan memilih kamera terintegrasi AI, yang mampu secara proaktif mendeteksi objek yang menyerupai pisau atau senjata api dan mengidentifikasi perilaku manusia yang tidak normal.
Jaringan AI, yang diharapkan mulai diterapkan tahun depan, akan memperingatkan polisi dan melacak individu mencurigakan, membantu mengimbangi keterbatasan tenaga kerja, kata Yu.
Selesai/IF