Film karya sutradara Indonesia "Tuned In" diputar di Taipei

17/09/2025 18:33(Diperbaharui 17/09/2025 19:34)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Sutradara Indonesia, Martin Rustandi (kiri) bersama dengan Zane (kanan) salah satu pemeran tokoh film “Tuned In”. (Sumber Foto : Swallow Wings Films)
Sutradara Indonesia, Martin Rustandi (kiri) bersama dengan Zane (kanan) salah satu pemeran tokoh film “Tuned In”. (Sumber Foto : Swallow Wings Films)

Taipei, 17 Sep. (CNA) Film dokumenter panjang “Tuned In” (新來的小朋友) karya sutradara Indonesia berbasis Taiwan, Martin Rustandi, resmi diputar di ajang World Ethnic Film Festival 2025 yang dibuka pada Minggu (12/9) di Huashan 1914 Creative Park, menurut siaran pers film tersebut yang diterima CNA.

Pembukaan festival turut dihadiri sejumlah sineas ternama, di antaranya sutradara Yu Kan-ping (虞戡平) lewat karyanya "Outcasts" (孽子), sutradara Ma Chih-hsiang (馬志翔), dan produser Wei De-sheng (魏德聖) yang dikenal melalui film "Kano".

Sutradara asal Indonesia itu juga hadir memperkenalkan film terbarunya “Tuned In” (新來的小朋友) bersama sutradara Malaysia Chong Keat Aun (張吉安) yang menayangkan karyanya "Pavane for an Infant".

Martin Rustandi (dua dari kiri) bersama dengan Zane (tiga dari kiri) bersama para sutradara lainnya. (Sumber Foto : Swallow Wings Films)
Martin Rustandi (dua dari kiri) bersama dengan Zane (tiga dari kiri) bersama para sutradara lainnya. (Sumber Foto : Swallow Wings Films)

Seperti yang pernah diberitakan sebelumnya, film "Tuned In" menceritakan tentang seorang anak keturunan Indonesia yang beradaptasi di Taiwan. Selain menceritakan Zane dan keluarganya, film ini juga menampilkan tiga tokoh lain dengan latar belakang unik seperti Melati, seorang seniman seni tari, Nita, mantan pekerja migran yang kini menjadi mahasiswa, dan Pindy, perawat migran yang kini terjun dalam dunia seni lilin karet.

Baca juga: Film dokumenter Indonesia, Tuned In, tayang di World Premiere Taoyuan

Dalam festival kali ini, Pemeran film "Tuned In", Zane yang lahir dan besar di Taiwan, bersama orang tuanya ikut menghadiri kegiatan tersebut. Meskipun Zane tampak malu ketika melihat dirinya muncul di visual utama festival, tetapi dalam acara tersebut, ia sempat menyanyikan lagu bertajuk "Heidenröslein", yang juga dimuat dalam film berdurasi 90 menit itu.

Festival ini memasuki tahun ke-4 penyelenggaraannya. Jika awalnya berfokus pada film karya masyarakat Mongol dan Tibet, kini cakupannya meluas hingga mencakup berbagai etnis di dunia, termasuk masyarakat adat Taiwan, komunitas imigran baru, serta isu kesetaraan gender.

Nilai "menghormati keberagaman, saling memahami" menjadi semangat utama yang ditampilkan dalam festival ini, ujar sutradara Martin Rustandi dalam siaran persnya.

Martin pun dalam kata sambutannya tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Kementerian
Kebudayaan Taiwan, Pusat Budaya Mongolia-Tibet, National Film and Audiovisual Culture Center, Swallow Wings Films, dan semua sutradara senior.

“Hari ini menjadi kehormatan bisa berada di sini dengan semuanya. Saya berharap dapat menyelesaikan film fiksi panjang pertama saya dan semoga di masa depan ada kesempatan untuk belajar dan bekerja sama dengan mereka.” Ujar Martin.

Menjelang akhir acara, sutradara Ma Chih-hsiang (馬志翔) memberi dorongan khusus kepada Martin Rustandi agar tidak terburu-buru dan terus mengembangkan cerita, dan jangan takut meminta orang lain membaca naskah sang sutradara. 

“Saat cerita itu matang dan alami, kesempatan akan muncul.” Ujar Ma.

Saat diwawancarai CNA, Martin menyebutkan bahwa dirinya menghargai semua pesan dan dorongan yang dibagikan oleh sutradara lainnya saat menghadiri festival tersebut. 

“Dalam hal membuat film terkadang sangat menantang dan kesepian, tetapi dukungan memberikan energi untuk terus melangkah, itu yang membuat lebih bersemangat,” tutur Martin.

Martin menginformasikan bahwa World Ethnic Film Festival tahun ini berlangsung di enam kota di Taiwan: Taipei, Taichung, Chiayi, Tainan, Kaohsiung, dan Hualien, pada 12-21 September. 

Gilian Lou salah satu penonton (paling kiri) bersama dengan penonton WNI lainnya berfoto bersama sebelum menonton film "Tuned In". (Sumber Foto : Gilian Lou).
Gilian Lou salah satu penonton (paling kiri) bersama dengan penonton WNI lainnya berfoto bersama sebelum menonton film "Tuned In". (Sumber Foto : Gilian Lou).

Saat dihubungi CNA, salah satu penonton, Gilian Lou, mengaku merasa sangat beruntung dapat menyaksikan pemutaran film di Huashan 1914 Creative Park bersama teman-teman sesama warga negara Indonesia, sekaligus berkesempatan berfoto bersama.

"Film ini sangat menarik. Menceritakan 5 kisah PMI atau migran baru di Taiwan, terutama kisah Zane dari pasangan Ela dan Ricky. Perlakuan teman-teman dan guru di sekolah Zane semua bisa kita tonton, jadi kita tahu. Anak ini juga pintar menyanyi lagu seriosa, pertukaran bahasa Inggrisnya yang pintar dengan teman-teman Taiwan yang berbahasa Mandarin. Uniknya, pertanyaan yang sering ditanyakan oleh Zane adalah 'Kamu orang Indonesia atau Taiwan' pada semua orang yang dijumpainya," ujar Gilian. 

(Oleh Miralux)
Selesai/ja

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.